Kala Puisi Memutuskan Cinta
Puisi atau yang biasa dinamakan syair dalam bahasa Arab, adalah salah satu seni sastra yang tumbuh sejak dahulu hingga kini. Perjalanan sastra Arab mengalami berbagai macam perkembangan, bentuk dan lika-liku di setiap generasinya. Itu semua tidak lepas dari adanya tokoh sastra Arab di balik semuanya. Penyair Arab memang sangatlah berbeda dengan penyair-penyair dari selain Arab. Terutama para penyair yang hidup pada zaman Jahiliah. Kefasihan penuturan, kedalaman makna, keindahan susunan syair yang mereka tulis sulit untuk ditiru oleh generasi selanjutnya, lebih-lebih para penyair Muallaqat yang berjumlah tujuh orang. Salah satu di antara mereka adalah Antarah. Dia memiliki nama lengkap Antarah bin Amr bin Syaddad Al-Ubsi, selain terkenal sebagai penyair Arab, ia pun termasuk perwira perang yang terkenal pada masa itu. ia lahir dari rahim seorang budak Habasyah di Najd yang bernama Zabibah, sedangkan ayahnya adalah seorang kalangan bangsawan kaya raya dari kabilah Ubsi yang bernama Syaddad.1
Antarah lahir di Najd Oman pada tahun 525 M. Dia adalah lelaki hitam yang mempunyai julukan al-Fuluha karena bibir memble yang mirip dengan ibunya. Ia lebih biasa dipanggil budak jongos oleh teman-temannnya dan selalu menjadi objek buah bibir di kalangan masyarakat pada kala itu. Bahkan mereka mengatakan bahwa ia bukanlah kalangan orang Arab, karena wajahnya yang jauh berbeda dengan kalangan Arab pada biasanya. Termasuk pamannya sendiri yang menghalangi cintanya kepada salah seorang putrinya yang bernama Ablah binti Malik. Karena merasa tidak pantas untuk disandingkan dengan seorang budak.
Ia hidup di era Arab pra Islam. Sejak muda Antarah menyimpan bakat berpuisi. Ia menuangkan pengalaman hidupnya mengenai pikiran dan perasaan hidupnya melalui puisi-puisi. Beberapa puisi Antarah banyak mengisahkan tentang kisah percintaannya dengan Ablah dan keberanian dirinya dalam peperangan. Puisi Antarah mengandung diksi yang mempunyai kedalaman makna sehingga membuat para pembaca tersentuh emosinya. Puisinya berirama serta sesuai kaidah-kaidah Arudh. Salah satu contoh syairnya adalah:
اِثْنِى عَلَيَّ بِمَا عَلِمْتِ فَإِنَّنِي
سَمْحٌ مُخَالَفَتِى اِذَا لَمْ اُظْلَمِ
وَاِذَا ظُلِمْتُ فَإِنَّ ظَلَمِى بَاسِلٌ
مُرٌّ مَذَاقَتُهُ كَطُعْمِ الْعَلْقَمِ
“Pujilah aku (wahai kekasihku) dari apa yang kamu ketahui dari kelakuan baikku
Sesungguhnya aku adalah seorang yang lemah lembut bila tidak dizalimi oleh siapa pun
Namun, jika aku dizalimi oleh seseorang
Maka aku akan membalasnya dengan balasan yang lebih keras dari kezalimannya”
Mulanya, ia tidak dikenal sebagai seorang penyair, namun karena produktif menulis kasidah dan beberapa karangan puisi, ia semakin dikenal di khalayak umum. Berawal dari ejekan yang selalu dilontarkan temannya kala di majelis, kerena ia yang bernasab dari seorang ibu yang berstatus budak, ia selalu menjawab: “Aku lebih fasih daripada kamu dalam berpuisi, kamu akan melihatnya nanti.” Sejak saat itulah kasidah Muallaqat-nya mulai ia tulis, yang menceritakan tentang kisah cintanya dengan Ablah.
Antarah sangat mencintai Ablah, ia telah berjuang dan berperang di jalan cintanya. Cintanya kepada sang kekasih adalah cinta yang suci murni, di dalamnya bersemayam pula cita-cita dan harapan. Ia sering melukiskan perasaan cinta di dalam jiwanya lewat sebuah untaian puisi yang menceritakan orang yang ia cinta.
Antarah adalah seorang pujangga dengan bait-bait puisi yang halus nan lembut. Bisikan lembut perihal cintanya kepada Ablah senantiasa mengiringi langkahnya dalam setiap momen-momen kehidupan. Cinta Antarah adalah motivator sekaligus pelecut semangat keberaniannya. Antarah senantiasa teringat kekasih pujaan hatinya walau di tengah-tengah berkecamuknya peperangan.2 Salah satu puisi yang ia tulis adalah:
“Aku teringat dirimu sementara tombak-tombak laksana unta-unta lapar yang hendak memangsaku dan pedang-pedang terhunus untuk mengalirkan darahku dengan suka cita.”
“Dengan suka cita akan kuhadapi pedang-pedang itu karena ia berkilau Laksana kilauan gigi-gigi manismu di saat engkau tersenyum.”
Akan tetapi, cinta Antarah kepada Ablah tidak sehalus untaian bait-bait puisi yang ia karang. Ablah yang berasal dari keluarga kaya, tidak pernah direstui oleh orang tuanya untuk menjadi istri si Antarah. Ketika Antarah mengungkapkan semua perasaannya di depan keluarga Ablah, ia malah dicemooh dan ditertawakan. Bahkan ia akan dijodohkan dengan budak perempuan yang ada di rumah Ablah.
Setelah kejadian itu, Antarah merasa direndahkan dan tidak terima dengan perlakuan orang tua Ablah. Sejak itulah Antarah mulai membacakan puisi-puisinya yang berisikan isi hatinya kepada putri ningrat tersebut. Ia terus menyuarakan sajak-sajak romantisnya di khalayak umum, hingga keluarga Ablah pun menyerah dan akhirnya mereka menyetujui perjodohan Antarah dan seorang putrinya dengan menghelat acara besar-besaran untuk pernikahan dua sejoli tersebut.3
Oleh: M. Zainul Arifin
Referensi:
- Khairuddin bin Mahmud bin Muhammad bin Ali, al-A’lam, V/91, Maktabah Syamilah
- Bahcrum Bunyamin dan Hamdy Salad, Terjemah Al-Muallaqat, hal. 47, Gading Pustaka Yogjakarta.
- Ibid.