Al-Hafizh adz-Dzahabi; Dari Pengrajin Emas Menjadi Tinta Emas Sejarah

Beliau bernama lengkap Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad biin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi. Beliau lahir pada bulan Rabiul Awwal tahun 673 H. Kakek beliau yang bernama Fakhruddin Utsman adalah seorang ummi, yang tidak pernah menggeluti dunia intelektual. Sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan bekerja sebagai tukang kayu. Meski demikian, ia selalu optimis dan yakin kepada Allah. Konon, ia adalah nenek moyang adz-Dzahabi yang pertama kali menginjakkan kakinya di tanah Damaskus, dan kemudian tinggal di sana. Namun, ayah Muhammad yang bernama Syihabuddin tidak meneruskan pekerjaan ayahnya, Utsman. Ia beralih profesi menjadi pengrajin emas. Profesi inilah yang kemudian dilanjutkan oleh Muhammad, sehingga namanya di kemudian hari lebih dikenal luas dengan sebutan adz-Dzahabi (pengrajin emas).

Kehausan adz-Dzahabi pada ilmu pengetahuan mulai menguat dan mengakar saat berumur 18 tahun. Disiplin ilmu yang pertama kali ia gemari ada dua, yaitu Ilmu Qira’at (bacaan al-Quran) dan ilmu Hadis. Guru pertama beliau dalam mempelajari ilmu Qira’at adalah Syekh Jamaluddin Abu Ishaq Ibrahim bin Dawud al-‘Asqalani.

Sebagaimana para ulama lain, tekad adz-Dzahabi dalam mencari ilmu agama di berbagai pelosok negeri begitu membara. Namun, ayahnya tidak mengizinkan dikarenakan umurnya yang masih terlalu belia. Memang keridaan orang tua menjadi syarat mutlak sebelum mencari ilmu baginya, sehingga ia mengurungkan niatnya. Baru saat umurnya sudah mencapai 20 tahun, sang ayah mengizinkannya.

Tempat pertama kali yang ia pijak untuk memulai rihlah ilmiahnya adalah daratan Syam. Tentu masih berada di kawasan negara tempat ia tinggal. Di daerah Ba’labak ia belajar ilmu al Quran kepada al-Muwaffiq an-Nashibi, serta belajar ilmu hadis dan sastra kepada al-Imam Tajuddin Abi Muhammad al-Maghrabi. Kemudian perjalanannya berlanjut memasuki kawasan Mesir. Di Mesir, ia pertama kali berguru kepada Syekh Jamaluddin Abu al-‘Abbas bin Muhammad bin Abdullah al-Hallabi, yang lebih dikenal dengan Ibnu adz-Dzahiri. Setelah Syekh Jamaluddin meninggal, adz-Dzahabi berguru kepada ulama-ulama Mesir yang lainnya. Di antara mereka adalah Musnid al-Waqt Abu al-Ma’ali Ahmad bin Ishaq bin Muhammad, Syaikhul-Islam al-Mujtahid Taqiyuddin Abu al-Fath Muhammad bin ‘Ali, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Daqiq al-‘Id al-Qusyairi, dan juga berguru kepada al-‘Allamah Syarafuddin ‘Abdul Mu’min al-Khalaf ad-Dimyathi.

Empat tahun sebelum wafat, beliau mengalami gangguan penglihatan. Hari demi hari, bulan demi bulan, penglihatan beliau semakin parah hingga membuat beliau sama sekali tidak bisa melihat. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya di Turbah Ummus-Salih pada malam Senin tanggal 3 Dzul Qadah tahun 748 H dan dimakamkan di pemakaman Bab as-Shagir. Ada sejumlah ulama yang turut menshalati jenazahnya. Di antara mereka adalah al-Imam Tajuddin as-Subki.

Beliau memiliki banyak murid yang kemudian menjadi pelita di masanya. Di antara mereka adalah al-Hafizh Ibnu Katsir, al-Hafizh Zainuddin as-Sulami, Shalahuddin ash-Shafadi, Syamsuddin ad-Dimasyqi, dan al-Imam Tajuddin as-Subki.

Sebagai ulama yang menguasai banyak disiplin ilmu, adz-Dzahabi juga tergolong ulama yang produktif. Banyak maha karyanya di masing-masing fan keilmuan. Dalam fan hadis, beliau telah menulis Kitab az-Ziyadah al-Mudhtharibah, Thuruq Ahadits Nuzul, Maniyyatuth-Thalib li A’azzil-Mathalib. Sedangkan dalam fan Akidah, beliau menulis Ahadits Sifat, al-‘Arba’in fi Sifati Rabbil-‘Alamin, ar-Risalah adz-Dzahabiyyah ila Ibni Taimiyyah. Dalam bidang fikih, beliau juga menulis Tasybihul-Khasis bi Ahli al-Khamis, Fadhailul-Hajji wa Af aluhu. Sedangkan dalam fan sejarah dan biografi yang merupakan disiplin ilmu kegemarannya, begitu banyak karya yang beliau tulis. Di antaranya, al-I’lam bi Wafayatil-A’lam, Tarikhul-Islam wa Wafayat, dan Siyar A’lamin-Nubala’.

Murid beliau, Taqiyuddin Ibnu Rafi’ as-Sulami, pernah mengenangnya:

كَانَ خَيْرًا صَالِحًا مُتَوَاضِعًا حُسْنَ الخُلُقِ حُلْوَ المُحَاضَرَةِ غَالِبُ اَوْقَاتِهِ فِي الْجَمْعِ وَالإِخْتِصَارِ وَالْإِشْتِغَالِ بِالْعِبَادَةِ لَهُ وِرْدٌ بِاللَّيْلِ وَعِنْدَهُ مُرُوْءَةٌ وَعَصَبِيَّةٌ وَكَرَمٌ

Dia adalah seorang pria yang terbaik, saleh, tawadhu’, baik perangainya, serta manis penyampaiannya. Kebanyakan waktunya dihabiskan dengan mengumpulkan, dan meringkas kitab. Di samping sibuk dengan ibadah, ia memiliki wirid di malam hari. Dia juga terhormat dan mulia.

Oleh: Akmal Bil Haq/ Redaksi Istinbat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *