Sikap Mukmin Terhadap Komunitas Lain
Sikap mukmin dengan sesama mukmin berbeda jauh dengan sikapnya terhadap orang kafir dan munafik karena interaksi sesama mukmin berbasis pada ikatan persaudaraan dan tolong menolong. Sudah pasti, iman dalam hal ini menjadi pilar utama yang mendasari bangunan loyalitas dan solidaritas Islam, karena pada dasarnya seorang mukmin tidak diserahkan perwaliannya kecuali kepada sesama mukmin yang terikat dalam satu akidah. Apabila dasar teologisnya berbeda maka tidak ada ikatan persudaraan, perwalian dan sikap saling membantu. Allah berfirman:
اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوا الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَهُمْ رٰكِعُوْنَ
Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang menegakkan shalat dan menunaikan zakat seraya tunduk (kepada Allah). (Al-Maidah :55).
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (At-Taubah:71)
Adapun interaksi mukmin dengan orang kafir dan munafik merujuk pada sikap membebaskan dan tidak mengikat, yakni bersikap tegas dan tanpa ada keraguan, interaksi yang tidak menimbulkan kebimbangan dalam hati dan tidak kontradiksi dengan kaum muslim lainnya. Tidak ada upaya saling tolong menolong ataupun saling menyayangi dalam hal akidah dengan orang kafir. Semua itu demi menegakkan keimanan.
Namun sayangnya, sikap tersebut sering sekali dibenturkan dengan masalah toleransi, terlebih di negara kita Indonesia, negara yang memiliki motto ‘’berbeda beda tapi tetap satu.’’ Perbedaan ini hampir mencakup segala aspek termasuk agama. Karena itu, tak heran jika masyarakat Indonesia sangat mempedulikan toleransi. Namun, keberagaman tersebut bukan hal yang harus ditakuti atau dimusuhi. Sebab, keberagaman ini justru yang menjadikan bangsa kita besar, kaya dan istimewa. Memang mempertahankan persatuan di atas keberagaman adalah sebuah kerja keras. Namun, bukan sesuatu yang mustahil dilakukan terutama jika kita sama-sama memegang teguh nilai Pancasila.
Bagaimana peraturan toleransi yang sesungguhnya dalam syariat? Pada kenyataannya masih banyak umat Islam yang melakukan toleransi secara berlebihan meski dengan cara meninggalkan kewajiban atau bertentangan dengan syariat. Dalam kitab Hasyiah Bujairami alal Khatib dijelaskan mengenai batasan toleransi antar umat beragama hanya dalam persoalan muamalah dan mu’asyarah dunyawiyah bukan permasalahan i’tiqadiyah dan ibthalul batil
Patut diketahui, toleransi terhadap non muslim bukan dalam konteks muwalah perwalian. Namun, kita tetap dianjurkan berbuat baik dan adil dalam berinteraksi dengan mereka, tetapi ini berlaku selama mereka tidak melancarkan serangan. Allah berfirman :
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Sedangkan toleransi merujuk pada al Quran surat al-Jatsiyah ayat 14-15 yang berbunyi:
قُلْ لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يَغْفِرُوْا لِلَّذِيْنَ لَا يَرْجُوْنَ اَيَّامَ اللّٰهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا ۢبِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Katakanlah (Nabi Muhammad) kepada orang-orang yang beriman, hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tidak mengharapkan akan hari-hari (pembalasan) Allah karena Dia akan memberi ganjaran kepada suatu kaum atas apa yang telah mereka usahakan.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ اَسَاۤءَ فَعَلَيْهَا ۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ
Siapa yang mengerjakan amal saleh, itu untuk dirinya sendiri dan siapa yang berbuat keburukan, itu akan menimpa dirinya sendiri. Kemudian, hanya kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.
Menurut Ibnu Katsir, ayat di atas menegaskan kepada kaum muslimin untuk bisa mamaafkan kesalahan orang kafir dan sabar dalam menanggung beraneka ragam siksaan mereka. Perintah ini turun di awal perkembangan Islam, yakni kaum muslimin di perintahkan untuk bisa bersabar atas cercaan kaum musyrikin dan ahli kitab. Ini dimaksudkan untuk meninggalkan kesan baik pada mereka. Namun, di kala orang kafir tetap bersikeras bersikap anarkis, Allah pun lalu mewajibkan kaum mukmin untuk berjihad melawan kekerasan mereka.
Oleh : Irfan Hakim / Redaksi Istinbat