Belaian Lembut Selimut al-Bushiri

Siapa yang tak mengenal Burdah. Kasidah fenomenal yang tersiar hingga ke seluruh belahan dunia Islam. Kasidah B berisikan seratus enam puluh bait yang seluruh baitnya menggunakan mimiyat yang begitu selaras. Di dalamnya juga berisi beberapa pembahasan yang dibuat pasal per pasal, padat anasir nasihat beserta peringatan, pujian kepada Nabi, keagungan isra mi’raj, jihad prajurit Nabi Muhammad, doa-doa, serta shalawat kepada Nabi, keluarga dan para shahabatnya.

Kasidah ini dikarang oleh penyair arab, Abu Abdillah Syafarudin Abi Abdillah Muhammad bin Hammad ad-Dalashi ash-Shanja asy-Syadzili al-Bushiri, atau yang masyhur dipanggil imam al-Bushiri. Burdah Merupakan salah satu bentuk puisi dalam khazanah kesusasteraan Arab yang dapat bertahan lama. Hal ini dikarenakan bait-baitnya yang mudah dihafal dan memang sudah banyak orang yang menghafalkannya di luar kepala. Selain susunan bahasanya yang indah, kasidah Burdah tidak mudah untuk ditiru, bahkan bagi sastrawan Arab sekalipun. Terbukti seorang kritikus sastra arab, Dr. Zaki Mubarak, yang awalnya menganggap remeh karya al-Bushiri ini, pada akhirnya mengakui nila-inilai estetika yang ada di dalamnya begitu tinggi dan tak dapat tertandingi. De Sacy, seorang pengamat sastra Arab dari Universitas Sorbone Prancis, juga mengakui kelebihan dari kasidah Burdah ini. Ia mengatakan bahwa sampai saat ini masih belum ada penyair kontemporer Arab yang dapat menirukan Burdah.

Burdah merupakan salah satu karya dari al-Bushiri yang paling fenomenal dan menyedot perhatian orang banyak. Salah satu karyanya yang juga pernah al-Bushiri karang ialah sebuah sanjung madah pula kepada sang baginda atas usulan dari Zainudin Ya’kub bin az-Zubair. Akan tetapi kala sampai di tengah karangan, separuh tubuhnya mengalami himeplegia (lumpuh total). Setelah seluruh tabib yang ia datangi mevonis penyakitnya tak dapat disembuhkan, ia mencari cara lain dengan mengarang sebuah syair tentang pujian-pujian kepada Nabi saw. Beliau pun mengarang kasidah burdahnya ini dan terus memohon kepada Allah agar diberi kesembuhan. Ia membacanya berulang-ulang dengan lelehan air mata sembari berdoa dan bertawasul dengan lantunann syairnya. Imam al-Bushiri pun tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya ia di datangi Rasulullah saw, lalu baginda mengusap bagian tubuh al-Bushiri yang lumpuh. Tak hanya itu, baginda juga memberinya selendang, atau yang dalam bahasa Arab dinamakan burdah.

Kala terbangun, al-Bushiri sembuh dari kelumpuhannya. Ketika ia keluar rumah, ada seorang lelaki yang  bertanya kepadanya dan memintanya untuk melantunkan kasidah yang telah ia karang kepada sang baginda. Padahal dia belum menceritakan kejadian ajaib itu kepada siapapun. Laki-laki itu berkata, ”Aku ingin engkau membacakan kasidah sanjunganmu kepada Nabi. Aku dengar (dalam mimpi), kasidah itu kemarin dibaca di hadapan Rasulullah. Aku melihat Rasulullah asyik mendengarkannya, hingga tubuhnya berayun-ayun. Aku juga melihat Rasulullah memberikan sehelai selendang kepada sang pembaca.” Akhirnya kasidah Burdah pun menyebar luas dengan cerita yang sama.

Selain banyak pujian yang ditimpakan untuk kasidah Burdah, bukan berarti kasidah ini terhindar dari kritikan dan makian. Salah satu ulama yang berani mengkritik kasidah Burdah ialah Ibnu Taimiyah yang kemudian diteruskan oleh kelompok Wahabi saat ini. Mereka menganggap bahwa Burdah merupakan bagian dari kelompok sufi yang ekstrem dan keterlaluan dalam menyanjung Nabi. Bahkan ada juga yang mengatakan, bahwa Burdah mengandung kesyirikan yang dilakukan oleh al-Bushiri. Bait yang diklaim demikian oleh kelompok wahabi yaitu:

 

يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَا لِيْ مَنْ أَلُوْذُ بِهِ   #   سِوَاكَ عِنْدَ حُلُوْلِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ

وَلَنْ يَضِيْقَ رَسُوْلَ اللهِ جَاهُكَ بِيْ   #   إِذَا الْكَرِيْمُ تَحَلَّى بِاسْمِ مُنْتَقِمِ

فَإِنَّ مِنْ جُوْدِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّتهَا      #   وَمِنْ عُلُوْمِكَ عِلْمَ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

Wahai makhluk termulia, tiada orang yang menjadi tempat berlindungku selain engkau, saat huru-hara kiamat menimpa semua makhluk

Wahai Rasulullah, keagunganmu tidak sempit karena aku, saat tuhan yang maha Mulia bersifat sebagai Tuhan Yang Maha Penyiksa

Karena, diantara kemurahan hatimu adalah duania dan tandingannya(akhirat). Dan diantara ilmumu adalah ilmu Lauh Mahfuzh dan Qalam

Kritik di atas merupakan hal yang biasa dilakukan oleh para Wahabi dan pengikut Ibnu Taimiyah, yang sangat keras terhadap kegiatan para sufi yang berkenaan dalam hal keagamaan. Padahal untuk memuji Nabi Muhammad sekali-kali tentu bukan berarti menuhankan nabi. Namun, sebuah pengakuan terhadap Nabi sebagi manusia pilihan. Dalam al-Quran disebutkan: “kami tidak utus engkau(Hai Muhammad) kecuali sebagi rahmat bagi alam semesta”. Bukankah ini merupakan kelebihan dan pujian?

Dalam QS al-Ahzab [33]: 56 pun dikatakan bahwa Allah dan para malaikat bershalawat kepada nabi Muhammad, dan memerintahkan agar para mukmin juga menghaturkan shalawat kepadanya dengan sehormat-hormat salam.

Namun demikian, kasidah Burdah ini tetaplah karya dengan nilai sastra tinggi yang diakui oleh masyarakat luas. Bahkan para ahli sastra sekalipun. Dr. Ali Najib memberikan penilaian bahwa kasidah Burdah al-Bushiri diangggap lebih cerdas dan lebih tinggi kesusasteraannya dibandingkan sajak burdahnya Kaab bin Zuhair. Namun Burdah al-Bushiri tetap tidak dapat melangkahi Burdah Kaab bin Zuhair, sebab dilihat dari kemuliaan seorang shahabat, dan juga kasidah Burdah yang dikarangnya sudah pernah dibaca langsung oleh Rasulullah SAW. Sedangkan Burdah al-Bushiri hanya dalam mimpi.

Oleh: Zainul Arifin


Referensi:

  1. Sayyid Ahmad bin Ahmad bin Ajibah al-Hasani, al-Umdah fi Syarhil-Burdah, Dar Al-Kotob
    Ilmiyah, hal.03
  2. M. Masykuri Abdurrahman, Terjemah Burdah Imam al-Bushiri, Sidogri Penerbit
  3. Ibid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *