KAMPANYE MENJELEKKAN PASLON

Pada tanggal 14 Februari, Warga Indonesia akan menggunakan hak pilihnya untuk mencoblos Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, DPD, DPRD provinsi, hingga DPRD kabupaten/kota, yang mana pemilu 2024 ini akan diselenggarakan secara serentak di Indonesia. KPU sendiri sudah merilis jadwal kampanye. Partai politik dapat melakukan kampanye selama empat bulan, dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Dalam melakukan kampanye, partai politik mempunyai tujuan untuk menyakinkan publik untuk memilih, lewat sosialisasi program, menjelaskan visi dan misi serta lain sebagainya.

Perbincangan mengenai para capres dan cawapres (calon presiden dan wakil presiden) pun menjadi pembahasan hangat, isu-isu dan berita seputar politik semakin mewarnai berbagai media sosial seperti YouTube, Instagram, Twitter bahkan banyak bermunculan grup-grup WhatsApp yang beranggotakan khusus para pendukung paslon. Nama-nama politikus yang berkoar-koar mengkampanyekan calon usungannya juga mulai bermunculan, ada yang mengatasnamakan kebenaran, kesejahteraan, keadilan, perubahan bahkan agama pun juga tak luput untuk diseret dijadikan senjata politik. Tak jarang, dalam kampanye mereka juga langsung menunjuk hidung untuk membuka dan membeberkan keburukan lawan politiknya dengan mengungkit kembali masa kelamnya sampai kehidupan pribadinya pun tak luput dari roastingan para pendukung lawan politiknya.

Beragam metode dan teknik kampanye dilakukan, mulai dari rapat umum, konser, pawai, pemasangan atribut atau alat peraga, sampai pengerahan “buzzer” untuk menjatuhkan lawan politik capres atau cawapres yang didukung.

Dalam dunia politik sendiri dikenal adanya Positive Campaign (berkampanye dengan menyebutkan kelebihan dan keunggulan calon yang diusung sesuai fakta), Negative Campaign (berkampanye dengan memperlihatkan kekurangan dan kelemahan calon lain berdasarkan fakta), dan Black Campaign (berkampanye dengan menyampaikan data yang tidak valid/hoax). Jenis kampanye yang terakhir sudah dipastikan ketidakbolehannya karena ada unsur kebohongan yang menyebabkan rusaknya elektabilitas paslon lawan dengan cara yang ilegal, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ghozali dalam ihya’ulumiddinnya:

اعْلَمْ أَنَّ الْكِذْبَ لَيْسَ حَرَامًا لِعَيْنِهِ بَلْ لِمَا فْيْهِ مِنَ الضَّرَرِ عَلَى الْمُخَاطَبِ أَوْ عَلَى غَيْرِهِ

“Ketahuilah bahwasannya berbohong tidaklah haram disebabkan substansinya, akan tetapi hukum haram itu ada disebabkan ada efek negatif yang kembali pada lawan bicaranya atau terhadap orang lain.”

Bahkan larangan tentang Black Campaign juga sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sedangkan perbuatan kampanye hitam melalui media sosial bisa dijerat melalui Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 Ayat (2) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 yang diubah melalui UU 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman 6 tahun penjara.

Sedangkan untuk kampanye dengan jenis yang pertama yakni Positive Campaign dengan cara mengumpulkan berbagai macam data dan informasi positif seperti menyebarkan berita-berita tentang prestasi dan keberhasilan paslon usungan mereka ke khalayak umum sudah jelas kebolehannya, selama tidak ada unsur manipulasi data atau kebohongan informasi pencapaian yang disampaikan.

Untuk kampanye jenis kedua yakni Negative Campaign, dengan cara mengumpulkan berbagai data dan informasi negatif tentang kekurangan, kelemahan, bahkan catatan merah dari paslon lawan yang kemudian disebar luaskan ke berbagai media sosial, adalah cara yang tidak dibenarkan pula, karena hal tersebut masuk pada golongan ghibah yang diharamkan, sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Jamaluddin bin Muhammad bin Sa’id dalam kitab Mauizhotul Mu’minin min Ihya’ Ulumiddinnya:

بَيَانُ مَعْنَى الْغِيْبَةِ وَحُدُوْدِهَا: اعْلَمْ أَنَّ حَدَّ الْغِيْبَةِ أَنْ تَذْكُرَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُهُ لَوْ بَلَغَهُ، سَوَاءٌ ذَكَرْتَهُ بِنَقْصٍ فِي بَدَنِهِ، أًوْ نَسَبِهِ، أَوْ فِيْ خَلْقِهِ، أَوْ فِيِ فِعْلِهِ، أَوْ فِيْ قَوْلِهِ، أَوْ فِيْ دِيْنِهِ، أَوْ فِيْ دُنْيَاهُ، حَتَّى فِي ثَوْبِهِ وَدَارِهِ وَدَابَّتِهِ

“Penjelasan makna ghibah dan beberapa batasannya: Ketahuilah bahwasannya ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu dengan apa yang tidak disukainya, yang mana jika hal tersebut terdengar olehnya, baik kamu membicarakan kekurangan badannya, nasabnya, akhlaknya, atau pekerjaannya, perkataannya, agamanya, dunianya hingga pada pakaian, rumah dan tunggangannya.”

Hukum haram itu berlaku ketika pengumbaran aib lawan politiknya tersebut bertujuan untuk menjatuhkan elektabilitas lawan atau tidak bertujuan memberikan nasehat kepada masyarakat tentang paslon yang akan dipilihnya. Jika bertujuan untuk menasehati paslon agar memperbaiki kinerjanya dan menjadikannya lebih baik atau dengan tujuan memberikan informasi terhadap masyarakat agar membantu masyarakat dalam menentukan pilihan terbaik mereka, maka hal tersebut termasuk ghibah yang diperbolehkan, karena memilih seorang pemimpin tak cukup hanya dengan memperhatikan kelebihan-kelebihan mereka saja, akan tetapi juga memerlukan banyak pertimbangan aspek-aspek  lain.

Oleh : Redaksi Istinbat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *