FENOMENA CEK KHODAM

Belakangan ini, fenomena “cek khodam” telah menjadi viral di media sosial, berawal dari live streaming yang dilakukan oleh beberapa akun di media sosial Tiktok kemudian berkembang ke Instagram, Facebook sampai ke media X.

   Di dalam dunia spiritual atau kepercayaan tertentu, khodam sering kali dianggap sebagai entitas atau energi yang bisa berinteraksi dengan manusia. Namun, dalam konteks agama Islam, pendekatan terhadap khodam perlu diselaraskan dengan prinsip-prinsip syariat agar tidak bertentangan dengan ajaran yang telah ditetapkan.

Pengertian Khodam

Istilah khodam sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab yang berupa isim fa’il dari lafad khadama yakni خدم يخدم خدمة فهو خادم yang berarti pembantu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, khodam adalah jin atau makhluk halus yang diciptakan dari api. Dalam istilah Jawa, khodam disebut dengan prewangan. Dalam konteks spiritual, khodam sering dianggap sebagai entitas yang dapat memberikan bantuan atau perlindungan kepada seseorang.

Kepercayaan Masyarakat tentang Khodam

Terkait dengan hal ini, sebagian orang meyakini bahwa dengan cara mengecek khodam, seseorang dapat membantu mengenali jati diri dan dapat membantu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Di sisi lain, ada sebagian orang yang meyakini bahwa dengan mengetahui sosok khodam yang mereka miliki, maka mereka dapat memprediksi nasib yang akan menimpa dirinya di masa depan. Akibatnya, tak sedikit dari golongan masyarakat mendatangi orang yang mengaku sebagai peramal atau dukun secara langsung agar mereka mengetahui jenis khodam apa yang berada di tubuh mereka, atau melalui media sosial dengan cara menuliskan nama dalam kolom komentar di live video Tiktok atau yang lain, kemudian peramal tersebut memberitahu apakah nama tersebut memiliki khodam atau tidak. Bagi warganet yang dianggap memiliki khodam, khodam yang dimilikinya akan disebutkan. Khodam yang kerap kali disebutkan antara lain khodam harimau, buaya, macan putih, naga, kera putih dan lain sebagainya. Biasanya, fungsi atau kegunaan khodam yang disebut juga akan diberitahukan. Misalnya, khodam kera putih yang disebut dapat menjaga kehidupan seseorang.

Perspektif Syariat terhadap Cek Khodam

Pada dasarnya, pengetahuan tentang hal-hal gaib, termasuk tentang khodam atau entitas spiritual lainnya, adalah wilayah yang hanya diketahui oleh Allah semata, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Quran:

قُلْ لَّا يَعْلَمُ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ الْغَيْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗوَمَا يَشْعُرُوْنَ اَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tidak ada siapa pun di langit dan di bumi yang mengetahui sesuatu yang gaib selain Allah. Mereka juga tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml [27]: 65)

Dalam kitab Tafsîrul-Qur’ân al-‘Azhîm, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa pada ayat tersebut Allah menegaskan serta memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberitahukan kepada umatnya bahwasanya hal-hal gaib hanya diketahui oleh Allah, sebagaimana redaksi berikut:

.   يَقُولُ تَعَالَى آمِرًا رَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقُولَ مُعَلِّمًا لِجَمِيعِ الْخَلْقِ أَنَّهُ لَا يَعْلَمُ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ السَّمَوَاتِ والأرض الغيب إلا الله. وقوله تعالى: إِلَّا اللَّهُ اسْتِثْنَاءٌ مُنْقَطِعٌ أَيْ لَا يَعْلَمُ أَحَدٌ ذَلِكَ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّهُ الْمُنْفَرِدُ بِذَلِكَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ كَمَا قَالَ تَعَالَى: وَعِنْدَهُ مَفاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُها إِلَّا هُوَ

Firman Allah swt pada ayat tersebut merupakan perintah kepada Rasulullah, bahwasanya dia (Nabi Muhammad) hendaknya memberitahu kepada seluruh makhluk bahwa tidak ada seorang pun dari penduduk langit dan bumi yang dapat mengetahui perkara gaib kecuali Allah. Kemudian, lafaz إِلَّا  pada ayat tersebut merupakan huruf istitsna’ munqathi (pengecualian), yakni bahwasanya tidak ada seorang pun yang mengetahui hal gaib kecuali Allah, karena sesungguhnya Dia itu tunggal, tidak ada yang bisa menyekutukan-Nya. Sebagaimana juga, dalam firman-Nya yang lain diterangkan, ‘Kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya selain Dia[1]‘.

Dari penjelasan Imam Ibnu Katsir di atas, dapat dipahami bahwasanya tidak ada seorang pun yang tahu secara pasti tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkara gaib kecuali Allah. Oleh karenanya, syariat melarang seseorang mendatangi atau bertanya dan memercayai seorang dukun, sebagaimana pendapat para ulama yang dikutip oleh Imam Nawawi dalam kitabnya, Syarhun-Nawawî ‘alâ Muslim, sebagaimana berikut :


   قَالَ الْعُلَمَاءُ: إِنَّمَا نُهِيَ عَنْ إِتْيَانِ الْكَاهِنِ؛ لِأَنَّهُمْ يَتَكَلَّمُونَ فِي مُغَيِّبَاتٍ قَدْ يُصَادِفُ بَعْضُهَا الْإِصَابَةَ؛ فَيُخَافُ الْفِتْنَةُ عَلَى الْإِنْسَانِ بِسَبَبِ ذَلِكَ؛ لِأَنَّهُمْ يَلْبَسُونَ عَلَى النَّاسِ كَثِيرًا مِنْ أَمْرِ الشَّرَائِعِ

“Ulama mengatakan: keharaman mendatangi dukun karena mereka berbicara tentang  perkara gaib yang terkadang hanya sebagian yang benar, sehingga dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap manusia[2].”

Demikian juga, hadis yang yang disampaikan oleh Imam Muslim yang diriwayatkan dari Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami sebagaimana berikut:

عَنْ ‌مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ: ‌قُلْتُ: ‌يَا ‌رَسُولَ ‌اللهِ، ‌أمُورًا ‌كُنَّا ‌نَصْنَعُهَا ‌فِي ‌الْجَاهِلِيَّةِ كُنَّا ‌نَأْتِي ‌الْكُهَّانَ! ‌قَالَ: ‌فَلَا ‌تَأْتُوا الْكُهَّانَ. قَالَ: قُلْتُ: كُنَّا نَتَطَيَّرُ! قَالَ: ذَاكَ شَيْءٌ يَجِدُهُ أَحَدُكُمْ فِي نَفْسِهِ، فَلَا يَصُدَّنَّكُمْ

“Dari Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami, ia mengatakan: aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, banyak hal yang dulu kami lakukan semasa jahiliah. Salah satunya adalah mendatangi peramal.’ Rasulullah menjawab, ‘Janganlah kalian mendatangi peramal.’ Selanjutnya aku berkata, ‘Kami juga dulu bisa memperkirakan hal-hal buruk yang akan datang.’ Kemudian, Rasulullah menjawab kembali, ‘hal yang demikian adalah prasangka yang ditemukan dalam diri seseorang, maka jangan sampai hal tersebut memengaruhi kalian’[3].”

   Dari penjelasan redaksi Syarhun-Nawawî ‘alâ Muslim dan hadis Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami di atas, dapat dipahami bahwasanya alasan syariat melarang seseorang mendatangi dukun untuk menanyakan hal-hal gaib adalah karena ada larangan dari Rasulullah dan dikhawatirkan terjadi fitnah disebabkan apa yang dibicarakan oleh si dukun yang tidak bisa dibuat patokan untuk bisa dikatakan sebagai informasi yang valid.

Kesimpulan

   Dari semua pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya hukum mendatangi seorang dukun atau bertanya tentang sosok khodam melalui media sosial merupakan perbuatan yang diharamkan oleh syariat. Sebab, tidak ada satupun orang yang secara valid mengetahui tentang hal-hal gaib kecuali Allah, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, serta dikhawatirkan terjadi fitnah disebabkan informasi-informasi yang keliru dari si mbah dukun.

Oleh : Khoiron Rofik / Redaksi Istinbat


[1] Ibnu Katsir. Tafsirul-Qur’an al-Azhim, VI/187.

[2] Imam Nawawi. Syarhun Nawawi ala Muslim, II/298

[3] Imam Muslim. Shohih Muslim. IV/1749

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *