Jejak Akhir Penista Nabi

Fenomena penghinaan terhadap sosok agung Nabi Muhammad tidak hanya terjadi di beberapa dekade ini. Bahkan sudah terjadi sejak beliau masih hidup. Pada zaman Rasulullah ada para Sahabatnya yang tidak akan tinggal diam. Jangankan menghina, berkata tidak sopan saja, secara spontan para Sahabat akan berkata ” Biarkan aku menebas lehernya wahai Rasulullah ”. Apalagi jika sampai menghina dan mencaci-maki, sebagaiman kisah-kisah yang kami uraikan berikut ini.

Abu Afak

Namanya Amr bin Auf, tapi dia lebih dikenal dengan kunyah-nya Abu Afak. Usianya sudah menginjak angka ke-120 tahun ketika Nabi Muhammad datang ke Madinah. Dia memilih memilih berpegang teguh dengan agama kafirnya dan enggan masuk Islam. Bahkan dia menjadi provokator untuk memusuhi Nabi dan Islam

Setelah mendengar kemenangan umat Islam di Perang Badar, kebenciannya kepada Islam semakin bertambah. Dia pun menggubah syair yang menjelek-jelekkan Islam dan Rasulullah. Mengetahui hal itu, Salim bin Umair berkata, “ Aku bernazar untuk membunuh Abu Afak atau aku mati tanpa melakukanya ”. Salim lalu menyusun rencana dan menuggu saat yang tetap untuk membunuhnya. Pada suatu malam Salim pun bergegas menuju rumah Abu Afak di saat dia sedang tertidur pulas. Mengetahui hal itu Salim pun langsung menempatkan pedangnya pada jantungnya. Sehingga Abu Afak terkapat mati di atas alas tidurnya.1

Asma’ binti Marwan

Dia adalah penyair perempuan yang suka mencaci-maki Islam dan Rasulullah. Kesehariannya adalah menjual kurma. Beberapa hari setelah perang Badar, Rasulullah menyuruh salah seorang sahabatnya bernama Umair bin Adi al-Khathami lelaki buta dari Bani Khatmah yang pertama kali masuk Islam untuk membunuhnya. Umair bin Adi pun menyanggupinya. Di tengah malam, dia menuju rumah wanita tersebut, dan berhasil memasukinya. Kala itu, Umair mendapati wanitu itu dikelilingi oleh anak-anaknya yang tertidur pulas, dan dia sedang menyusui anaknya yang masih bayi. Tanpa pikir panjang, Umair menjalankan titah Rasulullah menghunuskan pedangnya tepat pada dada Asma’setelah menyingkirkan bayi itu dari dada Asma’. Pedang itu dia tancapkan sampai menembus punggungnya. Seketika itu wanita tersebut meninggal.

Setelah kejadian itu Umair kembali ke Madinah. Pada saat subuh, ia mendatangi masjid untuk shalat bersama Rasulullah. Setelah selesai shalat, Rasulullah melihatnya dan bertanya ” Apakah engaku telah membunuh putri Marwan ? ”. Umair pun mengiyakan pertanyaan Rasulullah. Mendengar hal itu Rasulullah kemudian berkata “ Barang siapa yang ingin melihat seorang lelaki yang menolong Allah dan Rasul-Nya, maka lihatlah kepada Umair ”. Sejak saat itu pula Umair dijuluki al-Bashir.2

Kaab bin al-Asyraf

Setelah Perang Badar usai, Kaab bin al-Asyraf menuju Mekah untuk membangkitkan jiwa orang-orang Quraisy agar menuntut balas atas kekalahannya. Kaab menyenandungkan syair-syair yang menggugah

hati mereka, mengingatkan kembali keluarga dan teman yang terbunuh dalam peperangan tersebut. Setelah itu dia kembali ke Madinah. Di sana ia juga menyusun syair romansa yang berisi rayuan-rayuan kepada para sahabat dari kalangan perempuan. Lebih dari itu dia juga tak lelah untuk mencaci Islam dan Rasulullah.

Kaab adalah seorang keturunan Yahudi Madinah. Kebenciannya kepada Islam dan Nabi Muhammad sudah tampak saat Rasulullah menginjakkan kakinya di bumi hijrah itu. Saat Rasulullah membuat kesepakatan Piagam Madinah, yang diantara poinnya adalah perjanjian aman antara orang Yahudi dan Islam, dia tetap saja tidak berubah. Semakin hari, kelakuannya semakin menjadi-jadi. Hinaan kepada Rasulullah dan Islam ia ungkapkan lewat kata-kata dan lantunan syairnya.

Melihat hal itu, Rasulullah membuat sayembara kepada para sahabat untuk membunuh Kaab. Seketika itu, Muhammad bin Maslamah, Abbad bin Basyr, Abu Nailah saudara radha’ Kaab, Haris bin Aus, dan Abu Abs bin Jabr menyambut baik hal tersebut.  Setelah itu, rencananya pun disusun. Muhammad bin Maslamah bertindak sebagai ketua.

Di malam yang terang mereka menuju rumah Kaab bin al-Asyraf untuk membunuh penista tersebut dan misi pembunuhan Kaab bin al-Asyraf berhasil. Kelima shahabat itu kembali ke Madinah. Ketika sampai di pemakaman Baqi’ mereka menggemakan takbir sebuah isyarat bahwa mereka telah berhasil membunuh Kaab. Dari kejauhan Rasulullah mendengar takbir mereka dan menyambut mereka dengan takbir pula. Sesampainya di hadapan Rasulullah mereka menunjukkan kepala Kaab dan meletakanya. Maka Rasulullah memuji Allah atas terbunuhnya Kaab bin al-Asyraf.

 Kaab bin Zuhiar

Sejak menegetahui kakaknya yang bernama Bujair masuk Islam, Kaab sangat jengkel dan marah. Dia akhirnya mengirim surat yang beriisi beberap bait syair yang menghina Rasulullah dan Islam. Sebelumnya, dia memang dikenal dengan orang yang mencaci-maki Rasulullah. Bait syair pun sampai kepada Rasulullah. Atas perbuatan Kaab bin Zuhair tersebut, Rasulullah menyia-nyiakan nyawanya. “ Barang siapa yang bertemu Kaab, maka bunuhlah ” tegas Rasulullah kepada shahabatnya. Mendengar hal itu,Bujair mengirim surat kepada Kaab tentang hal tersebut dan memberikan pesan ” Selamatkanlah dirimu! aku tidak yakin kau bisa lolos ”. Surat itu akhirnya sampai kepada Kaab. Setelah membaca dan menerimanya saat bingung dan gundah. Bahkan orang teman-temannya pun tidak ada yang mau menolong dan meyakini bahwa Kaab akan segera mati.

Dalam kegundahan saudaranya itu, Bujair mengirim surat sekali lagi. “ Ketahuilah, tidak ada seorang pun yang datang kepada Rasulullah, kemudian bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya kecuali dia menerimanya. Dan semua hal yang pernah terjadi sebelumnya telah gugur. Jika surat ini sampai kepadamu, masuklah Islam ” Tulis Bujair dalam suratnya.

Bersamaan dengan itu cahaya Islam mulai menerangi dada Kaab. Dia bergegas menuju Madinah untuk menemui Rasulullah dan menyatakan keislamanya. Sesampainya di Madinah, dia langsung menuju masjid. Saat itu Rasulullah sedang melaksanakn taklim bersama para sahabatnya. Tanpa diberitahu, Kaab mengetahui Rasulullah dari sifat-sifatnya. Tanpa pikir panjang, dia melewati para shahabat dan menuju Rasulullah. Lalu dia bersimpuh duduk di hadapan Rasulullah. “ Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah ” ungkap Kaab saat menyatakan keislamanya.

Setelah menyatakan keislamanya. Kaab menyenandungkan qasidah yang kemudian hari dikenal dengan Banat Suad yang berjumlah 59 bait. Sampai pada bait,

 إِنَّ الرَّسُوْلَ لَسَيْفٌ يُسْتَضَاءُ بِهِ ** مُهَنَّدٌ مِنْ سُيُوْفِ اللهِ مَسْلُوْلُ

Rasulullah adalah pedang Allah yang tajam dan siap menghunus orang-orang kafir, serta menerangi alam semesta “ Rasulullah memberikan burdah-nya (selendang) kepada Kaab. Mengetahui hal itu, shahabat Muawiyah bin Abi Sufyan berkeinginan untuk membeli burdah tersebut. Dengan nilai tawar yang tinggi dia ingin meminang burdah tersebur. Namun sayang Muawiyah harus pulang dengan tangan hampa. “ Aku tidak rela membiarkan pakaian Rasulullah di tangan siapa pun “ tegas Kaab.

Oleh:Redaksi


Refrensi:

  1. Al-Wakidi, Abu Abdillah Muhammad bin Umar, al-Maghazi, Maqiul Islam, I/175
  2. Al-Halabi, Ali bin Burhanuddin, as-Sirah al-Halbiah, Darul Makrifah, III/145

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *