Seberkas Anwar Ilahi untuk Kita
اَنْوَارٌ أُذِنَ لَهَا فِي الْوُصُولِ وَ اَنْوَارٌ أُذِنَ لَهَا فِي الُّدخُولِ. رُبَّمَا وَرَدَتْ عَلَيْكَ الْاَنْوَارُ فَوَجَدَتْ الْقَلْبَ مَحْشُوًّا بِصُوَرِ الْآثَارِ فَارْتَحَلَتْ مِنْ حَيْثُ نَزَلَتْ
Memperbincangkan ‘cahaya’, bukan cahaya atau sinar yang terpancar dari makhluk, melainkan cahaya tidak kasat mata milik Allah. Cahaya (al-Anwar) yang disebut dalam kitab Syarhul-Hikam adalah makrifat dan rahasia-rahasia ketuhanan. Cahaya ini berhubungan dengan hati setiap orang, cahaya yang didambakan setiap orang mukmin.
Ada dua macam cahaya yang akan bersentuhan dengan hati. Pertama, cahaya yang masuk hanya sampai ke permukaan hati seseorang, menyinari sekitar tetapi tidak dapat menembus ke dalam hati. Keadaan ini masih memungkinkan cahaya tersebut keluar-masuk, datang-pergi, sebab cahaya tersebut masuk hanya sebatas di permukaan hati.
Dengan kata lain, pola hati seseorang yang mendapatkan cahaya ini cenderung berubah-ubah. Di satu keadaan orang itu akan memandang nafsunya, dalam keadaan lain ia akan memandang Rabb-nya. Atau ia akan sering mencintai akhirat dan membenci dunia, tapi di kesempatan yang lain ia akan mencintai dunia tanpa memperdulikan akhirat.
Kedua, adalah cahaya yang masuk hingga ke hati seseorang yang terdalam, yakni ulu hatinya. Keadaan inilah yang teramat didambakan setiap orang mukmin. Cahaya yang menerangi permukaan hingga hati yang terdalam. Barang siapa yang beruntung mendapatkan cahaya ini akan buta matanya terhadap apapun selain Allah. Ia tidak akan mencinta kecuali cinta pada Rabb-nya. Tidak satupun yang ia sembah dan ia pinta pertolongan kecuali Allah. Sebagian para Arifin berkomentar, “Ketika iman telah sampai di permukaan hati seseorang, ia akan mementingkan akhiratnya di satu waktu. Namun, juga lebih mementingkan dunia daripada akhiratnya di satu waktu yang lain. Mencintai Rabb-nya tetapi juga menuruti nafsunya di satu kesempatan. Beda halnya, ketika iman itu masuk sampai ke ulu hati, hati yang terdalam, maka hal yang paling ia benci adalah dunia, dan hal yang paling ia musuhi adalah nafsu.”
Adakah seseorang yang tahu kapan cahaya itu akan datang? Coba kita melihat sederet histori cendikiawan agama. Tidak ada banyak waktu untuk mereka bekerja, terlebih melakukan hal lain yang tidak terlalu penting kiranya. Justru Sebagian besar dari waktu yang mereka miliki diperuntukkan pada aktivitas spiritual, menunggu cahaya dari Allah swt. Namun, cahaya itu tak kunjung menghampirinya.
Sebab tidak seorangpun mengetahui kapan cahaya itu akan datang, maka siapapun yang menginginkannya harus mempersiapkan diri. Bisa jadi, cahaya itu akan menghampiri seseorang saat hatinya sedang tenggelam dengan kenikmatan-kenikmatan makhluk-Nya, dan bahkan berada dalam keadaan yang tidak selayaknya sehingga cahaya itu akan enggan masuk kedalam hatinya dan pergi kembali kepada pemiliknya, Allah.
Jikalau anda adalah salah seorang yang menginginkan cahaya itu, bersihkan hati anda dari keindahan dunia yang sebenarnya hanya sejenak. Sehingga di saat cahaya itu menghampiri anda, saat itu pula anda dalam keadaan yang siap untuk menerimanya, cahaya itu tidak enggan kepada anda.
Jikalau anda mempersiapkan segala hal untuk merasakan kenikmatan dunia fana ini, padahal dunia ini tidak akan anda miliki selamanya, cobalah untuk menyiapkan apapun yang anda butuhkan agar dapat menerima hadiah dari ar-Rahman, yakni cahaya yang didambakan.
Benahi diri, bersihkan hati, bermunajat, mendekatkan diri kepada Dia Sang Pemilik. Segala puji hanya untuk-Nya. Allahu a’lam bis shawab.
*Ditranskip dari pengajian yang diampu oleh KH. Muzakki Birrul Alim
Oleh: Fauzan al-Kamili