Keindahanmu Malapetakamu

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِي النَّاسِ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak aku tinggalkan sepeninggalku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada fitnah wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 4706)

Alkisah, ada seorang pria yang tanpa sengaja melihat seekor burung merak sedang mencabuti bulu-bulu indahnya. Pria itu heran dan bertanya, “Tidakkah kamu merasa sayang pada bulu indahmu itu? Banyak orang akan melakukan apa saja untuk bisa memiliki bulu seindah itu, kenapa kamu malah mencabutinya?”

Si merak menjawab bijak, “Kamu betul, bulu ini memang indah, tapi hidupku lebih berharga daripada bulu indah ini. Keindahannya ini bisa mendatangkan celaka. Itu sebabnya aku mencabutinya.”

Kisah ini menggambarkan realita yang seringkali terabaikan. Di balik karunia keindahan, ada potensi ancaman yang besar. Seperti halnya bulu merak, keindahan bukan hanya berkah, ia juga bisa menjadi sumber masalah jika tidak disikapi dengan bijak.

Dalam hadis Nabi Muhammad ﷺ di atas, kata “fitnah” bukan dimaknai sebagai perempuan itu sendiri adalah keburukan, tetapi sebagai ujian besar yang bisa menjauhkan seseorang dari jalan kebenaran, terutama bagi laki-laki. Ini adalah peringatan terhadap potensi besar dari godaaan syahwat, terutama ketika tidak dikendalikan. Allah ﷻ berfirman dalam al-Quran:

اِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيْمٌ     

“Sesungguhnya tipu daya kalian sangatlah besar.” (QS. Yusuf: 28)

Ayat ini muncul dalam kisah Nabi Yusuf dan godaan Zulaikha, istri al-Aziz. Ini bukanlah bentuk penilaian negatif terhadap semua perempuan, tetapi sebuah pengakuan atas kekuatan pengaruh yang dimiliki oleh perempuan, terutama dalam hal penampilan dan daya tarik emosional.

Baca Juga: Islam Mengangkat Hak dan Martabat Perempuan

Wahai Akhwat, kalian adalah makhluk yang diciptakan dengan bentuk paling indah. Bahkan Nabi menyebut perempuan salihah sebagai sebaik-baiknya perhiasan dunia. Namun, seperti halnya perhiasan, ia bisa mendatangkan pujian sekaligus ancaman. Daya tarik kalian bisa menginspirasi, namun juga bisa menggoda dan mengguncang keteguhan iman jika disalahgunakan.

Dalam kitab tafsir Hadaiqur-Ruh war-Raihan[1],  al-Imam Mujahid mengatakan, “Jika seorang perempuan menghadap ke depan, maka setan akan duduk di kepalanya dan memperindahnya bagi siapa pun yang melihatnya. Jika dia berpaling, maka setan akan duduk di punggungnya dan memperindahnya bagi siapa pun yang melihatnya.”

Pernyataan ini bukanlah untuk menakut-nakuti atau menyudutkan perempuan, melainkan untuk mengingatkan, bahwa setan selalu bekerja melalui celah yang tampak indah, mempercantik apa yang bisa menjadi jalan menuju kemaksiatan. Penampilan yang memancing perhatian dapat membuka peluang bagi setan untuk membisikkan godaan, baik kepada perempuan maupun laki-laki.

Di zaman sekarang, di mana media sosial mengangkat budaya pamer dan eksistensi visual, bahaya fitnah semakin nyata. Banyak orang dengan tanpa sadar rela melakukan apa pun demi ‘likes’, pujian, atau menjadi pusat perhatian. Padahal, terlalu menonjol kadang bukan berarti mulia, tapi justru sebaliknya.

Wahai Akhwat, ingat! Jangan pernah melakukan tindakan bodoh hanya demi gemuruh tepuk tangan. Ketahuilah bahwa tidak semua sorotan membawa kebaikan. Dikenal, dipuji dan dikagumi orang lain tidak selalu berarti aman. Bisa jadi, di balik pujian itu, tersembunyi rasa iri, dengki, atau bahkan niat buruk. Seperti halnya burung merak, keindahan yang dipamerkan bisa mengundang para pemburu.

Memang, Islam tidak melarang perempuan tampil cantik atau rapi. Namun Islam menekankan kontrol dan kesopanan dalam mengekspresikan diri. Allah memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan untuk menjaga pandangan, menahan hawa nafsu, dan berpakaian dengan menutup aurat. Semua itu bukan bentuk pengekangan, melainkan perlindungan dari keburukan yang kadang tidak terlihat.

Kembali ke kisah merak tadi, ia bisa saja menikmati pujian dan sanjungan karena bulunya yang memesona. Tapi dia memilih untuk mencabutnya, sebuah tindakan yang tampak menyakitkan, tapi menyelamatkan. Demikian pula kalian, wahai Akhwat. Terkadang menahan diri dari pujian dan sorotan itu memang berat, tapi itulah bentuk cinta sejati kepada diri sendiri dan kepada Allah ﷻ.

Kesimpulan. Dunia hari ini memuja tampilan. Namun Islam memuliakan ketaatan. Keindahan yang dijaga dan disalurkan dalam koridor syariat bukanlah kehilangan nilai, justru menjadi lebih terhormat. Seperti halnya mutiara dalam cangkang, ia tidak sembarang bisa disentuh, tapi justru karena tertutup ia menjadi berharga. Wahai Akhwat, jangan sampai keindahanmu menjadi malapetaka bagimu dan orang lain. Jadikanlah ia sebagai jalan menuju pahala, bukan malah fitnah yang malah menyesatkan. Wallāhu a‘lam.

Abdulloh AG/IstinbaT

Baca Juga: Selektif Dalam Memilih Pasangan Ideal


[1] Syekh Muhammad Amin al-Harari, Hadaiq ar-Ruh war-Raihan, XIX/303, Shameela.ws https://shamela.ws/book/17375/8556

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *