CEMBURU TERPUJI ATAU TERCELA?

Tahukah Anda cerita tentang Sayyidah Aisyah, istri Rasulullah yang jujur dan setia, tapi menyimpan rasa cemburu yang tinggi? Padahal beliau adalah Ummahatul Mukminin serta panutan umat beragama Islam.

Al-Ghirah (rasa cemburu) merupakan fitrah dasar pada diri kaum hawa. Oleh karenanya, seorang muslimah harus menjaga fitrah ini agar tidak tercampuri oleh bisikan-bisikan setan. Dengan tali keimanan dan genggaman keimanan agar Ghirah tersebut dapat berakhir menjadi baik serta memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bahkan sekelas ibunda kita sayyidah ‘Aisyah juga sangat cemburu terhadap istri Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam yang lain.

Diriwayatkan dari Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ ، فَأَرْسَلَتْ إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ مَعَ خَادِمٍ بِقَصْعَةٍ فِيهَا طَعَامٌ فَضَرَبَتْ بِيَدِهَا ، فَكَسَرَتِ الْقَصْعَةَ ، فَضَمَّهَا ، وَجَعَلَ فِيهَا الطَّعَامَ وَقَالَ « كُلُوا » . وَحَبَسَ الرَّسُولَ وَالْقَصْعَةَ حَتَّى فَرَغُوا ، فَدَفَعَ الْقَصْعَةَ الصَّحِيحَةَ وَحَبَ سَ الْمَكْسُورَةَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah berada di sebagian istrinya (‘Aisyah). Kemudian salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Zainab binti Jahsy) mengutus pembantunya untuk mengantarkan piring berisi makanan. Lantas ketika itu ‘Aisyah memukul piring tersebut. Piring tersebut akhirnya pecah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengumpulkan bagian yang pecah tersebut. Kemudian beliau meletakkan makanan di atasnya, dan memerintah para sahabat, “Ayo makanlah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan piring tersebut hingga selesai. Piring yang bagus diserahkan kepadanya, lantas piring yang pecah ditahan.”[1]

Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘anha mengatakan,

أَنَّ الْغَيْرَاءَ لَا تَبْصُرُ أَسْفَلَ الْوَادِي مِنْ أَعْلَاهُ

“Seorang wanita yang sedang marah karena cemburu tidak bisa membedakan antara dasar dan puncak lembah.”  Artinya jika seorang perempuan cemburu , daya nalar dan logikanya tidak bisa bekerja dengan sempurna, karena tertutup oleh cemburu dan emosinya.

Terkait dengan perasaan cemburunya seorang wanita, At Thabari dan para ulama lainnya mengatakan,

الْغِيْرَةُ مَسَامِحُ لِلنِّسَاءِ فِيْهَا لَا عُقُوْبَةَ عَلَيْهِنَّ فِيْهَا لِمَا جُبِلْنَ عَلَيْهِ مِنْ ذَلِكَ


“Rasa cemburu wanita itu harus dimaklumi. Tidak ada hukuman bagi mereka, karena cemburu adalah tabiat bawaan wanita.”

Cemburu muncul akibat dari perasaan cinta dan sayang seseorang. Rasa cemburu dapat berupa ketidaksukaan bahkan kebencian seseorang pada orang lain yang ingin ikut serta dalam haknya. Dan adakalanya cemburu bisa menggangu dan menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi salah satu pasangan suami istri bahkan keduanya lebih-lebih jika rasa cemburu itu tidak dibarengi dengan akal sehat dan hati yang jernih.

Wanita pencemburu lebih melihat permasalahan dengan perasaan hatinya daripada indra matanya. Ia lebih berbicara dengan nafsu emosinya dari pada pertimbangan akal sehatnya, sehingga sesuatu masalah menjadi berbalik dari yang sebenarnya. Hendaklah tidak berlebihan mengikuti perasaan, namun juga mempergunakan akal sehat dalam melihat suatu permasalahan.

Ditinjau dari nilainya di sisi Allah, cemburu bisa dibagi menjadi dua macam. Dalam sebuah hadist disebutkan, bahwa Nabi,
“Ada jenis cemburu yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, adapula yang dibenci-Nya. Yang disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan atau tuduhan. Sedangkan yang dibenci, yaitu adalah cemburu yang tidak dilandasi keraguan.”[2]

Di antara contoh-contoh cemburu yang dicintai oleh Allah adalah Cemburu terhadap orang yang diberi kekayaan oleh Allah kemudian ia menghabiskannya di jalan kebajikan.

Sepatutnya, seorang wanita yang sedang dilanda rasa cemburu agar menahan dirinya, sehingga perasaan cemburu tersebut tidak mendorongnya melakukan pelanggaran syariat, berbuat zalim, ataupun mengambil sesuatu yang bukan haknya. Maka janganlah mengikuti perasaan secara membabi buta.

Sedangkan cemburu yang tercela di sisi Allah adalah cemburu yang berada pada kondisi kejiwaan yang hina dan yang tidak dikekang oleh ketentuan-ketentuan syariat. Maka tidak heran jika pelakunya terseret pada kebinasaan. Seperti rasa cemburu seorang istri yang berlebihan kepada suaminya atau sebaliknya, sehingga di dalam dirinya hanya terdapat prasangka negatif su’uzh zhon terhadap suami atau istrinya yang tidak bisa ditawar dan seakan-akan tidak ada keraguan lagi.

Bukan berarti seorang muslimah tidak boleh cemburu. Rasa cemburu bukanlah sesuatu hal yang buruk dan harus dihilangkan atau ditolak. Namun semua itu harus berdasar kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam syariat.

Wahai muslimah! Jadikanlah perasaan cemburu kepada suami sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepadanya. Jangan menjadikan ia menoleh kepada wanita lain yang lebih cantik darimu. Berhias dirilah. Jaga penampilan di hadapannya agar engkau selalu dicintai dan disayanginya. Cintailah sepenuh hatimu, sehingga suami tidak membutuhkan cinta selain darimu.

Bahagiakan ia dengan seluruh jiwa, perasaan dan daya tarikmu, sehingga suami tidak mau berpisah atau menjauh darimu. Berikan padanya kesempatan istirahat yang cukup. Perdengarkan di telinganya sebaik-baik perkataan yang engkau miliki dan yang paling ia senangi.

Cemburulah wahai muslimah dengan kecemburuan yang membahagiakan suamimu, dan menampakkan ketulusan cintamu kepadanya! Tetapi hindarilah kecemburuan yang merusak dan menghancurkan keluargamu. Cemburulah demi memelihara harga diri dan kehormatan suami. Dan lebih utama lagi, cemburu untuk membela agama Allah.

oleh : Ahsanut Taqwim


Referensi :

[1] HR. Bukhari No. 2481

[2] Sunan al-Baihaqi 7/308

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *