SAHABAT SEJATI

لَا تَصْحَبْ مَنْ لَا يَنْهَضُكَ حَالُهُ وَلَا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقَالُهُ

“Janganlah kau berteman dengan orang yang tidak membangkitkanmu (meraih rida Allah) dan  perkataanya tidak menunjukan Kepada-Nya. “[1]

Teman sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Terkadang nilai baik dan buruknya seseorang bisa dilihat dari teman yang selalu bersamanya. Dari sekian ribu teman yang ada, sangat banyak tipikalnya. Semua akan berdampak positif dan negatif tanpa kita sadari. Karenanya, sangat penting bagi kita memilah dan meilih teman yang bisa menginspirasi, seperti yang telah dinasehatkan oleh Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari.

Memilih bestie yang menginspirasi

Terkadang bestie atau teman dekat sudah menjadi sifat pribadi kita karena watak teman sangat berpengaruh pada baik dan tidaknya kita. Maka dari itu, carilah teman yang membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Teman juga bisa menjadi orang yang membuatmu bangkit saat kamu sedang dihadapkan pada tantangan hidup, bahkan sebagian orang mengungkapkan bahwa dukungan moral yang diberikan oleh sahabat sejati dapat membantu seseorang melewati masa-masa yang berat di dalam hidupnya. Akan tetapi, jangan sampai kamu mengira sahabat sejati pasti akan mendukung semua hal yang kamu lakukan,l karena boleh jadi sahabat bisa menjerumuskan kita kepada yang tidak benar.

Tanda seseorang merupakan sahabat sejatimu adalah jika ia mampu menegur di kala kamu melakukan  hal-hal yang salah. Ketahuilah sahabat yang menegurmu sebab melakukan hal yang salah, itulah sahabat yang sejati, karena  pada dasarnya ia sangat menyayangimu dan mengasihanimu. Ia tidak rela melihat sahabatnya berjalan di rel yang tidak benar.

Imam az-Zarnuji berkata:

عَن ِالمَرْءِ لا تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ ۞ فَإِنَّ القَرِيْنَ بِالْـمُقَـــــارِنِ يَقْتَــــــــــدِيْ

فَاِنْ كَانَ ذَا شَرٍّ فَجَنِّبْـــــهُ سُــرْعَةً ۞ فَاِنْ كَانَ ذَاخَيْرٍ فَقَارِنْهُ تَهْتَــــــــــــدِيْ

“Janganlah engkau bertanya tentang kepribadian orang lain, lihat saja temannya (pergaulannya) karena seseorang akan mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya. Bila temannya (pergaulannya) tidak baik, maka jauhilah dia secepatnya, dan bila temannya (pergaulannya) baik, maka temanilah dia, niscaya kamu akan mendapatkan petunjuk.” [2]

Belajar bersahabat melalui shahabat Rasulullah ﷺ

Islam memerintahkan umatnya untuk mencari sahabat yang baik, beriman dan taat kepada Allah. Ciri-ciri sahabat yang saleh ialah tidak mementingkan diri sendiri serta dapat dijadikan tempat untuk mengadu apabila ditimpa masalah. Seorang sahabat yang baik akan saling mengingatkan apabila sahabatnya melakukan kesalahan dan ia tidak terlalu mementingkan keduniaan, tapi menganjurkan selalu melakukan kebaikan.

Contoh persahabatan yang dapat dijadikan teladan adalah persahabatan antara Sayidina Abu Bakar dengan Rasulullah ﷺ. Di mana Abu Bakar senantiasa mempercayai dan mengiyakan apa yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ. Seperti dikala Rasulullah ﷺ menceritakan perjalanan Isra Miraj yang ramai di kalangan penduduk kota Mekkah. Banyak orang tidak percaya dan mengatakan cerita Rasulullah ﷺ itu bohong. Orang-orang yang tidak percaya menemui Sayidina Abu Bakar untuk bertanya soal kebenaran cerita Rasulullah ﷺ. Namun Sayidina Abu Bakar membenarkan cerita itu. Sayidina Abu Bakar bukan cuma mempercayai kata-kata Rasulullah ﷺ, akan tetapi dia juga sanggup mempertahankan amanah dan harta demi kepentingan perjuangan Islam.

Sebagai sahabat sejati, Sayidina Abu Bakar rela memberikan komitmen untuk hijrah bersama Rasulullah ﷺ dari Mekkah ke Madinah. Meskipun dia tahu perjalanan itu sangat berbahaya namun beliau tetap menemani Rasulullah ﷺ dengan sangat tulus.

Kriteria Sahabat yang baik

Kedudukan sahabat mendapat perhatian oleh agama. Hal ini menunjukkan bahwa sahabat memiliki kedudukan penting bagi perkembangan, pertumbuhan, dan pengambilan sikap pribadi kita. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ  mengingatkan kita agar hati-hati dalam mencari sahabat sejati.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدَكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Seseorang bisa dilihat dari keberagamaan sahabatnya. Hendaklah kamu memerhatikan bagaimana sahabatmu beragama.”

Imam Al-Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah  menyebutkan lima hal yang perlu diperhatikan dalam mencari sahabat.

Jika kita ingin mencari sahabat yang setia menemani dalam belajar, atau dalam urusan agama dan dunia, maka perhatikanlah lima hal ini.

Pertama, akal.

Bersahabat dengan orang yang dungu tidak akan mengandung kebaikan sama sekali. Biasanya berakhir dengan keengganan dan perpisahan. Perilaku terbaiknya menyebabkan kemudaratan untukmu, padahal dengan perilakunya dia bermaksud agar dirinya berarti untukmu. Peribahasa mengatakan, “Musuh yang cerdik lebih baik daripada sahabat yang dungu.”

Imam al-Ghazali menempatkan akal pada urutan pertama. Pasalnya, sahabat yang bodoh atau dungu lebih banyak mencelakai kita karena kebodohanya, meskipun ia bermaksud baik.

Kedua, akhlak terpuji.

Sebaiknya, Jangan bersahabat dengan orang yang berakhlak buruk, yaitu orang yang tidak sanggup menguasai diri ketika sedang marah. Akhlak bukan hanya dilihat dalam situasi normal. Akhlak seseorang lebih jauh dari itu, bahkan dalam situasi marah atau syahwat. Sebab, kalau dalam situasi marah atau syahwat seseorang dapat mengendalikan diri, maka dalam situasi normal ia lebih berkuasa atas dirinya sehingga sanggup mengedepankan akhlak terpuji.

Ketiga, kesalehan.

Kesalehaan adalah sifat terpuji yang berpengaruh dalam menjalani persahabatan. Oleh karenanya, Jangan bersahabat dengan orang fasik yang terus menerus melakukan dosa besar, karena orang yang takut kepada Allah takkan terus menerus berbuat dosa besar. Orang yang tidak takut kepada Allah tidak bisa dipercaya perihal kejahatannya. Ia dapat berubah seketika seiring perubahan situasi dan kondisi

Imam al-Ghazali tidak menyebut kesalehan dengan kegemaran beribadah. Kesalehan di sini adalah seberapa jauh orang yang patut dijadikan sahabat seperti menjauhkan diri dari dosa besar.

Keempat, tingkat keserakahan terhadap dunia.

Orang yang mempunyai sifat serakah sudah tidak diragukan lagi akan kejelekanya, karena orang yang serakah hanya memikirkan dirinya sendiri. Ia tidak akan memandang keadaan temannya, gila dunia sudah menguasai jiwanya. Persahabatan dengan orang yang gila dunia (serakah) adalah racun mematikan, karena watak itu membuat kita menjadi orang yang buruk perangai serta  pergaulan dengan orang serakah dapat menambah keserakahanmu. Sementara persahabatan dengan orang zuhud dapat menambah kezuhudanmu.

Persahabatan dengan orang yang rakus dan serakah terhadap dunia dikhawatirkan dapat berpengaruh kepada kita. Sebaliknya, kezuhudan orang sekitar bisa dapat menular kepada kita. Di sinilah pentingnya memerhatikan tingkat kezuhudan atau keserakahan seseorang terhadap dunia.

Kelima, kejujuran.

Jujur adalah mengatakan apa yang ada di depan mata. Sifat ini sangat penting dalam mempertimbangkan teman kita. Karena jika kita berteman dengan pendusta, kau dapat tertipu olehnya. Pendusta itu seperti fatamorgana, dapat mendekatkan sesuatu yang jauh dan menjauhkan yang dekat darimu

Kejujuran ini sangat penting karena ia akan memberikan informasi atau kabar yang valid dan akurat kepada kita. Setidaknya, ia membawa kabar apa adanya, bukan interpretasi atau tafsirnya atas informasi tersebut.

Oleh : M. Hasani


[1] Imam Ibn Athaillah

[2]Ta’limul Muta’allim hal 56

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *