“Don’t Back to Zero”

Zaman dulu, keterbatasan fasilitas baik yang berbentuk sarana semacam alat tulis-menulis; pulpen, buku, komputer maupun prasarana yang biasanya berbentuk bangunan, tidak mudah dipindahkan, dan biasanya juga bersifat menetap, misal gedung sekolah, ruang kelas, merupakan tantangan biasa bagi generasi-generasi terdahulu. Sejarah pun menjadi saksi bisu atas suasana kala itu. Dengan segala kekurangan dan kesederhanaan, justru menelurkan orang berkemampuan di atas rata-rata. Sebut saja Imam Syafii, selaku pendiri mazhab Syafii yang banyak dianut oleh pemeluk agama Islam di dunia. Biografi singkat beliau, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 767 M dan dibesarkan oleh ibunya dalam hidup kemiskinan, bahkan sekadar untuk memiliki pena pun tidak sanggup.

Konon, saat sesi pengajian di hadapan guru Imam Malik, teman sejawatnya menyimak Imam Malik dengan membawa kertas beserta pena. Beda halnya dengan Imam Syafii yang hanya meletakkan jari kanannya ke mulut lalu digerak-gerakkan di permukaan tangan kirinya seolah menulis hadis-hadis yang dibaca. Semantara air liurnya berfungsi sebagai pengganti da’wat. Syahdan, beliau mengungguli mampu teman-temannya. Terbukti, ketika Imam Syafii tahu bahwa dirinya akan dikeluarkan dari majelis pengajiannya karena dianggap telah bermain-main, Imam Syafii berterus terang, “Wahai Guruku, Aku tidak mampu untuk memiliki pena dan kertas tetapi aku mampu mengeja hadis-hadis yang telah dibaca Tuan Guru kepadaku.” Seusai presentasi di hadapan guru, Imam Malik mengapresiasi, dan mengurungkan niat untuk mengusirnya. Beliau lantas mendekati Imam Syafii dan memberinya penghormatan. Itulah ketelatenan dan ketekunan eliau dalam mendulang ilmu. Kepiawaian Imam Syafii dalam berbagai disiplin ilmu, terutama dalam ilmu Fikih, mencari padanannya layaknya  mencari mutiara dalam tumpukan jerami.

BACA JUGA: BUDAK KONTEN

Tanpa jauh-jauh menilik pada masa salaf, dalam abad ke-20 pun (dari tahun 1901 hingga 2000) masih terbilang serba sederhana secara teknologi maupun sarana dan prasarana. Namun banyak tokoh hebat yang lahir dari kualitas pendidikan zaman itu. Sebut saja Lian Wenfeng, sosok disruptor kelahiran tahun 1985. Tak seperti anak muda lainnya yang mengikuti arus zaman, ia bersama dua koleganya justru menciptakan revolusi besar peradaban besar umat manusia. Mereka mendirikan High-Flyer, salah satu firma investasi terkemuka di Tiongkok dengan aset lebih dari US$10 miliar; sebuah dana lindung nilai kuantitatif yang bertumpu pada AI dan matematika.

Lian Wenfeng sejak kecil lebih sering berkutat dengan buku matematika daripada bermain dengan teman sebayanya. Ia acapkali menyusuri kepelikan angka yang bagi banyak orang berbau misteri. Tak heran jika Lian Wenfeng kecil ini dijuluki dengan kutu buku meski bacaannya hanya melingkup ilmu matematika dan angka.

DI era serba instan ini, terlebih usai lahirnya kecerdasan buatan AI (Artificial Intelligence) orang tua harus mendidik anaknya semaksimal mungkin, baik dari moralitas ataupun formalitas yang berkualitas. Sebagai bentuk kewaspadaan, orang tua perlu memantau perkembangan anak. Evaluasilah hasil dari sekolah mereka setiap harinya, apakah akhlak anak kian membaik atau sebaliknya. Lalu apakah ilmu yang didapat bertambah atau justru menurun. Jika tidak ada peningkatan, maka sekolah tak ubahnya rutinitas kosong belaka yang sekedar menggugurkan kewajiban.

Tujuan dari langkah-langkah di atas agar target masa depan anak tercapai sesuai harapan nusa dan bangsa. Jika generasi sebelum kita mampu menciptakan arus sendiri meski serba sederhana dalam sarana penunjang belajar, pakaian dan kehidupannya. Seharusnya kita merasa awkward, malu akan realitas hidup yang serba siap saji, tapi tidak mampu berperan menciptakan perubahan besar di masa mendatang.

Masa depan bangsa terletak di tangan para pemuda sekarang, jika mereka tidak bisa memanfaatkan fasilitas yang luar biasa saat ini, alih-alih 2045 menjadi tahun ramalan generasi emas yang maju bagi bangsa, justru sebaliknya, mereka menjadi generasi cemas yang pasif dan mencemaskan bangsa. Pada akhirnya, kita  harus mengkoreksi bersama apakah tanda-tanda yang mengindikasikan generasi emas itu akan terwujud dalam tahun yang diramal, sudah muncul atau malah sebaliknya. Yang jelas sepertinya belum ada! Syubbanul yaum rijalul ghad.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *