Fase Awal Dakwah Rasulullah

Memperhatikan keluarga bukan hanya dipandang dari sebuah materi. Perhatian yang sejati adalah membawa mereka ke jalan yang baik dan benar. Mendakwahi mereka agar selalu tunduk terhadap perintah Tuhannya termasuk salah satu cara menjauhkan mereka dari bahaya. Tak ayal jika Rasulullah mengawali dakwahnya dari keluarga sendiri. Hal ini direkam oleh berbagai sejarawan dalam karya mereka. Imam Muhammad Abu Zahrah menuturkan bahwa setelah Rasulullah menerima wahyu dan ajaran Islam, beliau menyebarkannya kepada orang yang serumah dan menjadi temannya.1  Beliau mengajak istrinya, Sayidah Khadijah untuk menuhankan Allah semata dan mengimani-Nya. Ibnu Hisyam menyatakan bahwa Sayidah Khadijah selalu membenarkan serta mengimani apa yang dibawa oleh Rasulullah.2 Pernyataan ini menjadi bukti bahwa Rasulullah memulai dakwahnya dari keluarga beliau sendiri.

Sayidina Ali bin Abi Thalib yang serumah dengan Nabi Muhammad telah mendeklarasikan keislamannya sejak kecil. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa suatu hari Nabi Muhammad sedang shalat bersama Khadijah. Ali yang kala itu berumur sepuluh tahun melihat apa yang dilakukan sepupunya. “Wahai Muhammad, (agama) apa ini”, tanya Ali dengan suara lirih. “(Ini) adalah agama Allah yang dipilih dan dibawa oleh Rasul-Nya. Sekarang aku mengajakmu untuk menuhankan Allah semata, beribadah dan mengkufuri al-Lata dan al-Uzza”, jelas dan ajak Rasulullah kepada Ali. Keesokan harinya dia menemui Nabi Muhammad dan menyatakan keislamannya. Jiwanya yang bersih dan lembut mampu menerima ajakan Baginda Nabi Muhammad. Terbukti ketika ayahnya, Abu Thalib bertanya kepada dirinya, tentang agama apa yang dia peluk, Ali dengan mantap menjawab, “Ayahanda, aku telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku membenarkan risalahnya, shalat bersamanya dan mengikuti beliau.” 3

Zaid bin Haritsah bin Syurahbil pun tak lepas dari ajakan Rasulullah. Budak yang dihibahkan oleh Sayidah Khadijah itu memeluk Islam setelah Nabi Muhammad mengajaknya. Barkah yang setia menemani Rasulullah juga menjadi objek dakwahnya. Perempuan yang akhirnya dikenal dengan nama Ummu Aiman itu berpikir jernih, sehingga semua yang disampaikan Rasulullah diterima dan semuanya dianggap rasional.

Empat tokoh Islam ini menjadi bukti sejarah bahwa Rasulullah mengawali dakwahnya dari bawah atap rumahnya sendiri. Terbukti Rasulullah selalu mengajak keluarganya untuk menyembah Allah semata. Abu Thalib, paman beliau juga tak lepas dari ajakan beliau. Ketika Abu Thalib melihat Nabi Muhammad melaksanakan shalat bersama Ali, beliau bertanya tentang agama yang mereka peluk. “Paman, ini adalah agama Allah, Malaikat-Nya, Rasul-Nya, dan agama kakek kita, Nabi Ibrahim. Allah mengutusku dengan membawa agama ini. Paman, aku mengajakmu kepada kebenaran, dan engkau lebih berhak untuk kuajak dan menolongku”. 4 Begitulah jawaban tegas Nabi Muhammad. Cahaya kenabian mulai tersebar. Rumah beliau dipenuhi dengan cahaya terang benderang, hingga keluar dari dalam rumah.

Objek dakwah Rasulullah pun semakin lebar. Abdullah bin Abi Quhafah yang bertetangga dengan Rasulullah ikut diajak memeluk Islam. Sosok yang dikenal dengan Abu Bakar itu selalu siap membantu Rasulullah dalam menjalankan dakwah. Pria yang akhirnya menjadi mertua Nabi Muhammad itu mengajak sahabatnya yang lain. Utsman bin Affan, Az-Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, dan Abu Ubaidah bin Abdullah bin al-Jarrah merupakan as-Sabiquna al-Awwalun yang keislamannya di bawah ajakan Abu Bakar. Semua ini tidak mengecualikan perbedaan ulama tentang Islamnya Abu Bakar dan Ali.5

Sasaran dakwah Rasulullah pun terus berkembang. Beliau memperluas dakwahnya dari skala kecil hingga skala besar. Tahun ketiga kenabian adalah tahun perluasan dakwah rasul. Allah memerintahkan Rasulullah untuk mengingatkan kerabat dekatnya. “Dan berikanlah peringatan kepada keluargamu yang terdekat,” begitulah kiranya arti ayat QS asy-Syu’ara: 214, sebagai perintah kepada Nabi Muhammad.

Nabi tak pernah putus asa. Beliau terus berdakwah kepada kerabat dekatnya. Bukit Shafa merupakan salah satu bukti bisu. Jalan terjal, batu-batu, dan hamburan debu menjadi teman Rasulullah dalam dakwah. Suara Nabi Muhammad terdengar ke seantero Kota Makkah, memanggil Bani Adi, Bani Fihr, Bani Abdi Manaf, Bani Hasyim, dan orang-orang Quraisy untuk mengajak dan memberikan suatu peringatan kepada mereka. Suara gemuruh terdengar menyahut dari mereka. Abu Lahab menertawakan dan mengejek Baginda Muhammad. Allah pun tak tinggal diam melihat sang kekasih diancam. Allah menurunkan wahyu tentang Abu Lahab seperti yang tertera di dalam al-Quran, surah al-Lahb.6

Jalan tak selamanya lurus, penuh lika-liku. Begitu juga dakwah Rasulullah tak selamanya mulus, penuh dengan rintangan dan tantangan. Rasulullah semakin semangat dalam menyebarkan dakwahnya ke skala yang lebih besar, yaitu kepada kaum dan orang-orang Kota Makkah secara keseluruhan, tanpa memilah antara kerabat dekat atau bukan. Umat Islam pun semakin kuat. Mereka berbondong-bondong memeluk Islam tanpa ada paksaan. Ibnu al-Qayim menuturkan bahwa sasaran dakwah selanjutnya adalah orang Arab secara keseluruhan. Rasulullah menyebarkan dakwahnya ke seluruh penjuru Jazirah Arab, baik mereka kerabat dekat atau kerabat jauh.

Sasaran dakwah Rasulullah terus dikembangkan. Beliau mengutus berbagai utusan untuk berdakwah ke negeri seberang, seperti Romawi, Persia, Syam, Mesir, dan Habasyah. Beliau juga mengirim berbagai surat kepada para raja yang berisi ajakan memeluk agama Islam.7  Sebagian mereka menyambut dengan hangat, sebagian yang lain menolak dengan kasar. Ashamah bin Abjar, seorang raja adil dan bijaksana di tanah Habasyah menerima ajaran Rasulullah dengan lapang dada. Sosok yang terkenal dengan Raja Najasyi itu melindungi orang-orang Islam yang berada di sana hingga hijrah ke Madinah. Islam pun semakin kuat dan tersebar ke seluruh dunia. Dakwah Rasulullah berhasil mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju jalan yang terang benderang. Wallau a’lam

Oleh: Imam Ghozali


Referensi:

  1. Zahrah, al-Imam Abu Zahrah, Khatamun –Nabiyyin, Darul Fikr al-Arabi, I/286.
  2. Ibnu Hisyam, Sirah Ibnu Hisyam, Darul Kitab al-Arabi, I/274
  3. Ibnu Hisyam, Sirah Ibnu Hisyam, Darul Kitab al-Arabi, I/283
  4. AL-Halabi, Ali bin Burhanuddin, as-Sirah al-Halabiyah, Darul Makrifah, I/436
  5. Al-Amiri, Abi Zakariya Imaduddin bin Yahya bin Abi Bakr al-Amiri al-Yamani, Bahjatul al-Mahafil, Darul Kutub al-Ilmiyah, I/90.
  6. Ath-Thabari, Tarikhur-Rusuli wal Muluk, Muhammad bin Jarir, Darul Maarif, II/319
  7. Az-Zarqani, Syarhul-Allamah az-Zarqani, I/444

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *