MENGGUGAT PERNYATAAN ULAMA

Memahami teks-teks keilmuan Islam memang sangat beragam dan bertingkat. Selalu ada pemikiran baru yang patut diperhitungkan oleh kemajuan peradaban dunia. Hal ini merupakan kunci utama pintu menuju dunia perdebatan antara menerima atau menggugat, sehingga tidak jarang kita menemukan orang yang merasa risih atau kurang sepakat dengan pendapat pengarang kitab yang sedang ia baca.

Dalam kitab Habailusy-Syawarid, Syekh Ismail Usman Zen mengutip pendapat asy-Syubramilisi yang  menyatakan bahwa penggugatan terhadap pernyataan penulis atau pengarang kitab dalam segi konteks penyusunan hukum dan pengecualian hanya dapat diterima jika memenuhi lima syarat dasar. Syarat-syarat ini merupakan pedoman yang diperlukan untuk memastikan keabsahan penggugatan.

Adapun lima syarat itu adalah:

Pertama, penggugat harus memiliki pengetahuan yang setara atau lebih tinggi daripada penulis yang dia gugat. Artinya, penggugat harus memiliki tingkat pengetahuan yang setara atau lebih tinggi daripada penulis yang dia gugat.

Kedua, penggugat harus mengetahui bahwa pernyataan yang dia gugat berasal dari sumber yang diakui. Oleh karena itu, penggugat harus memiliki pengetahuan tentang kualitas sumber pernyataan yang dia gugat dan mengakuinya.

Ketiga, penggugat harus memahami konteks dan latar belakang penuh dari pernyataan yang dia gugat.

Keempat, penggugat harus bermaksud mencari kebenaran semata.

Kelima, penggugat tidak dapat menemukan argumen alternatif yang lebih kuat untuk mendukung klaimnya. Artinya, pernyataan yang dia gugat tidak dapat diinterpretasikan dengan cara yang lain untuk mendukung kebenaran.

Syekh Ismail Usman Zen menutup pembahasannya dengan catatan penting bahwa dalam beberapa kasus khusus, syarat pertama dapat diabaikan, karena mungkin saja Allah telah mengilhamkan individu secara langsung dengan kebenaran tanpa diketahui pihak lain.

Beliau berkata:

أقول وقد يتوقف بشرط الأول فإنه قد يجرى الله على لسان من دون غيره بمراحل ما لا يجريه على لسان الأفضل

“Akan tetapi menurutku, khusus syarat yang pertama, bisa jadi Allah telah menganugerahkan kepada seseorang suatu ilmu yang tidak pernah Ia berikan kepada orang diatasnya.”[1]

Dengan demikian, kajian ini menggarisbawahi pentingnya perspektif kritis dan ilmiah dalam memahami teks agama, serta perlunya analisis cermat dan refleksi terhadap prinsip-prinsip fikih dan asas-asasnya, guna memastikan pemahaman yang akurat dan benar terhadap ajaran Islam. Namun, harus dilakukan oleh orang yang benar dengan tujuan yang tepat.

Oleh: Zainul Umam


[1] Al-yamani, Isma’il Usman Zen, Habailusy-Syawarid fiqtinasil-Fawaid, Hlm. 122

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *