Menggapai Predikat Tetangga Terbaik
Dalam menjalani aktivitas sehari-hari, manusia tidak akan lepas dari interaksi sosial dengan tetangga. Meskipun di daerah perkotaan interaksi antar tetangga semakin menurun akibat berbagai faktor, tetapi peran tetangga tetaplah urgen dan tidak bisa dinafikan, sebab tetangga adalah orang terdekat yang akan membantu pertama kali saat kita tertimpa musibah.
Dalam Islam, prinsip sosial yang menjelaskan etika dan sikap baik dalam bertetangga telah dijelaskan al-Quran dan Hadis. Namun, sebelum membahas etika, penting bagi kita untuk mengetahui batasan orang-orang yang masuk dalam cakupan status tetangga.
- Batasan status tetangga
Mengenai batasan tetangga, terdapat beberapa riwayat yang berbeda dalam penetapan statusnya. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam mengemukakan perbedaan tersebut kitabnya Fathul-Bari, berikut arti redaksinya:
“Terdapat perbedaan mengenai batasan tetangga. Riwayat dari Sayidina Ali menyebutkan bahwa, ‘Orang yang (masih bisa) mendengar panggilan adalah tetangga’. Dikatakan, ‘Barang siapa yang shalat Shubuh di masjid bersamamu maka dia adalah tetangga’. Dari Sayidah Aisyah, ‘Batasan tetangga adalah 40 rumah dari segala sisi'”.
Riwayat serupa juga disampaikan oleh Imam al-Auza’i, dan Imam Bukhari dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad dari al-Hasan.
Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu Syarhul-Muhadzdzab juga menguraikan beberapa pendapat ulama dalam memberikan batasan status tetangga. Secara ringkas, pendapat yang menerangkan cakupan tetangga paling dekat adalah orang yang rumahnya menempel secara langsung, sedangkan pendapat yang menyatakan cakupan tetangga paling jauh ialah seluruh ahlul balad.
Baca Juga: SAHABAT SEJATI
2. Dorongan syariat untuk memuliakan tetangga
Dalam hal ini, Allah ﷻ berfirman:
وَاعْبُدُوا اللّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS an-Nisa [4]: 36)
Adapun dorongan memuliakan tetangga yang termaktub dalam hadis, terangkai rapi dalam kitab-kitab para ulama, di antaranya sabda baginda Nabi Muhammad ﷺ dari riwayat Abi Hurairah:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ. وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ. وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. وفي الرواية الأخرى: فَلاَ يُؤذِي جَارَه.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah dengan perkataan yang baik atau diam, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari Muslim)
Dalam riwayat hadis lain menggunakan redaksi, ‘Maka janganlah ia menyakiti tetangganya’.
Al-Qadhi ‘Iyadh mengatakan, maksud dari hadis tersebut adalah, setiap orang yang memegang teguh syariat Islam, maka wajib baginya untuk memuliakan tamu dan tetangganya, serta berbuat baik terhadap keduanya.
3. Hak-hak tetangga
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, menjabarkan berbagai hak tetangga, beliau mengatakan:
“Di antara hak tetangga adalah, mengucapkan salam terlebih dahulu, tidak berbicara panjang lebar bersamanya, tidak terlalu banyak menanyakan urusannya, menjenguknya saat sakit, mengunjungi ketika tertimpa musibah, mengapresiasi dan menunjukkan ekspresi senang saat tetangga mendapat kebahagiaan, memaafkan kesalahannya, tidak mengintip dari atas loteng untuk melihat auratnya, tidak meletakkan kayu di tembok, saluran air dan halaman yang dapat mengganggu, tidak mempersempit jalan menuju rumahnya, tidak memandang terus-menerus barang yang dibawa oleh tetangga ke rumahnya, menutupi bagian yang terbuka dari auratnya, mendukung dan membantu tetangga ketika tertimpa musibah, mengawasi rumahnya saat ditinggal bepergian, tidak menyebar pembicaraan yang tidak baik mengenainya, memejamkan pandangan dari melihat kehormatan (privasi) tetangganya, tidak memandang pembantunya, bertutur kata dengan lembut terhadap anaknya, mengarahkan tetangga dalam urusan duniawi atau agama yang belum diketahuinya”.
4. Predikat tetangga terbaik
Rasulullah ﷺ telah menyebutkan kriteria untuk menggapai gelar ‘tetangga terbaik’ dalam hadis:
خَيْرُ الأَصْحَابِ عِنْدَ اللّٰه تَعَالَى خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ، وَخَيرُ الجِيرَانِ عِنْدَ اللّٰه تَعَالَى خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ». رواه الترمذي،
وَقالَ: حديث حسن
“Teman terbaik di sisi Allah adalah yang paling baik pada temannya, dan tetangga terbaik di sisi Allah ialah mereka yang paling baik terhadap tetangganya.” HR. Tirmidzi
Syekh Ahmad Huthaibah dalam menginterpretasikan hadis di atas mengatakan bahwa, tetangga memiliki hak yang harus ditunaikan satu sama lain. Tetapi, agama Islam mengajarkan kita untuk melakukan amal tanpa menunggu balasan serupa dari orang lain. Sebab, menunggu balasan amal dari orang lain hanya akan membuat diri kita kesal.
Lebih lanjut beliau menganjurkan untuk beramal karena Allah ﷻ, karena tetangga terbaik ialah yang mampu memuliakan tetangganya murni karena Allah ﷻ, bukan bertujuan menuai pujian, simpati dan ucapan terima kasih dari manusia.
Baca Juga: Mencari Sahabat Yang Tepat
Nuril Anwar/IstinbaT
Referensi:
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul-Bari ala Syarhil-Bukhari, IV/8200, Hadza.
Imam Syarafuddin Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu Syarhul-Muhadzdzab, XVI/618, Hadza.
Imam Syarafuddin Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarhun-Nawawi ala Shahih Muslim, II/143, Hadza.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, II/702, Hadza.
Syekh Ahmad Huthaibah, Syarhut-Targhib wat-Tarhib lil-Mundziri, XLV/5, Maktabah Syamilah.
Syekh Ahmad Huthaibah, Syarh Riyadush-Shalihin, XIII/13, Maktabah Syamilah.