MENYINGKAP KESAMAAN DUA PUJANGGA BERNAMA QAIS
مَا تَرَكَ النَّاسُ شِعْرًا مَجْهُوْلَ الْقَائِلِ قِيْلَ فِيْ لَيْلَى اِلَّا نَسَبُوْهُ اِلَى قَيْس المَجْنُوْنِ وَلَا شِعْرًا هَذِهِ سَبِيْلُهُ قِيْلَ فِيْ لُبْنَى اِلَّا نَسَبُوْهُ اِلَى قَيْس بِنْ ذُرِيْح
”Tidak ada puisi tentang Laila yang tidak diketahui asalnya, kecuali akan disandarkan pada Qais bin Mulawwah. Dan tidak ada puisi tentang Lubna yang tidak diketahui pembuatnya kecuali dinisbatkan pada Qais bin Dzuraih.”[1]
Dalam sejarah Arab kisah Qais dan Laila sangat populer. Tidak ada kisah cinta yang melebihi kisah mereka, Qais bin Mulawwah dan Laila. Kisah mereka telah mengisi sejarah Arab baik melalui lembaran sastra atau cerita turun-temurun yang menyemesta. Hal ini tidak terlepas dari romansa perjuangan Qais yang sedemikian heroik ditambah sikap Laila yang sering dipaksa oleh keadaan.
Kontak batin yang mereka alami sangat tidak wajar. Oleh karena itu, Qais dijuluki sebagai penyair udzry[2]. Meski mata Laila berkata tidak, tapi dirinya tidak mampu menyembunyikan kehendak.
Kendati demikian, dalam sejarah Arab nama Qais yang dikenal tergila-gila pada wanita bukan Qais bin Mulawwah saja, terdapat nama Qais bin Dzuraih yang juga dikenal sebagai penyair udzry. Keduanya memiliki plot cerita yang hampir sama, seperti kisah Qais bin Mulawah saat menyapa segerombolan burung merpati dan kisah Qais bin Dzuraih saat mengancam gagak hitam.
Oleh karena itu, di artikel ini, penulis ingin membahas beberapa perbedaan antara Qais bin Mulawwah dan Qais bin Dzuraih dalam aspek yang dianggap mirip.
Julukan
Qais bin Mulawwah adalah pujangga Arab yang hidup di abad keenam. Memiliki julukan Majnunu Laila (orang gila karena Laila). Qais yang berasal dari keluarga sederhana tergila-gila pada Laila, putri bangsawan. Sementara itu, Qais bin Dzuraih yang merupakan putra tunggal dari seorang bangsawan dan masih memiliki hubungan radha’ dengan Sayidina Husein dijuluki dengan Majnunu Lubna karena kecintaannya pada Lubna, gadis sederhana dengan wajah dan tutur kata yang sangat menawan.
Berjarak Sebab Takdir
Dalam kitab Syarh Diwan Qais bin Mulawwah, terdapat kisah romansa perjuangan Qais bin Mulawwah di awal hubungan mereka. Laila yang dikenal sebagai gadis ahli satra dan budaya sering mengadakan majelis yang diikuti oleh berbagai golongan, termasuk kabilah Qais, Bani Amir. Di majelis ini, Qais adalah orang yang paling dekat dengan Laila. Setiap kali butuh Laila, Bani Amir meminta Qais membantunya.
Qais sendiri memiliki perasaan yang sudah lama disembunyikan dan belum berani mengungkapkannya. Saat keberaniannya memuncak, Qais memberanikan diri menemui Laila seraya berkata: “Apakah di hatimu terdapat rasa cinta yang saat ini ada dalam hatiku?”. Laila menolaknya, sehingga memaksa Qais menggubah syair:
مَضَى زَمَنٌ وَالنَّاسُ يَسْتَشْفِعُوْنَ بِيْ * فَهَلْ لِيْ إِلَى لَيْلَى الْغَدَاةَ شَفِيْعُ
Selama ini, Bani Amir meminta bantuanku saat butuh pada Laila, adakah yang dapat membantuku saat aku sendiri yang butuh pada Laila?
يُضَعِّفُنِيْ حُبَّيْكِ حَتَّي كَأَنَّنِيْ * مِنَ الْأَهْلِ وَالْمَالِ التَّلِيْدِ نَزِيْعُ
Cintamu melemahkanku, seolah-olah Aku kehilangan keluarga dan harta yang berlimpah
Saat mendengar gubahan indah Qais, Laila menjawab dengan mata yang kini terlihat menghangat hingga membuat Qais tidak sadar:
وَكُلٌّ مُظْهِرٌلِلنَّاسِ بُغْضًا * وَكُلٌّ عِنْدَ صَاحِبِهِ مَكِيْنُ
“Mungkin setiap orang bisa bersikap benci. Namun, untuk kekasih ada tempat yang berbeda”
تُخَبِّرُنَا الْعُيُوْنُ بِمَا اَرَدْنَا * وَفِيْ قَلْبَيْنِ ثَمَّ هَوًى دَفِيْنُ
“Mata dapat berbicara sesuai kehendak. Namun, gelora cinta tetap tersimpan dalam sanubari”
Saat Qais terjaga, dia berkata:
صَرِيْعُ مِنَ الْحُبِّ الْمُبَرِّحِ وَالْهَوَى * وَاَيُ فَّتًى مِنْ عِلَّةِ الْحُبِّ يَسْلِمُ
“Dibinasakan oleh cinta dan rindu yang kuat, lalu siapakah yang dapat sembuh dari penyakit cinta?”
Hal ini membuat orang-orang mengetahui perasaan Qais dan Laila, sehingga mengabarkan kontak perasaan tersebut kepada ayah Laila. Bukan itu saja, mereka juga melaporkan kepada pemimpin kota tentang hubungan Qais dan Laila. Saat itu muncullah warning dari pemerintah setempat,“Bunuhlah Qais jika kalian melihatnya menemui Laila.”[3]
Sementara itu, Qais bin Dzuraih tergila-gila pada perempuan bernama Lubna. Hal ini bermula semenjak Qais melewati perumahan Bani Kaab. Qais singgah di rumah sederhana untuk minum. Betapa terkejutnya, Qais melihat perempuan cantik yang kemudian dikenalnya dengan nama Lubna.
Dari pertemuan ini Qais langsung menggantung rasa pada Lubna. Hal ini membuatnya kembali mendatangi rumah sederhana lubna untuk mengungkapkan perasaannya. Mendengar bahwa Lubna langsung menerima cintanya, Qais segera pulang dan meminta ayahnya untuk melamarkan Lubna. Namun, Orang tua Qais tidak setuju bahkan menyuruh Qais mencari gadis dari keluarga ningratnya. Ayah Qais berkata:
يَا بُنَيَّ عَلَيْكَ بِاِحْدَى بَنَاتِ عَمِّكَ فَهُنَّ اَحَقُّ بِكَ
“Nak, carilah gadis dari paman-pamanmu saja. Mereka lebih pantas”
Perjuangan Qais bin Dzuraih tidak berhenti. Qais segera mengadu kepada Sayidina Husain bin Ali bin Abi Thalib. Sayidina Husein lalu mengajak Qais untuk menemui ayah Lubna dan melamarkan Lubna untuk Qais.
Sesampai di rumah Lubna, ayahnya meminta Sayidina Husein untuk membawa Ayah Qais karena dalam peradaban Arab, pernikahan jika tidak dilatarbelakangi orang tua, maka termasuk cela. Qais dan Sayidina Husein pun pulang menjemput ayah Qais.
Sayidina Husein lalu meminta Dzuraih melamarkan Lubna untuk Qais. Dzuraih tidak bisa menolak karena ini adalah permintaan pemimpin mereka. Akhirnya, mereka mendatangi kembali rumah Lubna untuk melamar. Kali ini lamaran keluarga Qais diterima oleh ayah Lubna.
Qais bin Dzuraih dan Lubna hidup bahagia, sampai suatu ketika keluarga Qais tahu bahwa Lubna tidak bisa memiliki anak. Mereka memaksa Qais untuk meninggalkan Lubna, mengingat Qais adalah anak tunggal harapan keluarga. Qais pun bercerai dengan Lubna dan inilah awal mula Qais menjadi gila. Qais bin Dzuraih berkata:
هَجَرَانِيْ اَبَوَايَ فِيْ لُبْنَى عَشْرَ سِنِيْنَ اَسْتَأْذِنُ عَلَيْهَا فَيَرُدَّانِيْ حَتَّى طَلَّقْتُهَا
“Selama 10 tahun ayah ibuku menjauhkanku dari Lubna. Aku memelas, tapi mereka tetap menolak, sehingga memaksaku untuk berpisah dengan Lubna”[4]
Berinteraksi dengan Segerombolan Burung
Semakin hari rindu Qais bin Mulawwah semakin tidak terkendali. Sementara keadaan belum mengizinkannya bertemu dengan Laila. Hal ini membikin hati Qais semakin menggila dan terus mencari cara agar dapat bertemu atau sekedar mengetahui keadaan Laila.
Qais bercerita:
شَكَوْتُ اِلَى شِرْبِ الْقَطَا اِذْ مَرَرْنَ بِيْ * فَقَلْتُ وَمِثْلِيْ بِالْبُكَاءِ جَدِيْرُ
“Aku mengadu kepada segerombolan merpati yang melintas di atas, aku adalah orang yang tepat untuk menangis”
اَشِرْبَ الْقَطَا هَلْ مِنْ مُعِيْرٍ جَنَاحَهُ * لَعَلِّيْ اِلَى مَنْ قَدْ هَوِيْتُ اَطِيْرُ
“Wahai segerombolan merpati, adakah di antara kalian yang dapat meminjamkan sayapnya kepadaku. Mungkin bisa ku gunakan untuk menemui Laila”
فَجَاوَبْنَنِيْ مِنْ فَوْقِ غُصْنِ اَرَاكَةٍ * اَلَا كُلُّنَا يَا مُسْتَعِيْرُ مُعِيْرُ
“Mereka menjawabku dari atas pohon arak, duhai orang yang ingin meminjam sayap kami, ketahuilah kami juga sedang meminjam”
وَاَيُّ قَطَاةٍ لَمْ تُعِرْكَ جَنَاحَهُ * فَعَاشَتْ بِضُرٍّ وَالْجَنَاحُ كَسِيْرُ
“Merpati apapun yang tidak meminjamkan sayapnya kepadamu, dia akan hidup hina dengan sayap yang patah”
Sementara itu, Qais bin Dzuraih memiliki cerita yang hampir sama dengan Qais bin Mulawwah. Akan tetapi teman bicara Qais bin Dzuraih bukanlah merpati melainkan gagak hitam. Hal ini beremula saat kaumnya memaksa Qais untuk berhenti dari ketertarikannya pada lubna. Qais berkata:
أَلا يا غُرابَ البَينِ وَيْحَكَ نَبِّنِي * بِعِلمِكَ فِي لُبْنَى وَأَنْتَ خَبِيْرُ
Hei gagak hitam, celaka engkau. Bagaimana keadaan Lubna? Engkau adalah pembawa kabar
فَإِن كُنتَ لَم تُخبِر بِشَيءٍ عَلِمتَهُ * فَلا طُرتَ إِلّا وَالجَناحُ كَسيرُ
Jika kau tidak memberitahu kabar Lubna padaku, semoga kau tidak bisa terbang kecuali sayapmu akan patah
وَدُرتَ بِأَعداءٍ حَبيبُكَ فيهِمُ * كَما قَد تَرانِيْ بِالحَبيبُ أَدُوْرُ
kau akan dikelilingi oleh para musuh yang sedang bersama kekasihmu. Sebagaimana kau lihat aku selalu mengawasi kekasihku.[5]
Demikianlah beberapa hal yang dapat membedakan antara dua penyair bernama Qais yang memiliki kontribusi berharga dalam sastra dan budaya Arab. Kekasih mereka yaitu Laila dan Lubna adalah dua nama yang sering muncul dalam cerita dan sastra Arab, terutama terkait dengan kisah cinta dan romansa. Meski demikian, ketenaran Qais bin Mulawwah masih tidak tertandingi oleh kisah asmara apapun, termasuk kisah Qais bin Dzuraih dan Lubna.
oleh : Zainul Umam
Referensi :
[1] Jalaluddin as-Suyuthi Syarhu Syawahidil-Mughni jus II/599 Maktabah Syamilah
[2] Cinta suci dan murni yang dinyanyikan oleh para penyair.
[3] Yusri Abdul Ghani, Syarhu diwan Qais bin Mulawwah Riwayata Abi Bakar Liwalibi, hlm, 27 Darul Kutub al-Ilmiyah
[4] Abdurrahman al-Musthawy, Syarhu Diwan Qais bin Dzuraih hlm, 13 Darul Ma’rifat
[5] Ibid, hlm, 16 Darul Ma’rifat
Assalamualaikum…!
Tolong sampaikan pada penulis kalau dia akan diambil mantu sm sya…