Menunda Menikah Karena Fokus Belajar
Menikah merupakan salah satu keputusan terbesar dalam hidup seseorang. Bukan hanya menyatukan dua individu yang berbeda. Akan tetapi menikah adalah awal dari kehidupan berkeluarga dan komitmen seumur hidup, sehingga tak jarang hal ini membuat sebagian orang berfikir bahwasanya pernikahan bukanlah perkara yang mudah, banyak yang harus dipertimbangkan. Terutama bagi para pencari ilmu, tidak sedikit dari mereka menganggap pernikahan dan wanita sebagai belenggu dalam menempuh pendidikan, sehingga banyak dari mereka yang memilih untuk mengakhirkan menikah karena ingin fokus terhadap pendidikannya.
Sebenarnya, mengutamakan pendidikan sebelum menikah adalah keputusan yang bijaksana, karena fokus pada belajar dapat membantu seseorang membangun dasar yang kuat untuk masa depan, sehingga menunda pernikahan untuk fokus pada pendidikan dapat memberikan seseorang lebih banyak waktu dan kesempatan untuk berkembang dan mencapai tujuannya sebelum memasuki dunia pernikahan. Bahkan Imam Nawawi pernah ditanya tentang alasan beliau kenapa tidak kunjung menikah sebagaimana yang tercantum dalam kitab al-‘Ulamâ‘ al-Uzzáb alladzîna Átsaru al-‘Ilma ‘alaz-Zawáj karya Abdul Fattah Abu Ghuddah sebagai berikut:
قِيلَ لِلنَّوَوِيِّ رَحِمَهُ اللهُ لِمَاذَا لَا تَتَزَوَّج ؟ فَأَجَابَ يَمُوْتُ الْعِلْمُ بَيْنَ فَخِذَي النَّسَّاءِ
“Imam Nawawi ditanya; ‘Kenapa anda tidak menikah?’ Kemudian Imam Nawawi menjawab, ‘Ilmu akan mati di antara kedua paha perempuan[1]’.“
Juga pernyataan al-Imam Bisyr al-Hafi dalam kitab yang sama sebagaimana berikut:
ذُبِحَ الْعِلْمُ بَيْنَ أَفْخَاذِ النِّسَاءِ
“Ilmu itu disembelih (mati, tidak ada) di antara paha- paha perempuan[2].“
Dari ibarat di atas dapat disimpulkan bahwasanya para pencari ilmu sebaiknya tidak menikah terlebih dahulu, karena menikah dapat menyebabkan ilmu tidak lagi bisa dikembangkan.
Hanya saja bagaimana jika seseorang lebih memilih untuk mengakhirkan menikah karena masih ingin fokus pada pendidikan, akan tertapi hal tersebut malah menyebabkan orang itu jatuh ke dalam perkara haram seperti pacaran. Maka, apakah memilih untuk fokus terhadap pendidikan masih dianggap lebih baik dari pada menikah?
Sayid Muhammad Amin bin Idrus bin Abdillah dalam karyanya Budurus–Sa’âdah menyampaikan tentang kebolehan seseorang untuk menunda menikah karena fokus belajar dikarenakan hukum asal dari menikah bukanlah perkara yang wajib, hanya saja dengan syarat orang tersebut tidak terjatuh ke dalam lubang kemaksiatan. Jika dengan tidak menikah malah menyebabkan seseorang jatuh dalam kemaksiatan maka hukum menikahnya menjadi wajib, sebagaimana redaksi ibarat berikut:
لَا بَأسَ فِي تَأْخِيرِ الزَّوَاجِ لِإِكْمَالَ الدِّرَاسَةِ بَعْدَ بُلُوغِ سِنِّ التَّكْليفِ إِنَّ كَانَ لَا يَخَافُ عَلَى نَفْسِهِ الْوُقُوعَ فِي الْمَعْصِيَةِ فِي الْمُدَّةِ الَّتِي يُفْضِيهَا لِلدِّرَاسَةِ- الى ان قَالَ – لِأَنَّ أَصْلَ الزَّوَاجِ لَيْسَ بِوَاجِبٍ. وَأَمَّا إِنْ كَانَ هُنَاكَ حَاجَةٌ إِلَى الزَّوَاجِ خَوْفًا أَنَّ يَقَعَ فِي الْمَعْصِيَةِ فِي الْمُدَّةِ الَّتِي يُفْضِيهَا لِلدِّرَاسَةِ كَخَوْفِ الْوُقُوعِ فِي الإستمناء بِيَدِهِ أَوِ السِّحَاقَ بَيْنَ النِّسَاءِ أَوْ مُرَاسَلَةِ النِّسَاءِ الْأَجْنَبِيَّاتِ أَوْ غَيْرِهِ كالزنا – وَالْعِيَاذُ بالله – فَالْوَاجِب الْمُبَادِرَة إِلَى الزَّوَاجِ إِذَا تَيَسَّرَ. وَلَوْ تَأَخَّرَ فِي الدِّرَاسَةِ أَوْ تَعَطَّلَتِ الدِّرَاسَةُ. فَحِفْظُ دِينِهِ وَعِفَّتِهِ وَسَمْعَتِهِ مُقَدَّمٌ عَلَى إِكْمَالِ الدِّرَاسَةِ.
” Boleh menunda menikah karena fokus belajar setelah mencapai umur taklif (umur dimana hukum-hukum syariat sudah berlaku baginya) jika tidak ada kekhawatiran akan jatuh ke dalam maksiat di masa yang ia habiskan dalam menempuh pendidikannya, karena hukum asal dari menikah itu tidak wajib. Akan tetapi, jika ada hajat yang menyebabkan dia menikah seperti takut melakukan onani, takut melakukan saling adu farji (lesbian) bagi para wanita, melakukan surat menyurat atau chatingan dengan perempuan yang bukan mahram atau perbuatan lain seperti zina, maka wajib hukumnya bagi orang tersebut untuk menyegerakan menikah ketika memang sudah mampu, sekalipun dengan menikah tersebut menyebabkan pendidikannya terbengkalai atau berhenti untuk tidak belajar, karena menjaga agama, kesucian, dan kehormatan lebih didahulukan daripada memilih untuk fokus dalam pendidikan[3]. “
Dari penjelasan Sayid Muhammad Amin bin Idrus di atas dapat disimpulkan bahwasanya menyegerakan untuk menikah itu menjadi wajib jika dengan menunda menikah malah akan menyebabkan seseorang terjatuh dalam kemaksiatan sebagaimana yang disebutkan di atas. Dalil yang dipakai oleh para pencari ilmu untuk menunda menikah ketika masih fokus belajar dengan menggunakan perkataannya Imam Nawawi yang mengatakan bahwasanya ilmu akan mati di antara dua paha perempuan, masih ada perbedaan pendapat, sebagaimana pendapat Imam Suyuthi yang dinukil didalam kitab yang sama, yaitu al-‘Ulamâ’ al-Uzzáb alladzîna Átsaru al-‘Ilma ‘alaz-Zawáj ketika beliau ditanya alasan kenapa Imam Suyuti menikah sebagaimana redaksi berikut:
وَ عِنْدَمَا سُئِلَ السُّيُوطِيُّ لمَا أَنْتَ تَتَزَوَّجُ ؟ فَأَجَابَ: عندي، يعيش الْعِلْمُ بَيْنَ فَخِذَيْ النَّسَّاءِ
“Ketika ditanyakan kepada Imam as-Suyuthi, ‘Kenapa Anda menikah?’ Beliau menjawab,“Menurutku, ilmu hidup di antara dua paha wanita[4].“
Pernyataan Imam Suyuthi di atas sangat berbanding terbalik dengan pernyataan Imam Nawawi dan Imam Bisyr al-Hafi yang memilih untuk tidak menikah.
Kesimpulannya dikarenakan hukum asal dari menikah itu tidak wajib, maka untuk orang yang lebih memilih fokus belajar karena ditakutkan dengan menikah pendidikannya akan terbengkalai, dapat dibenarkan dengan mengikuti pendapat Imam Nawawi dan Imam Bisyr Al-Hafi yang mengatakan menikah dapat menghambat proses pencarian ilmu. Sedangkan untuk yang memilih menyegerakan menikah karena mengikuti pendapat dari Imam Suyuti yang mengatakan ilmu akan semakin berkembang jika sudah menikah juga dapat dibenarkan. Hanya saja, jika dalam proses menimba ilmu dan menunda untuk tidak menikah malah akan jatuh ke dalam kemaksiatan seperti pacaran, melakukan onani bahkan zina, maka pendapat yang sesuai adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Sayid Muhammad Amin bin Idrus bin Abdillah yakni wajib untuk menikah jika memang sudah mampu.
Oleh : Irvan Maulana Ramadhani / PemRed IstinbaT
[1] Abdul Fattah Abu Ghuddah, Al-‘Ulama’ al-“Uzzab alladzina Atsaru al-‘Ilma ‘alaz-Zawaj.
[2] Ibid.
[3] Sayid Muhammad Amin bin Idrus bin Abdillah, Budurus-Sa’adah.
[4] Abdul Fattah Abu Ghuddah, Al-‘Ulama’ al-“Uzzab alladzina Atsaru al-‘Ilma ‘alaz-Zawaj.
kata mengakhirkan nikah dalam tulisan ini membuat saya berfikir spontan yang dimaksud adalah mengakhiri nikah😁