Para Penyebar Kisah Israiliyat

Al Quran merupakan mukjizat agung Nabi Muhammad yang diturunkan sebagai pedoman untuk umat Islam dalam menjalankan syariat-syariat Islam. Kita diingatkan untuk selalu berpegang teguh padanya, sebagaimana firman Allah dalam surah az-Zukhruf: 43, yaitu:

فَٱسۡتَمۡسِكۡ بِٱلَّذِيٓ أُوحِيَ إِلَيۡكَۖ إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ

“Maka berpegang teguhlah kamu apa yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.”

Para ulama menggunakan beberapa cara dalam menggali kandungan al-Quran dan menafsirinya. Salah satunya dengan merujuk kepada cerita-cerita umat terdahulu atau yang kita kenal dengan cerita Israiliyat.

Cerita Israiliyat mulai tersebar di kalangan umat Islam sejak peradaban Islam mulai bercampur dengan peradaban agama lain. Cerita-cerita ini diketahui bersumber dari orang-orang agama Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam. Namun dalam kitab at-Tafsir wal Mufassirun, disebutkan bahwa tokoh utama yang menyebarkan kisah-kisah Israiliyat ada empat orang. Dari merekalah kebanyakan kisah Israiliyat bersumber.

Abdullah bin Salam

Bernama asli Hushain bin Salam bin al-Harits al-Anshari, beliau merupakan salah satu pendeta Yahudi Madinah yang bersekutu dengan kaum Anshar dan keturunan Nabi Yusuf bin Ya’qub. Beliau dan ayahnya merupakan orang yang terpandang di kaumnya dan memahami kandungan-kandungan Taurat.

Pada saat Nabi Muhammad tiba di Madinah, Abdullah bin Salam langsung mendatangi Nabi Muhammad untuk membuktikan kebenaran bahwa beliau merupakan Nabi akhir yang diutus untuk seluruh umat manusia. Saat memandang Nabi Muhammad, Abdullah bin Salam melihat tak adanya tanda-tanda kebohongan pada diri Nabi dan beliau memberanikan diri untuk bertanya kepada Nabi Muhammad. Menurut cerita yang diriwayatkan Humaid dari Anas, Abdullah bin Salam melemparkan tiga pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh seorang Nabi.

  1.  Apa tanda kiamat yang muncul pertama?
  2. Apa makanan pertama yang dimakan penduduk surga?
  3.  Dari mana seorang anak bisa menyerupai ayah dan ibunya?

Nabi Muhammad menjawab, “Jibril barusan memberitahuku,” tetapi Abdullah bin Salam menyela, “Dia merupakan malaikat yang dimusuhi kaum Yahudi.” Nabi meneruskan jawabannya, “Tanda kiamat yang pertama muncul adalah api yang muncul dari arah timur, yang menggiring seluruh manusia ke arah barat. Makanan pertama yang dimakan penduduk surga adalah cuping hati ikan. Sedangkan seorang anak akan mirip dengan ayahnya jika air sperma ayah lebih dulu sampai ke rahim, begitu pula sebaliknya.”

Setelah mendapat jawaban yang jelas dari Rasulullah, Abdullah bin Salam bersaksi bahwa Nabi Muhammad benar-benar seorang utusan Allah dan masuk Islam. Lalu Abdullah bin Salam berkata, “Wahai Rasulullah, kaum Yahudi adalah kaum pendusta. Jika mereka mengetahui keislamanku, mereka akan mendustakan diriku di depan anda. Hendaknya anda menemui mereka dan bertanya tentang diriku.” Nabi pun menemui kaum Yahudi untuk menanyakan perihal Abdullah bin Salam. “Abdullah bin Salam itu lelaki seperti apa?” tanya Nabi. Kaum Yahudi menjawab, “Dia adalah orang yang baik dan putra dari orang baik kaum kami, orang alim dan putra dari orang alim kaum kami, orang pandai dan putra dari orang pandai kaum kami.” “Bagaimana jika dia masuk Islam, apakah kalian akan menerimanya?” Nabi kembali bertanya. “Semoga Allah melindunginya dari hal sedemikian,” jawab kaum Yahudi. Selepas itu, Abdullah bin Salam muncul dan mengucapkan dua syahadat di depan kaum Yahudi. Sontak, kaum Yahudi mencaci Abdullah bin Salam, “Kamu adalah orang buruk dan putra dari orang buruk kaum kita, orang bodoh dan putra dari orang bodoh kaum kita.” Lalu Abdullah bin Salam berkata kepada Nabi Muhammad, “Ini yang aku khawatirkan dari orang-orang Yahudi.”

Abdullah bin Salam merupakan salah satu shahabat Nabi yang dijamin masuk surga dan shahabat Nabi yang memiliki derajat tinggi dalam bidang keilmuan karena memahami Taurat dan Al-Qur’an. Ketika peradaban Islam dan Yahudi bercampur, banyak orang Islam yang menukil ilmu Taurat dari Abdullah bin Salam. Imam At-Thabari banyak mengutip pendapat dari Abdullah bin Salam dalam kitab tarikhnya. Banyak cerita-cerita Israiliyat yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir bersumber dari beliau.

Ka’ab al-Ahbar

Bernama lengkap Ka’ab bin Mati’ bin Hayu’. Beliau seorang Yahudi asal Yaman yang hidup sejak zaman Jahiliah. Ka’ab termasuk golongan tabiin karena belum pernah bertemu Nabi Muhammad. Masuk Islam pada tahun 12 H di masa kekhilafaan Sayidina Umar. Dijuluki ‘al-Ahbar’ karena merupakan pendeta Yahudi dengan pengetahuan paling luas di antara pendeta lainnya. Setelah masuk Islam, Ka’ab sempat berkunjung ke Madinah namun tak lama beliau pergi ke Syam dan menetap di Homs hingga akhir hayatnya. Diketahui, beliau wafat pada tahun 32 H pada masa kekhilafahan Sayidina Utsman, dalam usia 140 tahun.

Mengenai keterlambatan Ka’ab al-Ahbar masuk Islam, Sayidina Abbas pernah menanyakannya langsung. Ka’ab menjelaskan bahwa ayahnya pernah memberikannya sebuah buku yang berisi kandungan kitab Taurat dan menyuruhnya untuk mengamalkan isinya. Namun Ka’ab tidak sempat membaca buku tersebut sampai tamat. Ketika Islam muncul, Ka’ab menyadari ada ilmu Taurat yang disimpan oleh ayahnya. Beliau membuka kembali buku yang diberikan ayahnya dan menemukan penjelasan tentang sifat Nabi Muhammad dan umatnya. Setelah itu, Ka’ab masuk Islam.

Ka’ab al-Ahbar meriwayatkan hadist mursal dari Nabi Muhammad, dari Sahabat Umar, Suhaib dan Aisyah. Banyak shahabat yang meriwayatkan hadis dari Ka’ab. Di antaranya: Ibnu Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan Muawiyah. Golongan tabiin juga tidak mau ketinggalan meriwayatkan hadis dari beliau, seperti Sa’id bin Musayyab, Atha’, dan lainnya.

Para ulama mengakui kredibilitas Ka’ab al-Ahbar. Hal ini bisa dilihat dari tidak adanya ulama yang menyebut beliau dalam kitab-kitab yang menjelaskan tentang rawi yang cacat. Imam Nawawi dalam kitab Tahdzib-nya mengatakan bahwa para ulama sepakat atas keluasan ilmu Ka’ab dan kredibilitasnya.

Wahb bin Munabbih

Abu Abdillah Wahb bin Munabbih al-Yamani lahir di Dzamar, Yaman pada tahun 34 H. Ayahnya, Munabbih, berasal dari Khurasan dan diutus ke Yaman pada zaman Kisra Anusyurwan. Munabbih masuk Islam pada masa Nabi Muhammad. Wahb tumbuh di Yaman dan menjadi qadhi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau wafat pada tahun 114 H dalam usia delapan puluh tahun.

Beliau meriwayatkan hadis dari beberapa shahabat Nabi, termasuk Abu Hurairah, Abu Said al-Khudri, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas. Kedua putra beliau, Abdullah dan Abdurrahman mengambil hadis darinya. Selain itu, tokoh-tokoh seperti Abdul Mun’im bin Idris dan ‘Amr bin Dinar juga mengambil hadis dari Wahb bin Munabbih.

Wahb bin Munabbih merupakan sosok yang luas ilmunya dan banyak meneliti kitab-kitab kuno. Ibnu Khallikan berkomentar, “Wahb bin Munabbih memiliki pengetahuan tentang kaum-kaum terdahulu, penciptaan bumi, dan kisah-kisah para Nabi dan para raja.” Ada yang berpendapat, beliau telah membaca 72 kitabullah. Beliau meneliti kisah Israiliyat untuk dapat menjelaskan sebagian isi al-Quran yang dapat diungkap dengannya. Bahkan, ada cerita bahwa Wahb bin Munabbih telah mengumpulkan ilmu Abdullah bin Salam dan Ka’ab al-Ahbar. Beliau juga pribadi yang wara’ dan soleh.

Kredibilitas Wahb bin Munabbih dalam periwayatan hadis diakui oleh banyak ulama, termasuk Imam adz-Dzahabi. Beliau berkata, “Wahb bin Munabbih merupakan sosok yang jujur dan terpercaya. Dia banyak mengutip cerita dari kitab-kitab Israil.”

Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij

Abul Walid Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij lahir dari orang tua yang merupakan seorang Nasrani dari Romawi. Di Makkah, Ibnu Juraij dikenal sebagai salah satu ulama dan muhaddis. Ia juga merupakan orang pertama yang mengarang kitab di bumi Hijaz. Ibnu Juraij wafat pada tahun 150 H.

Ibnu Juraij mengambil hadis dari berbagai tokoh, termasuk Atha’ bin Rabah, Zaid bin Aslam, Az-Zuhri, Thawus, dan lainnya. Di antara orang-orang yang mengambil hadis dari Ibnu Juraij ialah Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, dan Muslim bin Khalid.

Ibnu Juraij memiliki pengetahuan tentang cerita-cerita Nasrani dan Israiliyat. Beliau sering menggunakan cerita Israiliyat untuk menafsiri ayat-ayat Al-Qur’an tanpa memperhatikan keabsahan cerita tersebut. Banyak Ulama yang mengingatkan untuk berhati-hati ketika menemukan cerita Israiliyat yang bersumber dari Ibnu Juraij karena tidak diketahui kejelasan sumbernya.

Oleh: Moh. Syauqillah/ Redaksi Istinbat.

Referensi:

Dr. Ramzi Na’Na’ah, Al-Israiliyat wa Atsaruha fi Kutubit-Tafsir, 159-161, Dar al-Qalam.

Dr. Muhammad Husain adz-Dzahabi, At-Tafsir wal-Mufassirun, I/165-169

Syamsuddin Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi, Siyar A’lamin-Nubala’, III/433-434, Darul Kutub Ilmiyah.

Dr. Muhammad Husain adz-Dzahabi, Al-Israiliyat fit-Tafsir wal Hadits, Maktabah Wahbah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *