Suami; Surga dan Neraka Istri

Beberapa hari sebelum pelantikan presiden periode 2019-2024, keadaan Indonesia kembali gaduh. Kegaduhan ini disebabkan kontroversi mengenai Rancangan Undang-undang KUHP. Hampir seluruh mahasiswa di pelosok Nusantara mengadakan unjuk rasa di daerah masing-masing. Pada akhirnya, beberapa mahasiswa meregang nyawa dalam kejadian unjuk rasa. Tak sedikit pula yang mengalami luka-luka.

Dalam Rancangan Undang-undang KUHP tersebut, DPR-RI membuat definisi tentang pemerkosaan. Salah satu pasal disebutkan, tindak pidana pemerkosaan juga bisa dikenakan kepada hubungan resmi suami istri. Definisi itu tercantum dalam BAB XXII Tindak Pidana Terhadap Tubuh bagian ketiga tentang Perkosaan Pasal 480.

Pada ayat 1 disebutkan, “Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.”

Selanjutnya dalam ayat 2 pasal yang sama dijelaskan, tindak pidana pemerkosaan yang dimaksud meliputi tiga poin. Salah satu yang disebut sebagai pemerkosaan adalah, hubungan suami istri dengan paksaan dan ancaman kekerasan seperti yang disebut dalam Pasal 480 ayat 2 poin a.

Kemudian poin b dan c pasal dan ayat yang sama disebutkan, tindak pidana pemerkosaan juga berlaku kepada persetubuhan dengan anak dan orang lain yang diketahui dalam keadaan tidak berdaya.

“Persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya,” bunyi poin c.

Namun, yang lebih menarik mengenai pemerkosaan yang dilakukan oleh suami kepada istri sahnya. Pasal ini bukan hanya menjadi polemik di kalangan masyarakat, namun bagi seseorang yang mengenyam pendidikan pesantren, hal ini merupakan keputusan yang bertentangan dengan agama.

Seorang suami adalah pemimpin di dalam rumah tangga, bagi isteri, juga bagi anak-anaknya, karena Allah telah menjadikannya sebagai pemimpin. Allah memberi keutamaan bagi laki-laki yang lebih besar daripada wanita, karena dialah yang berkewajiban memberi nafkah kepada isterinya. Allah Ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya.” [An-Nisaa’ : 34]

Oleh karena itu, suami mempunyai hak atas isterinya yang harus senantiasa dipelihara, ditaati dan ditunaikan oleh isteri dengan baik yang dengan itu ia akan masuk Surga.

Masing-masing dari suami maupun isteri memiliki hak dan kewajiban, namun suami mempunyai kelebihan atas isterinya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Al-Baqarah : 228].

Kewajiban istri pada suami adalah menaati segala perintah suami, selagi perintah tersebut tidak bertentangan dengan agama. Rasulullah bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.”

Sujud merupakan bentuk ketundukan, sehingga hadis tersebut di atas mengandung makna bahwa istri harus menaati perintah suaminya.

Dikisahkan pada zaman Rasulullah, ada seorang wanita yang datang dan mengadukan perlakuan suaminya kepada Rasulullah. Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara perempuan dari bapaknya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah karena ada suatu keperluan. Setelah ia menyelesaikan keperluannya, Nabi bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu mengerjakannya.”
Maka, Rasulullah menjawab:

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ.

“Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.”

Hadits ini menggambarkan perintah Rasulullah untuk memperhatikan hak suami yang harus dipenuhi isterinya karena suami adalah Surga dan Neraka bagi isteri. Apabila isteri taat kepada suami, maka ia akan masuk Surga, tetapi jika ia mengabaikan hak suami, tidak taat kepada suami, maka dapat menyebabkan isteri terjatuh ke dalam jurang Neraka. Wallahu a’lam.

7 komentar pada “Suami; Surga dan Neraka Istri

  • 25 Juli 2022 pada 12:02 am
    Permalink

    jika suaminya yang mungkar pak ustad…?

    Balas
  • 26 Juli 2022 pada 1:45 am
    Permalink

    banyak memang istri yang nggak tau masalah ini

    Balas
  • 26 Juli 2022 pada 6:40 am
    Permalink

    semoga saya dan istri bisa masuk surga bersama

    Balas
  • 10 Agustus 2022 pada 10:13 pm
    Permalink

    Jika bertentangan antara perintah suami dan orang tua maka gimana ngatasinya

    Balas
    • 10 Agustus 2022 pada 10:33 pm
      Permalink

      Kewajiban suami adalah harga mati bagi istri. Dalam hal sedemikian maka tetap istri harus tunduk ke suami. Adapun orang tua maka istri bisa mengatasinya dengan komunikasi dan memberi pemahaman kepada orang tua bahwa istri secara penuh adalah hak suami.

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *