Hati-Hati melakukan ibadah Sunah
مِنْ عَلَامَاتِ اتِّبَاعِ الْهَوَاءِ الْمُسَارَعَةُ اِلىَ نَوَافِلِ الْخَيْرَاتِ وَالتَّكَاسُلُ عَنِ الْقِيَامِ بِالْوَاجِبَاتِ
“Sebagian dari tanda-tanda terjerumus ke dalam jurang hawa nafsu adalah semangat melaksanakan ibadah yang sunah, dan malas melaksanakan ibadah yang wajib.”
Ungkapan Ibnu Atho’illah di atas adalah gambaran hal sepele yang banyak banyak dilupakan oleh orang mukmin. Mereka lalai akan ibadah yang bersifat wajib sebab terlalu mengagungkan ibadah yang sunah. Demikian merupakan perumpamaan bahwa mudahnya perkara bathil untuk dilakukan, sedang perkara yang haq terasa begitu berat.
Ibadah yang bersifat sunah begitu mudah dilakukan, tapi tidak pada ibadah yang bersifat wajib, Mengapa? Sebab relatifnya, tidak ada hal yang spesial dalam ibadah yang wajib. Maksudnya, seseorang tidak akan dikatakan spesial saat melakukan ibadah yang wajib, karena setiap orang sama-sama melaksanakannya.
Sedangkan melaksanakan ibadah yang sunah akan dianggap spesial, karena memiliki kelebihan, bahwa tidak semua orang dapat melaksanakannya. Maka dengan melaksanakan ibadah yang sunah, seseorang akan dianggap memiliki kelebihan. Bukankah hal yang demikian adalah salah satu perbuatan riya’? terlebih sampai lalai dan meninggalkan kewajiban yang menyebabkan kita dimurkai oleh Allah SWT. Ironisnya, yang demikian dilakukan oleh banyak orang.
Akan banyak ditemukan orang-orang yang hendak bertaubat cenderung tidak memiliki semangat kecuali dalam melaksanakan ibadah seperti puasa sunah, shalat sunah, bersedekah, berulangkali mengunjungi Makkah dan hal lainnya, tapi tidak bersungguh-sungguh dalam bertaubat. Sehingga ia melupakan kemaksiatan dari kewajiban yang telah ia tinggalkan di masa lalu. Misal, tidak meng-qodloi shalat, puasa, dan hal serupa yang tidak bisa gugur kecuali diganti saat masa taubatnya.
Seandainya orang yang bertaubat itu pernah melakukan kezaliman di masa lalu, seperti memiliki hutang yang belum dibayar, sedang ia giat melaksanakan ibadah haji hingga berulangkali. Maka demikian ini juga termasuk terjerumus dalam jurang nafsu tadi.
Jika ia pernah memiliki kesalahan di masa lalu yang berkaitan dengan haqqul–adami, maka dia berkewajiban untuk meminta rida dari orang yang ia sakiti, meminta maaf. Tidak bisa haqqul–adami itu lantas hilang seiring taubatnya hanya dengan ber-istighfar kepada Allah SWT.
Semua keterjerumusan orang-orang ke dalam jurang nafsu seperti penjelasan di atas disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena mereka tidak pernah melatih nafsunya sendiri, tidak pernah riyadloh. Sedangkan nafsu akan selalu menggoda pemiliknya tanpa henti. Kedua, karena mereka tidak pernah besungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsu. Sehingga hawa nafsu dapat menjerumuskan mereka dan mendapat kemurkaan Allah, bahkan menguasai mereka dalam segala hal.
Oleh karenanya, butuh bagi kita paling tidak dua hal. Satu, menyadari bahwa kewajiban adalah pokok yang lebih utama daripada kesunahan yang merupakan kelebihan. Dua, bertaubat dengan melakukan riyadloh terhadap hawa nafsu kita masing-masing, dan sedapat mungkin menolak keinginan yang senada dengan apa yang hawa nafsu inginkan. Semoga kita semua mendapat rida-Nya dan syafaat Rasul-Nya. Amin.
*Ditranskip dari pengajian yang diampu oleh KH. Muzakki Birrul Alim
Oleh: Fauzan al-Kamili