EKSPEDISI BESAR YANG LAMA DITUNGGU

Setelah bertahun-tahun Rasulullah dan para sahabat mengalami penindasan dan tekanan yang begitu berat dari kafir Quraish di Makkah, yang kemudian mengharuskan mereka hijrah menuju Madinah dengan berbagai upaya pencegahan dan intimidasi dari kalangan kafir Quraish agar mereka urung untuk berhijrah. Akhirnya, pada tahun kedelapan setelah hijrah, tepatnya pada hari Rabu tanggal delapan Ramadhan, sebuah pasukan besar beranggotakan sepuluh ribu prajurit Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah berangkat dari Madinah menuju Makkah dengan membawa segenap harapan dan keyakinan.

Kejadian ini terjadi setelah sebelumnya sekutu Quraish, Bani Bakr, melanggar perjanjian Hudaibiah yang telah berlangsung selama empat tahun lamanya dengan menyerang pemukiman Bani Khuza’ah yang telah berkoalisi dengan Madinah. Penyerangan awalnya bermula dari adanya percekcokan antara beberapa orang dari kedua suku itu, lantaran orang-orang dari Bani Bakr mencaci-maki Nabi yang kemudian menyulut emosi orang-orang dari Bani Kuza’ah. Percekcokan itu pun berubah menjadi perkelahian yang kemudian dimenangkan oleh Bani Kuza’ah. Orang-orang dari Bani Bakr yang tidak terima akhirnya kembali dan membesar-besarkan peristiwa itu di hadapan Quraish sambil mengacung-ngacungkan tombak dan melantunkan syair-syair jahiliyah. Mereka mengungkit-ngungkit meletusnya perseteruan antara Bani Bakr dan Bani Kuza’ah jauh sebelum Islam muncul yang mengakibatkan tewasnya orang-orang dari kelompok mereka.

Kaum Quraish pun terprovokasi oleh mereka. Mereka kemudian mengirimkan bantuan persenjataan untuk merealisasikan rencana penyerangan mereka pada pemukiman Bani Kuza’ah dan beberapa oknum dari pihak Quraish ikut terlibat pada penyerangan ini. Pada malam yang telah disepakati, mereka diam-diam menyusup ke pemukiman Bani Kuza’ah. Ditengah pekatnya gelap malam, mereka melancarkan aksinya dengan membabi buta, membantai siapa saja tanpa pandang bulu, anak-anak, wanita, bahkan tua renta turut mereka gilas tanpa ampun. Penduduk Bani Kuza’ah yang terkejut tak bisa berbuat lebih dari melarikan diri atau membiarkan nyawa mereka dihabisi. Sebagian dari mereka yang lari pun segera menuju tanah haram dengan harapan bisa berlindung pada Budail, salah seorang dari suku Khuza’ah yang bermukim di Makkah, dari pengejaran Bani Bakr yang nampaknya belum puas atas pembantaian yang mereka lancarkan di pemukiman Kuza’ah.

Sontak saja Budail terkejut mendapati sekelompok orang dari sukunya sendiri berbondong mendatanginya dengan raut wajah ketakutan, ditambah lagi yang lebih membuatnya terkejut adalah kabar bahwa Bani Bakr dan beberapa oknum Quraish menyerang pemukiman Bani Kuza’ah. Ia pun setelah itu segera bertolak ke Madinah guna melaporkan kejadian ini dan meminta bantuan pasukan Muslim. Sedangkan sebagian Bani Kuza’ah yang lain langsung melarikan diri menuju Madinah. Sesampainya mereka di Madinah, mereka segera menemui Rasulullah dan mengadukan apa yang terjadi pada malam itu dengan melantunkan gubahan syair. Rasulullah menangis mendengar kabar itu, beliau tidak menyangka kejadian tragis ini akan terjadi pada Bani Kuza’ah. Beliau pun menjanjikan bantuan kepada mereka kemudian menyuruh mereka kembali.

Setelah itu, Rasulullah segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk persiapan penyerangan kota Makkah. Rencana penyerangan ke Makkah ini memang dibuat serahasia mungkin sehingga hanya segelintir dari sahabat dekat beliau saja yang mengetahui kemana pasukan akan menghunuskan pedangnya. Namun rahasia ini nampaknya tercium oleh Hathib, salah seorang Muhajirin, yang kemudian mengirim surat ke Makkah melalui seorang wanita yang dibayar. Kebocoran ini diketahui oleh Nabi. Beliau pun segera mengambil tindakan dengan memerintahkan Sayyidina Ali untuk mengejar. Untungnya, Sayyidina Ali dan dua orang sahabat lainnya berhasil menyusul wanita itu dan mengamankan surat Hathib yang isinya jelas tertuju pada para pemuka Quraish. Namun usaha pembocoran ini sebenarnya hanya untuk mengamankan keluarga Hathib yang ada disana tanpa ada maksud menggagalkan rencana Rasulullah.

Rasulullah mengirimkan utusan pada suku-suku yang telah berkoalisi dengan Madinah, mengabarkan pada mereka agar berkumpul di Madinah pada bulan Ramadan karena kampanye besar-besaran akan dilakukan. Hanya sebatas itu kabar yang beliau sampaikan tanpa menjelaskan kemana pasukan akan dikerahkan. Merekapun berangkat dari Madinah pada tanggal delapan Ramadan tahun kedelapan hijriyah. Saat mereka sampai di Abwa, mereka bertemu dengan Sufyan ibn Harits, sepupu Nabi, dan Ubaidah ibn Abi Umayyah, saudara Ummu Salamah. Keduanya pun segera menyatakan keimanan dan bergabung dengan pasukan. Ditengah perjalanan mereka juga bertemu Sayyidina Abbas, paman Nabi, bersama keluarganya yang hendak hijrah ke Madinah. Rasulullah sangat senang dengan pertemuan beliau dengan pamannya. Beliau kemudian mengajak Sayyidina Abbas mengikuti perjalanannya dan memerintahkan beberapa orang untuk mengawal keluarga paman beliau menuju Madinah. Pasukan kembali bergerak. Para pasukan tetap tidak diberi kabar tentang musuh mana yang akan mereka lawan. Hingga disaat mereka telah memasuki Kawasan Lembah Arafah, tepatnya di Murr ad-Dharan, Rasulullah memerintahkan agar pasukan mendirikan tenda dan menyalakan api unggun. Disinilah kemudian Rasulullah mengabarkan musuh yang akan mereka hadapi dan memilih beberapa sahabat sebagai komandan pasukan.

Esok harinya, pasukan itu bergerak menuju Makkah sesuai dengan rombongan yang telah ditentukan. Abu Sufyan yang hatinya baru tergugah untuk masuk Islam disaat pasukan Muslim berhenti di Murr ad-Dharan, dimana dia saat itu bertemu dengan Sayyidina Abbas, paman Nabi, yang kemudian ia dibawa menghadap Rasulullah dan bermalam disana. Segera mendahului pasukan menuju Makkah untuk mengabarkan jaminan keamanan bagi mereka yang memasuki rumah Abu Sufyan, Hakim bin Hazm, rumah mereka sendiri atau bagi mereka yang memasuki masjid.

Pasukan berhenti di Dzi Thua menunggu Rasulullah yang masih jauh di belakang. Disini beliau membagi pasukan menjadi beberapa kelompok. Zubair bin Awwam ditugaskan untuk mendirikan tenda di daerah Hajun sebagai markas utama pasukan Muslimin. Khalid bin Walid dibantu Bani Aslam, Gifar, Sulaim, Muzainah, dan Juhainah diamanahi untuk mengamankan lembah sepanjang jalan menuju Makkah. Namun nampaknya dari pihak Quraish yang dipelopori oleh Ikrimah, Sofwan, dan Suhail telah menyiapkan pasukan untuk menghantam pasukan Muslim yang akan memasuki Makkah. Begitu mereka mendapati pasukan Khalid yang hendak memasuki Makkah, mereka langsung melancarkan serangan. Pertarungan berlangsung singkat namun berhasil memakan tiga puluh korban jiwa, dua orang dari pihak Muslim dan selebihnya dari pihak Quraish. Alhasil, tiga pelopor tadi segera lari mengamankan diri. Ikrimah bersama Sofwan melarikan diri menuju pesisir pantai. Sedangkan Suhail lari menuju rumahnya dan mengunci pintu.

Sepuluh ribu prajurit Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah perlahan masuk dan membanjiri kelenggangan kota Makkah. Beliau kemudian menuju Ka’bah. Sesampainya disana, beliau memasuki Ka’bah kemudian bertakbir diikuti seluruh pasukan yang serempak bertakbir setelahnya. Suara takbir itu menggema memenuhi setiap jengkal tanah di kota Makkah. Setelah itu, beliau thawaf, mengelilingi Ka’bah tujuh kali. Selesai thawaf, beliau menghampiri berhala-berhala yang diletakkan disekitar Ka’bah. Jumlahnya cukup banyak, mencapai tiga ratus enam puluh buah dengan berhala Hubal, Naila, dan Ishaf sebagai berhala paling dimulayakan disana. Beliau menunjuk satu persatu berhala-berhala itu sambil membaca ayat; {وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ اِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا}. Dan setiap berhala yang beliau tunjuk pasti akan jatuh tersungkur ketanah. Berhala-berhala telah roboh. Kini Rasulullah mulai mengalihkan perhatian pada para penduduk Makkah yang berada di Masjidil Haram, menunggu kepastian dari beliau.

“Menurut kalian, kira-kira apa yang akan aku timpakan pada kalian?” ungkap beliau mengawali pembicaraan.

“Yang jelas hal itu baik bagi kami. Karena engkau adalah saudara kami yang bijak dan terlahir dari orang yang bijak pula.” Jawab mereka yakin.

“Pergilah kalian semua. Kalian aku bebaskan.” Tanggapan beliau untuk mereka.

Setelah itu, beliau kembali ke perkemahan. Dan dihari berikutnya, para penduduk Makkah baik laki-laki ataupun perempuan berbondong bondong mendatangi nabi di perkemahan, untuk menyatakan keimanan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *