TOKOH MERESAHKAN DAN BAGAIMANA KITA HARUS BERSIKAP

Miris! Satu kata yang dapat mewakili zaman kita. Zaman di mana umat semakin bingung dengan munculnya tokoh-tokoh meresahkan. Lebih mirisnya lagi, tidak sedikit dari mereka yang awalnya hanya bingung, berlanjut menjadi terpengaruh kemudian terjerumus untuk memakan umpan tokoh-tokoh meresahkan tersebut. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan di kepala kita terkait tokoh meresahkan. Mulai dari pertanyaan bagaimana, Sampai perntanyaan mengapa.

Di sini penulis mencoba mengulas beberapa aspek terkait topik kita dengan berpedoman pada al-Quran, melalui lensa tafsir tentunya. Dengan harapan semoga kajian ini dapat mendudukkan perkara—alih-alih menjawab—pertanyaan-pertanyaan tadi.

Pembahasan

Pada dasarnya, Allah menciptakan dunia dan seisinya bukan tanpa aturan. Ada aturan-aturan baku yang Allah ciptakan dalam mengelola ciptaan-Nya. Kita menyebutnya hukum alam. Al-Quran menyebutnya sunnatullah.

سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا

(Artinya:) “Sebagai sunnatullah yang berlaku atas orang-orang yang terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnatullah.” (Q.S. al-Ahzab [33]: 62).

Nah, salah satu hukum alam yang Allah tetapkan di muka bumi adalah menciptakan segala sesuatu berpasangan. Ada siang, ada malam. Ada bumi, ada langit. Ada kebenaran, ada kebatilan. Bahkan baru-baru ini seorang peneliti sains membuktikan bahwa Atom—inti terkecil dari sebuah benda—juga memiliki pasangan yakni Antimateri[1]. Allah berfirman:

وَخَلَقْنَٰكُمْ أَزْوَٰجًا

(Artinya:) “Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan.” (Q.S. an-Naba [78]: 08).

Demikian pula yang terjadi sebenarnya terkait tokoh meresahkan. Mereka sengaja Allah hadirkan sebagai perantara munculnya kebatilan, kesesatan dan kekufuran sebagai pasangan—dan untuk menjelaskan—kebenaran, jalan lurus dan kesalehan. Mereka hadir untuk menyuarakan kebatilan sebagai petunjuk akan keberadaan kebenaran.[2]  Demikianlah hukum alam yang berlaku menyangkut topik kita saat ini. Allah berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا شَيَٰطِينَ ٱلْإِنسِ وَٱلْجِنِّ يُوحِى بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ ٱلْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

(Artinya:) “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS al-An’am [06]: 112)

Selanjutnya, apakah umat manusia akan memilih kebenaran atau tidak itu hal lain. Faktanya, dari dulu hingga kini, tidak sedikit yang terperosok ke dalam jurang kebatilan. Bukan karena mereka tidak tahu perbedaan antara yang benar dan yang batil. Sebab, Allah melalui hukum alam yang ditetapkan-Nya, akan selalu menjelaskan keduanya. Juga tidak bijak jika dengan pasrah kita mengatakan bahwa pasti ada yang terperangkap kesesatan agar terciptanya neraka tidak sia-sia. Wait, yang kita bahas sebenarnya adalah tentang pertanyaan “why?!” Mengapa masih saja banyak yang terlena dengan kebatilan? Tidak lain jawabannya adalah apa yang saya sebut sebagai hukum ketertarikan.

Begini penjelasannya.

Kebenaran dan kebatilan akan selalu memiliki daya tarik masing-masing. Dan sebagaimana lumrahnya, setiap orang memiliki kecenderungan masing-masing—sesuai takdir penciptaannya—apakah ia akan tertarik pada kebenaran atau kebatilan. Allah berfirman:

قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِۦ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَىٰ سَبِيلًا

(Artinya:) “Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing’“. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS al-Isra [17]: 84)

Logikanya, daya tarik itu tidak muncul tanpa perantara. Di sinilah para tokoh menjadi pemeran utama dengan daya tarik yang dimilikinya. Entah mengajak umat pada kebaikan atau kebatilan. Sebagai contoh, di zaman Nabi Musa, ada seorang bernama Musa as-Samiri yang menjadi tokoh penyesat Bani Israil dengan patung sapinya. Dia hadir bukan tanpa daya tarik. Dia hadir dengan banyak keistimewaan. Salah satunya, dia bisa mengeluarkan madu dari jari jemarinya.[3]

Tokoh-tokoh meresahkan penyesat umat saat ini pun demikian. Mereka selalu punya daya tarik. Tentu mereka tidak bisa mengelurkan madu dari jari-jemarinya layaknya Musa as-Samiri. Zaman pun sudah berbeda. Orang-orang di zaman sekarang tentu tidak akan tertarik lagi pada hal-hal tak masuk akal. Mungkin daya tarik yang dimiliki tokoh-tokoh meresahkan penyesat umat saat ini adalah kekuasaan, kekayaan dan janji kesuksesan duniawi.

Lantas, apa yang harus kita lakukan agar selalu tertarik pada kebenaran alih-alih tertarik pada kebatilan? Apa sikap yang harus kita pilih agar tidak terjerumus seperti kaum Bani Israil? Sabar adalah kuncinya.[4] Kita harus menyadari bahwa hadirnya tokoh-tokoh meresahkan memang untuk menguji keimanan kita. Sekuat apa iman kita hingga kita bisa bersabar untuk tidak tertarik pada kesesatan dengan segala gemerlapnya.

Overall, kehadiran tokoh meresahkan sekilas memang menghadirkan hal negatif di tengah-tengah umat. Namun di sisi lain, kehadirannya adalah sebuah keniscayaan hukum alam. Dia hadir untuk memberi kita pilihan. Maukah kita bersabar untuk tidak tertarik pada kesesatan dengan cara selalu berusaha mengokohkan iman. Atau kita rela terjerumus ke dalam kesesatan melalui daya tariknya karena lemahnya iman. Wallahu a’lam.

oleh : Muhammad Imam Nawawi


Referensi :

[1] https://tekno.tempo.co/read/177877/bom-antimateri-ala-angel-and-demons

[2] Sayyid Qutbh, Fi Zhilalil-Quran

[3] Muhammad al-Amin bin Abdullah al-Urami al-Alawi asy-Syafii, Hadaiqur-Ruh war-Raihan,

[4] Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *