Islam Agama Radikal dan Teroris (?)

Telah menjadi keniscayaan kita semua, bahwa agama Islam ialah agama yang universal serta kompleks dalam mengarahkan pemeluknya dalam segala lini kehidupan, mulai dari aktivitas sehari-hari, hingga urusan politik.

Tak terkecuali diantaranya ialah “jihad”. Jihad ialah sebuah upaya untuk menegakkan agama Allah, yakni agama Islam baik pada seluruh makhluk ciptaannya.1 Tetapi ironisya, tak sedikit orang dan kelompok yang menuduh agama Islam sebagai agama teroris bukan agama yang idealis.

Identifikasi Islam dengan terorisme, ekstrimisme dan radikalisme semakin menggelobal dari tahun-ketahun. Setidaknya, ada dua penyebab dasar agama Islam disematkan dengan citra-citra buruk tersebut;

Pertama, propaganda para pembenci Islam, terutama yang diasumsikan oleh orientalis-orientalis barat. Samuel P.Huntingon, salah seorang orientalis barat dalam karyanya yang berjudul “The Clash of Civilizations”, mengecam secara eksplisit bahwa agama Islam bukanlah agama yang berasaskan pada ilham dari tuhan yang bersifat lembut, justru agama Islam agama yang berasaskan pada kekerasan dan kebiadaban.

Begitu juga seorang pemuka Evangelis Kristen Amerika, Franklin Graham, yang juga menjuluki Islam sebagai agama yang tersebar dengan pedang, dengan pernyataannya “Islam tidak pernah berubah dalam 1.500 tahun. Tetap sama, Islam adalah agama perang”. Tidak sampai situ, mereka juga berasumsi bahwa agama Islam merupakan sumber ideologi-ideologi radikalisme dan terorisme di kalangan masyarakat.2

Kedua, kejadian-kejadian teror di berbagai negara. Selama satu dekade terakhir, ada beberapa aksi teror mematikan yang dilancarkan oleh kelompok Islam radikal; peristiwa teror di Legian Kuta Bali, 12 Oktober 2002. Terlebih aksi ini terjadi di negara muslim terbesar sedunia dan ditujukan hanya pada wisatawan asing. Dilanjutkan dengan serangan teror London 2005 yang menewaskan 52 orang, aksi penembakan membabi buta di Brussel yang merenggut nyawa 4 orang, serangan ke Kantor Charlie Hebdo di Paris pada Januari 2015 yang menewaskan 12 orang, teror Perancis 13 November 2015 dengan korban tewas 133 dan ratusan lainnya luka-luka, bom Brussel 22 Maret 2016 yang menewaskan 150 orang, aksi teror truk di Nice Perancis yang membunuh lebih dari 80 orang, serangan teror di Bandara Ataturk Turki dengan korban tewas 37 orang, dan yang terbaru adalah teror London 22 Maret 2017 dengan korban meninggal lima orang.

Puncaknya, tragedi 9/11 yang mengguncang dunia. Sekitar 3 ribu orang tewas dalam serangan brutal yang dilakukan oleh Al-Qaeda ini. Oleh karena itu, mereka berkesimpulan bahwa agama Islam tersebar melalui ketajaman pedang, bukan melalui kelembutan ucapan dan perbuatan, dan Islam selalu mendiskriminasi para penduduk daerah yang telah ditaklukkannya.3

Segala propaganda-propaganda yang dituduhkan oleh para orientalis di atas sangatlah tidak benar, baik secara historis maupun justifikasi. Ketidak benaran mereka bisa terbukti dalam poin-poin berikut;

Pertama, propaganda tersebut bertentangan dengan ayat:

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Tidak ada paksaan dalam agama, telah jelas kebaikan dari kesesatan (Q.S. Al-Baqarah [2] : 256)

Kedua, kewajiban peperangan atau jihad dalam Islam hanya untuk perantara (washilah), bukan sebagai tujuan (maqshud). Syekh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anah Ath-Thalibin, berkata: “Kewajiban jihad bukanlah kewajiban tujuan mealainkan sebagai perantara, sebab tujuan sebenarnya ialah petunjuk dalam agama Islam (hidayah), sehingga apabila petunjuk itu sudah bisa terealisasi dengan hikmah atau mauidhah, tanpa ada jihad maka hal itu lebih utama.”4

Ketiga, fakta sejarah mengindikasikan bahwa dakwah pada era nabi, bukan melalului peperangan secara langsung. Justru, Nabi Muhammad memulai dakwahnya dengan mengajak orang-orang yang mempercayainya dan para keluarganya, sehingga agama Islam dipeluk oleh sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam dan Ali R.A.

Bahkan, setelah Nabi dan para sahabat yang memeluk agama Islam diintimidasi dan diskriminasi oleh para dedengkot kafir Quraisy, Nabi Muhammad justru meyerukan pada mereka agar bersabar tanpa ada perlawanan, sebagaimana dalam ayat

وَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوْ الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

“Dan bersabarlah sebagaimana kesabaran para ulul ‘azmi” (Q.S. Al-Ahqaf : 35)

Setelah meledaknya intimidasi dan diskriminasi mereka pada sahabat Nabi, barulah Rasulullah diperintah untuk memerangi mereka, sebagaimana dalam ayat

وَقَاتِلُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangimu dan janganlah melewati batas. Sesungguhnya Allah tidak suka pada orang-orang yang melampaui batas”

(Q.S. Al-Baqarah [2] : 190)

Oleh karena itu, Syekh Hasan Abu Bakar dalam kitab At-Tarikh Al-Islami, menyimpulkan bahwa peperangan sebenarnya bukanlah untuk membumi-hanguskan kamu kafir Quraisy, melainkan jihad rasul dilaksanakan karena misi mempertahankan jiwa dan negara dari serangan-serangan mereka, dan untuk teralisasinya dakwah Nabi pada era itu5

Kedua misi tersebut, bisa terbukti dalam banyak peristiwa-peristiwa perang pada masa rasul dan khalifah-khalifah berikutnya. Di sisi lain, Rasullulah melarang pasukannya untuk merusak pohon, membunuh anak kecil dan para wanita6, sedangakan pada era khalifah-khalifah berikutnya, mereka menghormati kebebasan agama penduduk daerah yang mereka taklukkan tanpa ada intimidasi sedikitpun, dengan syarat membayar jizyah. Sebagai contoh Sayyidina Umar bin Khattab, beliau pernah melakukan jaminan keamanan pada penduduk Ilya’ pada masa kepempimpinannya.7

Dari uraian di atas, setidaknya kita telah menemukan titik terang, bahwa segala propaganda-propaganda yang dituduhkan oleh orientalis tidaklah lebih dari asumsi dan pernyataan bohong tanpa ada bukti dan justifikasinya. Justru, bertentangan dengan tatanan-tatanan sejarah Islam itu sendiri, baik pada era Rasulullah dan era Khalifah-Khalifah berikutnya.

Oleh:Wildan Husein


Refrensi:

  1. Syekh Abu bakar Syatha, I’anah Ath-Thalibin 4/127
  2. Samuel P.Huntingon, The Clash of Civilizations 167
  3. Muhammad Faruq Az-Zain, Al-Masihiyyah wal-Islam wal-Istisyraq 168, Dar Al-Fikr
  4. Syekh Abu Bakar Syatha, I’anah Ath-Thalibin 4/128
  5. Abu Bakar, Syekh Hasan, At-Tarikh Al-Islami 1/146
  6. Syekh Ramadhan Al-Buthi,  Fiqhu As-Sirah An-Nabawiyyah 135
  7. Abu Bakar, Syekh Hasan, At-Tarikh Al-Islami 1/147-148

3 komentar pada “Islam Agama Radikal dan Teroris (?)

  • 12 Juli 2022 pada 4:26 am
    Permalink

    tulisannya banyak banget, tp gak papa insyaallah manfaat

    Balas
    • 12 Juli 2022 pada 4:34 am
      Permalink

      Terima kasih evaluasinya, mungkin bisa dikunjungi juga sosial media istinbat yang lebih praktis

      Balas
  • 29 Juli 2022 pada 12:55 am
    Permalink

    radikal dan teroris buat mereka yang tak mengerti islam secara sempurna, pembahasannya keren….

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *