Malaikat dan Manusia, Siapa Lebih Utama?
Prolog
Malaikat adalah makhluk Allah yang tercipta dari nur (cahaya). Mereka tidak makan dan minum serta hidup dalam ketaatan pada Tuhannya. Apa yang perintah Allah mereka laksanakan, sebagaimana firman Allah:
يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang (berkuasa) di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” )QS. An-Nahl [16]: 50)
Beda halnya dengan manusia yang disifati dalam al-Quran sebagai makhluk yang bodoh dan selalu berbuat kezaliman.
إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh.” (QS. Al-Ahzab [33]: 72)
Lantas, apakah malaikat lebih utama daripada manusia ? Imam al-Alusi dalam Gholiah al-Mawaidz menukil dari kitab syarh an-Nasafiah menjelaskan bahwa rasul (utusan) dari golongan manusia lebih utama daripada rasul dari utusan malaikat, dan manusia yang awam lebih utama daripada malaikat yang awam. Pendapat ini berdasar atas perintah Allah kepada malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam. Juga ayat:
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran atas seluruh alam (manusia pada zamannya masing-masing).” (Q.S. Ali Imran [3]: 33)
Malaikat masuk dalam bagian orang alam. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Berbeda dengan pendapat di atas, kelompok muktazilah, ilmuwan filsafat dan sebagian ulama mazhab Asy’ari lebih mengutamakan malaikat. Pendapat ini mereka dasarkan atas dua argumen. Pertama, firman Allah,
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ
“yang diajarkan kepadanya oleh (malaikat) yang sangat kuat (Jibril)” [Q.S. An-Najm ayat 5].
Seorang guru lebih utama dari pada muridnya. Kedua, ayat
كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
“Masing-masing beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya” [Q.S. Al-Baqoroh ayat 285].
Penyebutan malaikat sebelum para rasul mengindikasikan bahwa malaikat itu lebih utama.
Epilog
Ayat, عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ secara dhohir bisa diartikan bahwa Jibril adalah guru Nabi Muhammad. Namun, ayat itu bisa dipahami bahwa Jibril hanya men-talqin sedangkan guru sesungguhnya adalah Allah, sebagaimana dalam ayat,
وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ
“serta telah mengajarkan kepadamu apa yang tadinya belum kamu ketahui” [Q.S. An-Nisa’ ayat 113].
Pemahaman ini seperti dalam ayat,
قُلْ يَتَوَفَّاكُم مَّلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ
“Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi (tugas) untuk (mencabut nyawa)-mu akan mematikanmu” [Q.S. As-Sajadah ayat 11].
Secara sekilas, ayat tersebut bermakana malaikat maut adalah yang mewafatkan makhluk hidup. Ketika ayat itu dipadukan dengan ayat,
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا
“Allah menggenggam nyawa (manusia) pada saat kematiannya” [Q.S. Az-Zumar ayat 42]
memberikan Kesimpulan bahwa yang mewafatkan sesungguhnya adalah Allah, sedangkan malaikat yang diberi tugas untuk mencabut nyawa.
Argumen pertama kelompok yang mengunggulkan malaikat juga tertolak dengan kenyataan bahwa malaikat mengakui Nabi Adam lebih alim dari pada mereka. Hal tersebut terekam dalam Al-Quran ketika malaikat ditantang oleh Allah untuk menyebutkan nama-nama benda. Mereka tidak dapat menjawab dan mengakui ketidaktahuannya. Lalu, Nabi Adam diperintah dengan hal sama dan mampu menjawabnya sehingga membuat malaikat harus mengakui keunggulan Nabi Adam dalam segi ilmu atau lebih alim. Sebab itu, Allah perintahkan malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam.
Penyebutan urutan sesuatu dalam kalam Arab tidak pasti menunjukkan keutamaan sesuatu yang disebut terlebih dulu.
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ
Dalam ayat tersebut, Nabi Adam disebut dulu karena beliau hidup lebih dulu dari Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dan Imran. Sebagaimana yang sudah maklum, bahwa nabi yang bergelar ulul azmi itu lebih utama di kalangan para nabi dan rasul. Tentu Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim lebih utama dari Nabi Adam karena beliau berdua termasuk nabi ulul azmi, sedangkan Nabi Adam bukan.
Imam Fakhruddin ar-Razi menyebutkan rahasia di balik urutan dalam ayat, كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ . Allah berada di urutan pertama karena iman kepada-Nya adalah asal dan pondasi keimanan muslim. Kebenaran para utusan tidak dapat diketahui kecuali dengan mengetahui-Nya serta sifat-sifat-Nya. Malaikat disebut di urutan kedua karena Allah memberi wahyu kepada rasul dengan perantara mereka, sebagaimana firman Allah,
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِن وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ
“Tidak mungkin bagi seorang manusia untuk diajak berbicara langsung oleh Allah, kecuali dengan (perantaraan) wahyu, dari belakang tabir, atau dengan mengirim utusan (malaikat) lalu mewahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki” [Q.S. As-Syura ayat 51].
Ayat عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ juga bisa dipahami bahwa Jibril hanya perantara antara Allah dan Nabi Muhammad.
Di urutan ketiga, Allah menyebutkan kitab yang diwahyukan kepada para rasul. Imam ar-Razi memberi perumpamaan Cahaya bulan yang berasal dari matahari. Bulan itu malaikat dan cahayanya itu adalah kitab. Secara urutan, bulan itu lebih dulu dari sinarnya. Begitu juga urutan malaikat lebih awal dari wahyu yang terkandung dalam kitab itu, dan para rasul yang menerima wahyu berada di urutan terakhir.
Kesimpulan
Manusia lebih utama daripada malaikat sekalipun manusia itu disifati zalim dan bodoh dalam Al-Quran karena manusia memliki nafsu dan syahwat yang tidak ada pada diri malaikat dan juga dengan terbantahnya dalil kelompok yang lebih mengutamakan malaikat. Amal manusia lebih banyak pahalanya karena mereka menjalankan dengan susah payah.
Oleh : Muhajir / Redaksi Istinbat