Tharafah bin al-Abd: Penyair Muallaqat yang Hidup Boros dan Berakhir Tragis

Kali ini, kita akan mengupas biografi dari penyair kedua Muallaqat. Bernama asli Amr dan lebih akrab disapa Tharafah. Lahir di Bahrain dari pasangan al-Abd dan Wardah. Sejak kecil, Tharafah hidup yatim tanpa asuhan sang ayah.

Oleh karena itu, tidak ada yang membiayai Tharafah selain paman-pamannya. Namun, Tharafah malah menghambur-hamburkan harta yang telah diberikan. Sebab itulah kemudian, paman-pamannya berhenti membiayai bahkan ibunya juga ikut terzalimi.

مَا تَنْظُرُوْنَ بِحَقِّ وَرْدَةَ فِيْكُمُ * صَغُرَ الْبَنُوْنَ وَرَهْطُ وَرْدَةَ غُيَّبُ

قَدْ يَبْعَثُ الْأَمْرَ الْعَظِيْمَ صَغِيْرُهُ * حَتّٰى تَظَلَّ لَهُ الدِّمَاءُ تَصَبَّبُ

وَالظُّلْمُ فَرَّقَ بَيْنَ حَيَّيْ وَائِلٍ * بَكْرٍ تُسَاقِيْهَا الْمَنَايَا تَغْلِبُ

Apa yang kalian pikirkan tentang hak Wardah! Anak-anaknya masih kecil dan keluarganya menjauh. Kadang hal kecil (penghamburan) bisa membawa hal besar (aniaya) hingga terjadi pertumpahan darah. Aniaya itulah yang memisahkan Wail dari dua Bakar hingga terjerumus kematian.” [1]

Selain itu, Tharafah juga boros menggunakan harta untuk teman dan kekasihnya. Boros dengan minum khamr dan hiburan belaka. Hingga hal itu lah yang membuatnya dikucilkan oleh keluarganya.

وَمَا زَالَ تَشْرَابِي الخُمُوْرَ، وَلَذَّتِي * وَبَيعِيْ وَإِنْفَاقِي طَرِيْفِيْ ومُتْلَدِي

إلَى أن تَحَامَتْنِي العَشِيْرَةُ كُلُّهَا … وأُفرِدْتُ إفْرَادَ البَعِيْرِ الْمُعَبَّدِ

Minumanku masih khamr. Sibuk dengan hiburan dan kenikmatan serta beli perhiasan seperti harta yang baru didapatkan dan harta warisan. Hingga keluarga menjaga jarak denganku dan aku dikucilkan seperti unta yang terkena kurap.”[2]

BACA JUGA: PENYAIR JAHILIAH TERMUDA

Setelah itu, Tharafah menjauh dan berjalan entah kemana, tanpa arah tujuan. Kadang ikut perang dan kadang menjauh dari perang[3]. Pada saat ikut perang, Tharafah ditangkap dan dikurung dalam penjara. Semasa di penjara, Tharafah mengalami perilaku buruk dari teman-temannya dan ia pun mencela mereka dengan syairnya.[4]

أَسْلَمَنِي قَوْمِي وَلَمْ يَغْضَبُوْا * لِسَوْءَةٍ حَلَّتْ بِهِمْ فَادِحَهْ

كُلُّ خَلِيْلٍ كُنْتُ خَالَلْتُهُ * لَا تَرَكَ اللَّهُ لَهُ وَاضِحَهْ

كلُّهُمُ أرْوَغُ مِنْ ثَعْلَبٍ * ما أَشْبَهَ اللَّيْلَةَ بِالْبَارِحَهْ

Teman-teman telah mengkhianatiku dan mereka sama sekali tidak peduli atas perlakuan buruk itu. Semoga Allah tidak memberi rasa bahagia pada temanku. Karena mereka semua lebih licik dari rubah. Sungguh malam ini tidak jauh beda dengan tadi malam.”

Berapa lama kemudian, entah berapa bulan atau tahun lamanya, Tharafah kembali ke pangkuan keluarganya. Di sana ia bertemu dengan Amr, saudara kandungnya. Ada cerita menarik saat bersama dengan saudaranya tersebut.

Jauh beda dengan Tharafah, Amr adalah sosok saudara kandung yang gemar menggembala unta. Pernah suatu ketika, Amr mengajak Tharafah untuk menggembala. Malah Tharafah dengan enaknya tidur, membiarkan unta tanpa pengawasan.

Amr geram dan membangunkannya sambil menegur, “Bagaimana jika nanti unta ini dicuri orang. Bisakah syairmu mengembalikannya!” Dengan santai, Tharafah menimpali, “Baik, saya tidak akan beranjak sampai syairku bisa mengembalikan unta.”

Tak lama setelah itu, unta benar-benar dicuri oleh sekomplot orang dari Bani Mudhar. Amr pun mendesak Tharafah untuk mengambil kembali sesuai janjinya. Dengan segara, Tharafah berangkat menemui Malik, pamannya dalam rangka meminta bantuan atas hal tersebut. Bukan mendapat bantuan, Tharafah malah mendapat cemoohan dan penganiayaan.

Akhirnya, Tharafah juga menyinggung dalam syairnya, dua tokoh hebat plus konglomerat yang masih berkerabat dengannya:

فَلَوْ شَاءَ رَبِّيْ كُنْتُ قَيْسَ بْنَ خالِدٍ * وَلَوْ شَاءَ رَبِّيْ كُنْتُ عَمْرَو بْنَ مَرْثَدِ

فأصْبَحْتُ ذَا مَالٍ كَثِيْرٍ، وَزَارَنِي * بَنُونَ كِرَامٌ سَادَةٌ لِمُسَوَّدِ

Jika Tuhan berkehendak, aku ingin jadi Qais bin Khalid dan Amr bin Martsad, sehingga aku kaya raya dan ditandangi oleh keturunan mulia plus tokoh.”

Berkat syair itulah, Tharafah mendapat bingkisan hadiah dari Amr bin Martsad. Amr ini punya tujuh anak dan tiga cucu. Melalui sepuluh orang inilah, Amr memberi bingkisan 100 ekor unta. Sehingga, Tharafah bisa mengganti unta yang dicuri milik saudaranya, Amr. Sisa hartanya dihabiskan dengan cara boros.

Karena sudah tidak mengantongi harta lagi, Tharafah bertolak ke Hirah, Iraq. Di sana, ia punya hubungan dengan Raja Hirah, Amr bin Hind. Pasalnya, ipar Tharafah, Abd Amr bin Bisyr dan pamannya, Jarir al-Mutalammis sama-sama menjadi tangan kanan Raja Hirah tersebut.

Akan tetapi, ending dari Tharafah sungguh menyakitkan. Bagaimana tidak! Tharafah bersama Mutalammis mempunyai rekam jejak telah menghina Amr bin Hind dan Abd Amr bin Bisyr melalui syairnya. Di tangan mereka berdua lah, Tharafah terbunuh di masa muda sekitar umur 26 tahun.

Atas kematiannya, Khirniq, saudari Tharafah sekaligus istri dari Abd Amr bin Bisyr mengungkapkan syair ratapan”

عَدَدْنَا لَهُ سِتًّا وَعِشْرِيْنَ حِجَّةً * فَلَمَّا تَوَفَّاهَا اسْتَوَى سَيِّدًا ضَخْمَا

فُجِعْنَا بِهِ لَمَّا رَجَوْنَا إِيَابَهُ * عَلَى خَيْرِ حَالٍ لَا وَلِيْدًا وَلَا قَحْمَا

“Kami menghitung umurnya 26 tahun. Saat itu, ia wafat dan jadi tokoh hebat. Kami terpukul saat berharap dirinya kembali dengan selamat, bukan sebagai anak lemah apalagi pemuda bermasalah.”[5]

BACA JUGA: Membongkar Mitos: Al-Ghazali dan Klaim Kemunduran Sains Islam (1/2)


[1] Pentahqiq Mahdi Muhammad Nashiruddin, Di wan Tharafah , hal: 1-2, cetakan Darul Kutub Ilmiyah, versi pdf

[2] Syekh Abu Abdillah Husain bin Ahmad Az-Zauzani, Syarhul-Muallaqat as-Sab’I, hal: 106-107 versi Turats

[3] Butrus al-Bustani, Udabaul-Arab fil-Jahiliyah wa Shadril-Islam, 106-107, cetakan Hindawi versi Pdf

[4] Pentahqiq Mahdi Muhammad Nashiruddin, Di wan Tharafah bin al-Abd, hal: 13, cetakan Darul Kutub Ilmiyah, versi pdf

[5] Butrus al-Bustanu, Udabaul-Arab fil-Jahiliyah wa Shadril-Islam, hal: 106-107, cetakan Hindawi versi Pdf

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *