Konflik Israel-Palestina serta Relasinya dengan Akhir Zaman
Secara geografis, Timur Tengah adalah wilayah yang sebagian besar berada di Asia Barat Daya, tetapi juga meliputi Afrika Utara dan sedikit Eropa Tenggara. Wilayah ini berbatasan dengan Laut Mediterania di sebelah barat, Laut Kaspia di sebelah timur, Jazirah Arab di sebelah selatan.
Timur Tengah merupakan wilayah yang terkenal strategis karena berada di persimpangan tiga benua; Asia, Eropa, dan Afrika. Di wilayah inilah, konflik Israel lahir, tumbuh, berkembang biak, dan menggerogoti bangsa-bangsa lainnya.
Sebelum itu semua, Israel hanyalah nama lain Nabi Yaqũb. Seiring berjalannya waktu, Israel berubah menjadi identitas komunitas genetika dari dua belas putra Yaqũb, sehingga identitas inilah yang melahirkan konflik dari masa ke masa, karena didorong oleh rasa balas dendam, iri, dan penindasan yang dialami turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Hal itu bermula, saat kerajaan Yehuda yang berpusat di Yerusalem dijajah oleh Raja Babilonia, Nebukat-Nezar. Belum lagi, dia juga menghancurkan Bait Suci Sulaiman. Setelah itu, Israel diusir dengan paksa dan inilah yang disebut dengan Periode Diaspora I pada tahun 586 SM.
Pada tahun 538 SM, Babilonia direbut kembali oleh Imperium Akhmeniyah Persia. Raja Persia, Koresh Agung pada tahun 536 SM, menyerahkan kembali Yerusalem ke tangan Israel. Tidak semua Israel berada di Babilonia, justru mayoritas dari mereka kembali ke Yerusalem dengan tiga gelombang bergantian. Pencapaian mereka pada periode ini ialah membangun kembali Yerusalem dan Bait Suci Sulaiman.
Beberapa abad kemudian, pada tahun 135 M, terjadi pemberontakan Bar Kokhba. Bar Kokhba yang merupakan tokoh Israel atau Yahudi yang dianggap sebagai mesias, melakukan pemberontakan dengan melawan Raja Romawi, Hardianus. Namun sayangnya, Bar Kokhba tewas. Hal ini memberi dampak buruk yang signifikan dalam sejarah Yahudi, sebab ini membuka pintu periode Diaspora II, dimana eksistensi Israel berakhir di Yerusalem dan dilarang masuk oleh Raja Hardianus. Oleh karena itu, Yahudi berdiaspora ke berbagai daerah, menyelinap dalam sejarah kota-kota yang disinggahi. Sebagian besar mereka masuk ke kota Yatsrib, di antaranya Israel Bani Qainuqa, Bani Quraizah, dan Bani Nadhir. Semuanya diusir oleh Rasulullah ﷺ karena pengkhianatan mereka.
Baca Juga: Baitul Maqdis, Palestina, dan Israel (1\2)
Di era modern, Israel selalu mengalami pengusiran di beberapa negara di Eropa. Pada tahun 1298 M, diusir oleh Edward I, Raja Britania (sekarang Inggris, Wales, dan Skotlandia). Hal yang sama mereka alami di Prancis pada masa Raja Louis IX. Bahkan pada tahun 1306 M, mereka bukan hanya diusir, melainkan properti mereka juga disita oleh Raja Prancis, Philippe IV.
Berikutnya pada tahun 1881 M, terjadi pogrom, sebuah serangan pada komunitas Yahudi di berbagai kota di Rusia. Pasalnya, Tsar Alexander III, Raja baru Rusia menyalahkan Yahudi atas pembunuhan Tsar Alexander II pada Maret 1881 M.
Pada 1882 M, Leo Pinsker, aktivis Yahudi asal Rusia-Polandia menulis pamflet dengan tajuk autoemancipation yang menyerukan pemerintah otonom untuk Israel dan pembangunan kesadaran nasional. Inilah cikal bakal dari gerakan zionis.
Dari gerakan inilah, gelombang imigrasi pertama Israel diluncurkan ke Palestina yang saat itu masih di bawah kekuasaan Ottoman. Ini disebut degan First Aliyah (1882-1903 M). Disusul dengan Second Aliyah (1904-1914 M). Setelah itu, Third Aliyah (1919-1923 M) dimulai setelah Perang Dunia I.
Setahun setelah itu, Fifth Aliyah (1929-1939 M), gelombang kelima imigrasi Yahudi dari Jerman ke Palestina. Hal itu disebabkan oleh genosida yang dilakukan oleh Adolf Hitler Nazi terhadap sekitar 6 juta jiwa Yahudi di Eropa. Puncaknya, pada Oktober 1938 M, sekitar 17.000 Yahudi Polandia diusir dari Jerman, termasuk 2.000 anak-anak atas perintah Reinhard Heydrich. (Mahmud Qadah, Mujaz Tarikhul Yahudi, 245-262, versi Pdf)
Dilanjut dengan Perang Dunia II (1939-1945 M), Israel bergabung dengan blok pasukan sekutu meliputi Inggris, Uni Soviet, Prancis, dan Amerika. Langkah jitu yang dilakukan Israel ialah mengikuti pelatihan perang blok sekutu baik di dalam atau di luar Palestina. Di samping itu, Israel juga meminta Inggris untuk membangun pabrik persenjataan di dalam Palestina agar pabrik itu bisa melindungi Inggris dari Palestina.
Selama itulah, Israel Zionisme yang berada di Palestina bekerja sama dengan Inggris untuk menjajah Palestina. Banyak pejuang-pejuang Palestina gugur sebagai syahid. Ada Izzud-Din al-Qassam, Farhan as-Sa’di, dan Abdul Qadir al-Husaini.
Usai Perang Dunia II (1945 M), Presiden Amerika, Franklin D. Roosevelt mengadakan kongres bersama Raja Arab Saudi, Abdul Aziz. Tujuan utamanya ialah agar Raja Abdul Aziz menerima Israel sebagai negara otonom di Palestina. Tapi, Raja Abdul Aziz tidak menerima hal ini. (Raghib as-Sirjani, Filasthim hatta La Takuna Andalusiya, III-V/7, Maktabah Syamilah)
Hingga kemudian PBB membagi separuh tanah Palestina untuk diberikan ke Israel. Sejak itulah, Israel berdiri sebagai ‘negara otonom’ meski ada beberapa negara yang tidak mengakuinya. Pembagian tanah ini merupakan sekian dari kezaliman Israel.
Puncaknya, di masa sekarang, Israel selalu melakukan genosida dan kekejaman yang tidak berkemanusiaan terhadap rakyat Palestina. Israel masih berambisi menganeksasi seluruh wilayah Palestina. Di sisi lain, pejuang-pejuang Palestina banyak gugur sebagai syahid sebab genosida tersebut. Rasulullah ﷺ pernah menyinggung para pejuang yang selalu teguh memegang kebenaran dalam sabdanya:
٢٢٣٢٠ -عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللهِ الْحَضْرَمِيِّ،عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الدِّينِ ظَاهِرِينَ لعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَأَيْنَ هُمْ؟ قَالَ: بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ (رواه أحمد)
“Senantiasa sekelompok dari umatku muncul atas agama mereka, keras pada musuh mereka, tidak seorang pun yang menyimpang dapat membahayakan mereka kecuali serangan senjata, hingga tiba hari kiamat mereka tetap teguh seperti itu. Para shahabat bertanya, ‘Di mana mereka wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘Di Baitul Maqdis dan sekitarnya'”. (HR. Ahmad 22320)
Oleh karena penyebutan kata thaifah (kelompok) tidak tertuju pada golongan khusus, para ulama banyak yang memberikan pengertian terhadap kelompok tersebut, di antaranya Imam an-Nawawi, beliau menjelaskan bahwa kelompok yang dimaksud terdiri dari berbagai kalangan orang mukmin yang berkisar antara para pejuang, ahli dalam membaca situasi perang, ahli Fikih, Hadis, Tafsir, penegak amar makruf nahi mungkar, orang yang zuhud dan ahli ibadah.
Lebih lanjut beliau menerangkan bahwa mereka semua bisa berkumpul dalam satu negeri atau terpencar ke berbagai wilayah di dunia. Eksistensi mereka akan tergerus sedikit demi sedikit hingga menyisakan satu kelompok yang bertahan dalam satu negeri.
Realita yang ada di hadapan kita sekarang telah memperlihatkan fase terpencarnya para ulama dan jumlah mereka yang kian menurun. Terlebih para pejuang yang tetap teguh melawan para musuh dengan terang dan jelas meski golongan mereka tertindas, sepertinya sudah tidak ada lagi di muka bumi ini selain di tanah yang suci, Palestina. Palestina akan tetap bertahan, meski dalam keadaan tertekan. Jika mereka tiada akibat perang dan genosida, maka keputusan Allah ﷻ akan tiba saat itu juga.
Baca Juga: HEROISME SUMAYAH
Oleh: Imam Rohimi/Istinbat
Referensi:
Mahmud Qodah, Mujaz Tarikhul-Yahudi, 245-262, versi Pdf
Raghib As-Sirjani, Filsthim hatta La Takuna Andalusiya, 3-5/7, Maktabah Syamilah
Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani, Musnad Ahmad, no: 22320, Maktabah Syamilah
Imam Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, no: 1924