SISI LAIN KESALEHAN ULAMA
Sepeninggal Rasul, pewaris utama dari segala karakter dan keistimewaannya adalah para zurriyah dan ulama. Hal ini pernah disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadis yang artinya “Sesungguhnya ulama adalah para pewaris Nabi”.[1] Kata yang sakral dan dinobatkan untuk yang sakral pula.
Keilmuan dan kesalehan ulama adalah bukti nyata tentang warisan itu. Ulama mampu memadukan antara teori dan bentuk nyata pengamalan. Yang membuat istimewa di dunia dan di akhirat kelak. Dari kesalehan itu terbentuklah jiwa yang istikamah, dari keistikamahan itu lalu muncul pribadi yang berwatak luhur. Di situlah kepercayaan umat mulai dipasrahkan, dari sisi ukhrawi sebagai guru atau sisi duniawi sebagai panutan.
Selain penyuplai wawasan keagamaan, rasul juga berperan dalam ketenangan dan ketentraman. Hal ini terbukti dengan adanya amar makruf dan nahi mungkar. Dengan aturan ini, siklus kemasyarakatan akan berjalan dengan normal. Karena sebuah tindakan kriminal kerap kali dipicu oleh kriminal lain. Dan itu semua butuh antisipasi nahi munkar. Sebagaimana yang terkandung dalam surah al-An’am ayat 108
وَلَاتَسُبُّوْا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ فَيَسُبُّوا اللهَ بِغَيْرِعِلْمٍ…الاية (108)
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan.
Kemudian ada kesedihan yang mendalam saat para pemegang tugas tersebut satu persatu dipanggil mengahadap Rab-nya. Seperti ada kekosongan yang harus segera diisi. Karena para ulama selain menyebarkan ilmu, mereka juga menjadi salah satu penetral kekacauan alam. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 251
وَلَوْلَا دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْاَرْضُ وَلَكِنَّ اللهَ ذُوْفَضْلٍ عَلَى اْلعَالَمِيْنَ (251)
“… Dan seandainya Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas seluruh alam.”
Hal ini bermula dari ayat yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad memiliki keistimewaan dengan adanya beliau maka Allah tidak akan menurunkan azab. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Anfal ayat 33
وَمَا كَانَ اللهُ لِيُعَذَّبَهُمْ وَاَنْتَ فِيْهِمْ وَمَا كَانَ اللهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ (33)
“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.”
Dalam tafsir al-Wasith dijelaskan bahwa secara hukum normal Allah tidak akan menyiksa suatu kaum yang bermaksiat sedang terdapat nabi dan para orang mukmin yang beristighfar di dalamnya.[2] Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir bahwa pada saat Nabi Muhammad dan orang-orang mukmin berada di Makkah Allah tidak menurunkan azab-Nya. Setelah nabi dan orang mukmin hijrah barulah Allah memberi izin untuk penaklukkan Makkah.[3] Terbukti, pada saat Nabi Muhammad berada di tengah-tengah mereka potongan ayat yang Allah turunkan adalah
وَمَا كَانَ اللهُ لِيُعَذَّبَهُمْ وَاَنْتَ فِيْهِمْ
Setelah Nabi Muhammad hijrah, Allah kembali menurunkan potongan ayat berikutnya[4]
وَمَا كَانَ اللهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ
Hal ini juga selaras dengan firman Allah dalam surah al-Haj ayat 39
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ القرى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
Ada dua kemungkinan dalam menjelaskan bahwa nabi, ulama, dan orang saleh bisa menolak bencana dan azab dari Allah. Pertama, memang pribadi Nabi, ulama, dan orang saleh itu sendiri dapat mencegah kegaduhan alam sesuai dengan penjelasan ayat 33 surah al-Anfal di atas dan ayat 251 surah al-Baqarah.[5]
وَلَوْلَا دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْاَرْضُ وَلَكِنَّ اللهَ ذُوْفَضْلٍ عَلَى اْلعَالَمِيْنَ (251)
“… Dan seandainya Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas seluruh alam.”
Kedua, sebab adanya para nabi, ulama, atau orang saleh maka berjalanlah peraturan amar makruf dan nahi munkar. Sehingga kerusakan yang ditimbulkan akibat ulah ahli maksiat atau orang kafir dapat terminimalisir. Seandainya tidak ada amar makruf nahi mungkar niscaya gedung peribadahan akan dihancurkan oleh orang-orang fasik dan ahli maksiat dan kebenaran akan kalah dengan kebatilan.[6] Keterangan ini disampaikan oleh Allah dalam firmannya surah al-Haj ayat 40.
… وَلَوْلاَ دَفْعُ الله الناس بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسم الله كَثِيراً…الاية (40)
“…Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah…”
Dapat kita simpulkan bahwa pemegang estafet warisan Nabi adalah para orang saleh dan para ulama. Dari ayat di atas kita dapat mengerti sisi lain dari warisan itu. Para ulama dan orang-orang saleh memiliki tugas yang bukan hanya murni menyampaikan wawasan, tetapi juga bisa menjadi penyebab ketenangan suatu kaum dari segala azab, mara bahaya, dan bencana baik dengan adanya orang saleh tersebut atau dengan cara memperbanyak beristighfar. Wallahu a’lam.
Oleh: Cahyo Anjar Saputra
Referensi:
- HR. Abu Daud dan Tirmizi
- Sayid Muhammad Thanthawi, Tafsirul-Wasith, I/1818. Maktabah Syamila.
- Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa yang dimaksut azab dalam ayat tersebut adalah perang dalam rangka penaklukkan kota Makkah. Sebagian riwayat yang lain mengatakan azab ist’shal
- Imam Muhammad al-Amin bin Abdullah al-Urami, Tafsir Hadaiqur-rûh War-Raihân, X/413. Cet. Darul Minhaj.
- Imam at-Thabaari, Tafsir Jamiul-Bayan, IV/372, Maktabah Syamila.
- Imam at-Thabaari, Tafsir Jamiul-Bayan, IV/372, Maktabah Syamila