SIKAP BIJAK MENANGGAPI FENOMENA MATI MENDADAK
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ أَخْبَرَنِي هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ: “نَعَمْ”1
“Seorang lelaki berkata pada Rasulullah: Ibu saya mati mendadak. Saya menyangkanya akan berkata-kata dan bershadaqah. Jika saya bershadaqah untuknya, apakah pahalanya sampai? Rasulullah menjawab: Iya, sampai” HR. Bukhari
Kematian itu pasti datang. Semua orang pasti merasakannya. Tidak ada yang bisa menghindarinya. Maka dari itu, bukan mati yang perlu ditakuti tapi saat mati apa yang akan kita bawa. Kita akan bertemu Allah. Allah selalu memantau amal kita. Maka, kita harus selalu taat agar saat bertemu nanti tidak menyesal. Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Barangsiapa yang tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah juga tidak suka menemuinya”.2
Al-Quran juga telah memberi penjelasan bahwa ada lima hal yang hanya diketahui oleh Allah. Yaitu hari kiamat, turunnya hujan, isi kandungan, pekerjaan manusia di hari esok, dan kematian sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Luqman ayat 34.
Allah menjadikan kehidupan dan setelahnya akan mati. Hidup untuk beribadah. Mati untuk menerima balasan. Orang yang bertemu Allah dengan hati yang selamat maka tidak akan menemukan kegelisahan. Jika sebaliknya maka akan menemukan kepayahan dan kebingungan. Karena hal ini Rasululah bersabda “Kerjakanlah apapun yang kau suka. Tapi ingat! semuanya akan ada balasannya”.3 Orang yang cerdas akan mengerjakan hal yang membuat dia mendapatkan rahmat bukan malah sebaliknya.4 Maka dari itu hendaknya semuanya menyiapkan bekal kematian dengan sempurna. Karena mati sudah pasti dan tidak ada yang mengetahui -selain Allah- kapan itu terjadi.
KAJIAN HADIS
Di dalam fikih dikenal istilah maradhul-makhuf (sakit yang menyebabkan mati). Normalnya mati biasanya diawali dengan tanda-tanda, seperti sakit, atau mengalami keadaan yang berat misalnya melahirkan, dan lain sebagainya. Sehingga orang-orang atau mungkin kita sendiri akan menganggap aneh bila ada orang mati tanpa diketahui penyebabnya.
Kata na’am dalam matan hadis di atas itu tidak menunjukkan hukum apapun, baik makruh apalagi haram.5 Cuma ada riwayat lain bahwa Rasulullah SAW itu pernah melewati tembok yang berposisi miring. Dan nabi menyegerakan langkahnya seraya bersabda yang artinya “Aku benci kalau mati mendadak”. Mati mendadak ini juga diberi nama mati putih (kosong). Imam az-Zamakhsyari berkomentar “alasan kenapa diberi nama mati putih karena yang mati seakan tidak membawa apa-apa, dari persiapan amal juga tidak sempat bertaubat”.6 Kalau melihat hadis ini seolah-olah kata na’am dalam hadis di atas itu menunjukkan makruh. Terbukti, Imam Ibnu Batthal mengomentari hadis ini dengan hukum makruh sebab tidak akan sempat berwasiat juga tidak sempat bersiap-siap untuk kematiannya. Dengan ini bisa kita simpulkan sementara bahwa mati mendadak itu makruh7.
Hemat penulis, dalil yang menjadi penguat kesimpulan hukum makruh di atas adalah mati mendadak itu menjadi salah satu tanda dekatnya hari kiamat.8 Tapi dalam kitab Tarikhul-Baghdad dijelaskan, bahwa orang-orang salih banyak juga yang mati secara mendadak, seperti Imam Ibnu Syahin, Imam Muhammad bin al-Atthar dan lain-lain. Aneh jika kewafatan beliau semua tidak husnul-khatimah sekalipun hal itu boleh-boleh saja bagi Allah. Berbeda dengan kelompok Muktazilah yang mengatakan Allah itu wajib berbuat baik terhadap makhluk-Nya seperti wajib memberi pahala atas ketaatan yang dilakukan makhluk-Nya.9
Makanya dari itu dalam kitab Hawasyisy-Syarwani wal-Ubbadi terdapat perincian. Kalau yang mati itu sudah banyak persiapan maka hukumnya tidak makruh. Tapi kalau sebaliknya maka makruh. Juga ada hadis bahwa mati mendadak itu sebagai bentuk istirahat bagi orang mukmin. Dan bentuk murka bagi orang kafir.10
Al-hasil Mati mendadak itu sebenarnya melihat orang yang mati. Kalau mukmim salih, maka hukumnya tidak makruh. Bahkan menjadi sebagai bentuk istirahat dari fitnah dunia. Seolah-olah yang asalnya dia terpenjara di dunia merasa bebas dan mendapat nikamat di akhirat. Sebagaimana sabda nabi “Dunia itu penjara bagi orang mukmin”.11 Wallahu a’lam.
Oleh: Thariqul Millah | IstinbaT
Refrensi:
- Fathul Bari, al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani Hal 254 Juz 3
- Ihya’ Ulumiddin, Imam Ghazali Hal 533 Juz 4
- Faidlul Qadir, Syekh Munawi Hal 134 Juz 1
- Tuhfah al-Ahwadzi, Hal 132 Juz 7
- Fathul Bari, al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Hal 254 Juz 3
- Faidlul Qadir, Syekh Munawi Hal 246 Juz 6
- Ibid 254
- Faidlul Qadir, Syekh Munawi Hal 10 Juz 6
- Mawahib as-Shamad Syarh az- Zubad, Syekh Ahmad al-Fasyni Hal 13
- Umdatul Qari Hal 221 Juz 8
- Ihya’ Ulumiddin, Imam Ghazali Hal 534 Juz 4
mati mendadak atau disebut ngeblak