Peran Zikir dalam Mendekatkan Hamba kepada Allah
Zikir adalah praktik spiritual yang esensial dan panduan utama bagi seorang hamba, sebagaimana diuraikan dalam salah satu hadis yang tercantum dalam kitab Sunan at-Tirmidzi:
“Seorang lelaki berkata, ‘Ya Rasul, begitu banyak syariat dalam Islam ini. Ajari aku suatu amalan untuk aku jadikan pegangan!’ Nabi menjawab, ‘Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah’.” (HR. Tirmidzi)
Seorang hamba tidak boleh meninggalkan zikir meskipun hatinya belum sepenuhnya khusyuk. Zikir tetap penting karena mendekatkan lisan kepada Allah, meski hati belum sepenuhnya ingat. Allah mampu mengubah kondisi hati yang kurang baik menjadi lebih baik melalui zikir, yang merupakan jalan utama dan mudah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Berkaitan dengan hal ini, Imam Ibnu Athaillah menegaskan dalam kitab Hikamnya:
“Jangan meninggalkan zikir karena engkau belum bisa selalu ingat kepada Allah di waktu berzikir. Sebab, kelalaianmu terhadap Allah ketika tidak berzikir itu lebih berbahaya daripada kelalaianmu terhadap Allah ketika kamu berzikir.”
Kata zikir berarti ‘mengingat’ yang menjadi lawan kata ‘lalai’, sebagaimana firman Allah:
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf [7]: 205)
Zikir seorang hamba terdiri dari empat derajat yang berbeda, yaitu:
Zikir Lisan: berzikir ketika hati tidak sepenuhnya ingat kepada Allah. Pada tahap ini, zikir dilakukan hanya dengan lisan tanpa melibatkan perasaan hati. Sibuknya lisan dengan zikir tentu bernilai pahala, hanya jangkauannya terbatas pada satu organ tubuh; lisan, tidak merambat pada organ tubuh lain. Namun, perlahan zikir lisan secara kontinu akan mempengaruhi seluruh organ tubuh, hingga pada akhirnya merambah dimensi kalbu. Tidakkah kata-kata buruk yang meluncur dari mulut seseorang seperti mengumpat, gosip dan yang lainnya juga berdampak pada keras dan lalainya hati. Maka sama halnya dengan mulut yang senantiasa zikir akan membawa daya positif berupa ketaatan serta cahaya yang menyinari dinding hati. Hati yang lalai, namun lisan terus bergerak dalam zikir, haliyah-nya seolah berkata:
“Meski hati ini sibuk, sehingga lupa dari-Mu, setidaknya telah aku sibukkan bibir ini dengan menyebut dan mengagungkan asma-Mu, dan aku tidak gunakan untuk berkata hal yang tak Kau ridai.”
Zikir Qalbu: berzikir dengan hati yang ingat dan meresapi keberadaan Allah. Pada tahap ini, hati mulai terlibat dalam zikir dan merasakan makna yang diucapkan. Hal ini menandai awal kesiapan hati untuk hadir di hadirat-Nya dan menjauhkan diri dari gangguan.
Zikir Hudur: berzikir dengan merasakan kehadiran Allah dalam hati. Perbedaan antara zikir dengan kesadaran dan zikir dengan kehadiran adalah bahwa zikir dengan kesadaran hanya melibatkan ingatan lafaz tanpa perasaan mendalam, sedangkan zikir dengan kehadiran melibatkan rasa cinta, takut, dan kekaguman terhadap Allah.
Zikir Fana’: berzikir dalam keadaan fana dari segala sesuatu selain Allah, yakni semua hal selain Allah lenyap dari hati. Pada tahap ini, hanya Allah yang ada dalam kesadaran dan perasaan hamba. Zikir ini merupakan tingkatan yang paling tinggi. Ketika seseorang dianugerahi kemampuan untuk berzikir dengan hadir di hadirat-Nya, ia menjadi selalu ingat kepada Allah. Jika tahap ini dilakukan dengan konsisten, segala sesuatu selain Allah akan menghilang dari kesadaran, dan hanya Allah yang akan menjadi fokus utama. Zikir ini menyebabkan seseorang lupa dari lingkungan sekelilingnya dan setiap pikiran serta interaksi akan selalu terarah kepada Allah.
Ala kulli hal, zikir merupakan praktik fundamental dalam spiritualitas. Mulai dari dzikir lisan yang memengaruhi tubuh, zikir kalbu yang melibatkan makna, zikir hudur yang merasakan kehadiran Allah, hingga zikir fana yang menghilangkan segala sesuatu selain Allah dari kesadaran, konsistensi dalam zikir mengarahkan seseorang menuju kedekatan spiritual yang mendalam dan kesadaran penuh akan Allah. Waallahu A’lam bis Sawab.
Oleh: Hasani/Redaksi Istinbat