KADO BUAT SANG PEMIMPIN

تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ

“Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya haruslah berstandar kemaslahatan.”

Kehadiran seorang pemimpin merupakan hal yang sangat krusial dalam negara. Sukses atau tidaknya sebuah negara, berada pada tangan seorang pemimpin. Tanpa kehadiran seorang pemimpin, sebuah negara sistemnya tidak akan berjalan secara teratur sebagaimana mestinya. Kebijakan apapun yang nantinya diambil oleh pemimpin, semua harus dipatuhi oleh rakyatnya. Namun terkadang sebagian kebijakannya ada yang terasa menjadi beban bagi rakyatnya. Entah karena peraturannya terlalu berat atau memang rakyat tidak mau melaksanakannya.

Realitanya, peraturan yang dibuat oleh pemimpin ada yang berdasarkan kemaslahatan rakyatnya, dan ada pula yang berdasarkan kepentingan pribadinya. Lebih detailnya, peraturan yang mempertimbangkan kemaslahatan rakyat, tentu peraturan itu akan mendukung kesejahteraan rakyat serta akan mendapat dukungan penuh dari rakyat, sedangkan kebijakan yang berdasarkan kepentingan pribadi pemimpin, maka peraturan itu akan lebih mementingkan urusan pribadinya sekalipun akan menyengsarakan rakyatnya. Artinya, sang pemimpin tidak akan peduli, apakah peraturan itu akan membuat rakyatnya susah atau tidak, yang penting tujuannya tercapai.

Salah satu contoh peraturan seorang pemimpin yang lebih mementingkan urusan pribadinya, adalah peraturan pada masa orde baru, yakni semua media massa tidak boleh mengkritik pemimpin apalagi seorang presiden. Jika ada media massa yang berani mengkritik pemimpin lebih-lebih presiden, maka konsekuensinya adalah masuk penjara atau mati. Nah, yang perlu dipertanykan dalam hal ini adalah, apakah seorang pemimpin boleh membuat peraturan atau kebijakan menurut kehendaknya sendiri dengan tanpa mempertimbangkan kesejahteraan rakyat?

Kaidah diataslah yang dapat menjawab masalah ini. Dengan meneliti kaidah diatas para pembaca akan mempunyai sedikit gambaran mengenai bagaimana seharusnya peraturan yang dibuat oleh para pemimpin.

Kajian kaidah

Secara tekstual, makna dari kaidah tersebut memberikan penjelasan, bahwa mestinya kebijakan seorang pemimpin harus mengikuti kemaslahatan rakyat. Perlu diketahui, bahwa kaidah ini muncul sebab perkataan Sayidina Umar “Posisi aku terhadap harta Allah seperti posisi pengasuh anak yatim. Ketika aku butuh, aku mengambilnya dan ketika aku sudah punya, aku kembalikan dan ketika aku tidak butuh, aku tidak mengambilnya.”[1]

            Sudah lumrah sekali, setiap kaidah mempunyai furu’ (cabang kaidah), dan juga mempunyai pengecualian kaidah, termasuk kaidah ini. Contohnya adalah pengalokasian harta baitul mal (harta yang dialokasikan untuk kemaslahatan Muslimin yang salah satu sumbernya adalah Ghanimah atau harta rampasan perang).

Seorang imam ketika mengalokasikan harta baitul mal tidak boleh seenaknya sendiri, dengan memberikannya kepada siapa saja tanpa mempertimbangkan layak atau tidaknya alokasi tersebut. Sebab dalam teknis pengalokasian harta baitul mal, ia tidak boleh mendahulukan masyarakat yang tidak membutuhkan dari pada masyarakat yang sangat membutuhkan.

Sekarang jika di suatu daerah tidak ada seorang imam apakah boleh selain imam membagikan harta baitul mal pada yang berhak dengan tanpa ada rekomendasi terlebih dahulu dari pihak manapun?

Dalam masalah ini, Imam as-Subki lebih cenderung tidak memperbolehkan[2]. Dengan dalih bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saya hanyalah orang pembagi harta dan yang memberikan adalah Allah ,, beliau (Imam as-Subki) memberikan beberapa kesimpulan.

Pertama, sesungguhnya kepemilikan dan pemberian semuanya dari Allah SWT, bukan dari seorang imam.

Kedua, imam tidak boleh memberikan kepada siapa pun, kecuali ada rekomendasi dari Allah SWT melalui ayat-ayat al-Quran.

Ketiga, tugas imam hanyalah membagi-bagikan saja, tidak lebih.

Tiga kesimpulan di atas memberitahukan, bahwa tugas seorang imam hanya membagi-bagikan saja, dan tentu dalam pembagiannya harus merata dan adil. Adapun dari ciri-ciri pembagian yang adil dan merata adalah mendahulukan orang yang lebih membutuhkan dari pada yang tidak. Di samping itu, imam harus menyamaratakan pembagiannya kepada masyarakat yang sama dalam kebutuhannya.

Dari sini, dapat kita ketahui bersama bahwa jika ada salah satu rakyat termasuk dalam kategori mustahik baitul mal (orang yang berhak mendapatkan harta baitul mal), maka orang tersebut statusnya adalah pemilik harta itu, walaupun harta tersebut masih belum sampai padanya. Oleh karena itu, jika imam tidak memberikan harta Baitulmal kepada orang yang berhak mendapatkannya, maka dia adalah orang yang zalim kepada rakyatnya dengan alasan imam tidak memberikan harta kepada pemiliknya.

Dari pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa dalam membuat sebuah peraturan pemerintahan, ada kaidah-kaidah yang harus diikuti. Artinya tidak boleh seenaknya sendiri. Misalnya, peraturan yang dibuat haruslah mempertimbangkan kemaslahatan rakyat. Seperti tindakan yang telah dilakukan oleh Sayyidina Umar meskipun pada kenyataannya peraturan Sayyidina Umar berbeda dengan Rasulullah. Hanya saja, hal itu masih diperbolehkan, sebab perbedaan peraturan yang dibuat, atas dasar pertimbangan kemaslahatan rakyat dan tidak bertentangan dengan syariat.

Jika kita melihat kebijakan yang dilakukan oleh para pemimpin kita, maka kebijakannya sangat jauh sekali dengan kebijakan yang dilakukan oleh Sayyidina Umar karena peraturan yang mereka buat, bukan atas dasar kemaslahatan rakyat, tapi atas kepentingan pribadi yang efeknya peraturan tersebut ditolak oleh masyarakat serta membuat masyarakat bergerak untuk melakukan demo. Bahkan terkadang peraturan yang dibuat oleh pemerintah seperti halnya hewan buas yang siap menerkam siapa saja kecuali majikannya (pemerintah).

Mungkin hal ini merupakan salah satu kendala kenapa janji-janji caleg banyak yang tidak terealisasikan. Tentunya karena mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat. Seandainya mereka lebih mementingkan kepentingan rakyatnya, pasti rakyat akan lebih percaya padanya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Oleh: Lutfi Maulana


[1] As-Suyuti, Jalaludin Abdurrahman, Asybah wan Nadhair lil Imam as- Suyuthi, , I/ 158

[2] Syarhu sunani Abi Dawud, Abdul Muhsin al- Ubbady, 7 / 16

One thought on “KADO BUAT SANG PEMIMPIN

  • 5 Desember 2023 pada 8:52 pm
    Permalink

    Alhamdulillah istinbat kajiannya tambah bagus mudah mudahan tambah baik lagi ke depannya dan semoga bisa bermanfaat untuk semua kalangan amin

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *