Eksistensi Jin Qarin Menurut Islam

Jin merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala dari unsur kobaran api yang menyala. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَخَلَقَ ٱلْجَآنَّ مِن مَّارِجٍۢ مِّن نَّارٍۢ

“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar-Rahman: 15)

Firman ini selaras dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala dan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan (ciri-cirinya) untuk kalian”. (HR. Muslim)

Imam Hasan al-Bashri mengatakan bahwa jin adalah keturunan iblis, sedangkan jin yang kafir disebut “syaithan”. Namun, menurut Imam Ibnu Abbas, jin adalah keturunan “jan” dan “syaithan” adalah keturunan iblis[1].

Jin adalah makhluk yang tak kasat mata. Tidak ada seorang pun yang mampu melihat jin dalam bentuk aslinya kecuali para nabi dan segelintir wali yang diberi keistimewaan oleh Allah subhanahu wata’ala. Hal ini berdasarkan riwayat yang dikutip dari Imam Ibnu Abbas. Ia berkata: “Saat Allah subhanahu wata’ala menciptakan Syaum (nenek moyang jin), Ia berkata: “Sebutkan keinginanmu”. Lalu ia menjawab: “Aku ingin agar golongan jin bisa melihat (makhluk lain). Namun, mereka tidak bisa dilihat (oleh makhluk lain). Dan ketika mereka mati, aku ingin mereka lenyap di bintang Tsurayya. Namun, jika mereka mati dalam keadaan tua renta, aku ingin mereka kembali menjadi muda.” Allah subhanahu wata’ala memutuskan untuk mengabulkan permintaan Syaum.”[2]

Jin hidup berdampingan dengan manusia. Meski demikian, mereka hidup di dimensi alam yang berbeda. Jin yang hidup berdampingan dan melekat pada manusia disebut jin qarin. Setiap manusia pasti mempunyai jin qarin yang disandingkan oleh Allah subhanahu wata’ala dengannya. Hanya saja, ia tidak bisa melihat jin qarin-nya. Bahkan, ia juga tidak menyadari keberadaanya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنْ الْجِنِّ قَالُوا وَإِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَإِيَّايَ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Tidaklah seorang pun dari kalian melainkan dikuasai pendamping dari kalangan jin” Mereka bertanya: Tuan juga, wahai Rasulullah? beliau menjawab: “Aku juga, hanya saja Allah membantuku mengalahkannya lalu ia masuk Islam, ia hanya memerintahkan kebaikan padaku.” (HR. Muslim)

  Jin qarin yang menyertai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bernama Abyadh. Ia tidak bisa mengganggu Rasulullah ataupun menggodanya sebab Allah subhanahu wata’ala menjaganya.

Jin qarin ini akan mendorong manusia untuk melakukan keburukan. Dialah jin yang disebut “waswas”. Di samping itu, setiap manusia juga memiliki qarin dari golongan malaikat yang akan mengajaknya pada kebaikan. Dialah malaikat yang disebut “mulhim[3]. Jin qarin mengetahui perilaku dan sifat manusia. Oleh karena itu, kadang ia meniru perilaku seseorang dan mengaku bahwa dia adalah arwahnya yang bergentayangan. Syekh Izzuddin al-Bayanuni dan Syekh Abdul Halim Mahmud menyampaikan bahwa arwah yang merasuki tubuh seseorang adalah jin qarin. Pendapat ini diperkuat oleh Syekh Ismail Utsman Zain[4].

 Untuk menghindari godaan jin qarin, kita dianjurkan untuk selalu berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Sebab, jin qarin adalah setan sebagaimana pendapat Imam Mujahid dan Imam Qatadah.Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ وَقَالَ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ وَإِذَا قُلْتَ بِسْمِ اللَّهِ تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيرَ مِثْلَ الذُّبَابِ

Janganlah kamu katakan celakalah setan, karena jika kamu mengatakan celakalah setan, maka setan akan membanggakan dirinya. Setan akan berkata: ‘Aku telah melawannya dengan kekuatanku.’ Namun jika kamu membaca ‘Bismillah’, maka setan akan mengecil hingga sekecil lalat”. (HR. Ahmad)

Menyikapi hadis ini, Imam Ibnu Katsir berkata: “Hadis ini menunjukkan bahwa jika hati selalu mengingat Allah, maka setan akan mengecil dan bisa didominasi. Namun, jika hati tidak mengingat Allah maka setan akan membesar dan mendominasi[5].

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengajarkan kita sebuah doa yang menjadi benteng agar terhindar dari godaan setan. Beliau bersabda:

مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وَكُتِبَ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ إِلَّا رَجُلٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْهُ

Barang siapa yang membaca; La ilaha illallahu wahdahuu la syarika lahuu, lahul-mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir sebanyak seratus kali dalam sehari, maka mendapatkan pahala seperti membebaskan sepuluh orang budak, ditetapkan baginya seratus hasanah (kebaikan) dan dijauhkan darinya seratus keburukan dan baginya ada perlindungan dari (godaan) setan pada hari itu hingga petang dan tidak ada orang yang lebih baik amalnya dari orang yang membaca doa ini kecuali seseorang yang mengamalkan lebih banyak dari itu”. (HR. Bukhari)

Oleh : Irfan Maulana / Pemred Istinbat


[1] Al-Aini, Badruddin. Umdatul-Qari, VI/38

[2] Ibid

[3] At-Tibrizi. Syamsuddin. Mirqatul-Mafatih, I/366

[4] Al-Yamani, Ismail Utsman Zain. Qurratu al-Ain, 20

[5] Ad-Dimisyqi, Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-Adzim. II/222

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *