Menyingkap ‘Tabir’ Demi Menggapai ‘Hadir’
كَيْفَ يَحْتَجِبُ اْلحَقُّ بِشَيْءٍ, وَالَّذِيْ يَحْتَجِبُ بِهِ هُوَ فِيْهِ ظَاهِرٌ وَ مَوْجُوْدٌ حَاضِرٌ.
Bagaimana mungkin Allah terhijab oleh sesuatu, sedang Allah itu zahir, Allah akan tampak di mata orang-orang yang memiliki mata hati, dan Dia benar-benar ada serta hadir bahkan sangat dekat.
Jikalau seseorang menganggap bahwa Allah terhijab oleh sesuatu, oleh sebagian makhluknya, maka orang tersebut sedang tersesat. Sebab faktanya, Dia tidak akan pernah terhijab oleh siapa dan apapun.
Meskipun orang tersebut adalah orang terkaya sekalipun, orang paling berkuasa sejagat raya, orang terkuat sedunia, tidak akan sedikit pun dapat menghijab-Nya. Tidak satupun makhluk yang Dia ciptakan dapat membuat-Nya terhijab.
Semua yang ada saat ini, dunia dan seisinya, alam semesta, jagat raya dan selainnya merupakan dalil atau bukti yang menunjukkan kehebatan-Nya. Sedangkan dalil atau bukti yang menjadi tanda kehebatan-Nya tidak akan pernah mungkin menghijab Dzat yang menyebabkannya menjadi dalil.
Hanya saja, dalil adalah bukti untuk meyakinkan orang-orang yang buta, orang-orang yang tidak memiliki mata hati terhadap wujud-Nya. Jika kita termasuk orang-orang yang tidak dapat menyaksikan-Nya, maka itu bukan karena Allah terhijab oleh sesuatu untuk kita lihat, namun semata karena kelemahan pandangan kita, atau bahkan sebab kita termasuk dari mereka yang buta mata hatinya.
لَا تَيْأَسْ مِنْ قَبُوْلِ عَمَلٍ لَمْ تَجِدْ فِيْهِ وُجُوْدُ الْحُضُوْرِ, فَرُبَّمَا قُبِلَ مِنَ اْلعَمَلِ مَا لَمْ تُدْرَكْ ثَمْرَتُهُ عَاجِلاً
Hendaklah seseorang pantang menyerah dalam berusaha agar amalnya diterima oleh Allah. Meskipun pada kenyataannya, saat ia melakukan ibadah belum bisa khusyuk, belum bisa merasakan وجود الحضور (merasakan kehadiran Allah), bahkan setelah berulangkali mengusahakannya. Sebab وجود الحضور hanyalah sebuah dalil atau bukti dari diterimanya amal ibadah. Oleh karena itu, ketika dalil atau bukti وجود الحضور yang diinginkan belum juga muncul, bukan berarti tidak ada hasil. Mungkin jadi Allah akan memberikan hasil tapi bukan pada waktu yang persis saat ia menginginkannya, melainkan pada waktu yang Allah inginkan.
Sudah pasti, khusyuk merupakan syarat diterimanya amal ibadah. Namun, fitrah manusia tidak ada yang sempurna, juga setiap manusia berbeda, ada yang dapat menjalankan ibadah dengan benar-benar khusyuk secara sempurna, ada juga yang tidak bisa benar-benar khusyuk, bahkan ada yang sama sekali tidak bisa khusyuk. Semua itu adalah hal yang lumrah, tidak ada yang perlu disesali. Kewajiban kita adalah berusaha, bukan khusyuk secara sempurna. Masalah hasil, Allah yang menghendaki.
Secara garis besar, diterima atau tidaknya amal ibadah kita, tergantung Allah setelah kita berusaha sedapat mungkin. Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana atas segalanya. Mungkin jadi, kita yang sulit untuk khusyuk diterima amal ibadah kita. Atau malah sebaliknya, sesuai kebijaksanaan-Nya.
Alhasil, apa yang kita harapkan masih belum diberikan pada waktu yang kita inginkan, tapi Allah telah merencanakannya pada waktu yang Dia tentukan. Apa yang kita anggap buruk, mungkin baik bagi-Nya, atau malah sebaliknya.
Sedapat mungkin kita berusaha, berdoa, lalu pasrahkan kepada-Nya. Shadaqallah.
*Ditranskip dari pengajian yang diampu oleh KH. Muzakki Birrul Alim
Oleh: Fauzan al-Kamili