MERAGUKAN IMAM BUKHARI?
Beberapa waktu lalu, saya pernah menonton video seorang tokoh liberal terkenal di salah satu media ternama. Dalam video tersebut, si liberal menjelaskan bahwa Imam Bukhari pernah meneliti, mengurai, dan mengklarifikasi banyak hadis, baik rawi maupun sanadnya. Ada 600.000 hadis yang diseleksi oleh beliau secara cermat dalam kurun waktu 16 tahun. Setelah seleksi ketat, hadis yang lolos hanya 14.000, dan hadis-hadis itulah yang dikodifikasi oleh Imam Bukhari dalam karyanya yang dikenal dengan Shahih Bukhari.
Setelah itu, beliau mengajak jamaahnya untuk menghitung hadis yang diteliti oleh Imam Bukhari menggunakan kalkulator. 16 tahun sama dengan 5.840 hari, artinya Imam Bukhori menyeleksi 37.500 hadis dalam setahun atau 3.125 hadis dalam waktu sebulan atau 104 hadis dalam sehari atau 4,3 hadis perjam selama 16 tahun. Udah saja deh, empat hadist satu jam tuh berarti dia (Imam Bukhari) bisa menyelesaikan tugas satu hadis dalam 15 menit ya, kapan ketemunya? kapan naik ontanya?” ucapnya.
Dengan hitung-hitungan tersebut beliau terkesan meragukan kredibilitas Imam Bukhari, dan kejujuran beliau. Apakah benar-benar bertemu dengan para rawi atau tidak?.
Tentu statement barusan sangat berbahaya bagi orang awam karena akan menimbulkan keraguan terhadap hukum syariat Islam yang sudah mapan. Lalu bagaimana kita menjawab apa yang dilontarkan tokoh liberal tersebut?
Baca Juga: Thufi, Sang Promotor Ushul Fikih Liberal
Pertama, kesimpulan lucu sekaligus aneh dari tokoh tersebut tentu muncul dari ketidakpahaman proses pengumpulan hadis yang dilakukan oleh Imam Bukhari.
Mungkin ia beranggapan bahwa Imam Bukhari mengambil satu hadis dari seorang guru di satu tempat, lalu pindah ke tempat lain untuk mendapatkan hadis yang kedua, padahal dalam rihlahnya Imam Bukhari bukan hanya mengambil dari satu guru saja, tapi di satu tempat beliau terkadang mengambil dari tiga, empat sampai lima guru. Seperti saat menimba ilmu di Makkah beliau mengambil dari banyak guru, di antaranya Imam Abul Walid Ahmad bin Muhammad al-Azraqi, Abdullah bin Yazid, Ismail bin Salim ash-Shaigh, Abu Bakar bin Abdullah bin az-Zubair dan `Allamah al-Humaidi.
Kemudian kepada satu rawi, Imam Bukhari tidak hanya mengambil satu hadis saja, akan tetapi ada banyak hadis yang beliau ambil, bahkan ada satu rawi yang meriwayatkan kepada Imam Bukhari sebanyak 300 lebih. Maka tentu bukanlah hal yang aneh jika Imam Bukhari mendapatkan hadis sebanyak itu.
Kedua, jika kritik tersebut muncul dari keraguan akan kualitas Imam Bukhari yang dapat menghafalkan dan menyeleksi 600.000 hadis dalam 16 tahun, di samping jauhnya jarak antar rawi maka sekali lagi saya katakan beliau memang betul-betul belum memahami perjalanan ilmiah pengarang al-Jami’ as-Shahih, karena dalam menyusun karyanya Imam Bukhari bukan memulainya dari awal tanpa bekal apapun, tapi beliau sudah mempelajari ilmu hadis beserta matannya sejak kecil, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Khathib al-Baghdadi dari Abu Ja’far Muhammad bin Abu Hatim al-Warraq an-Nahwi beliau mengatakan:
يَقٌوْلُ مٌحَمّدُ بْنِ أَبِي حَاتِم: قُلْتَ لِأَبِي عَبْدِ اللهِ (البُخَارِيِّ): كَيْفَ كَانَ بَدْءُ أَمْرِكَ؟ قَالَ: أُلْهِمْتُ حِفظَ الحَدِيثِ
فَقٌلْتُ: كَمْ كَانَ سِنُكَ؟ فَقَالَ: عَشْرَ سِنِيْنَ أَوْ أَقَلّ
“Aku katakan kepada Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Bagaimana permulaan urusanmu dalam mencari hadis? Dia mengatakan, Aku diberi ilham untuk menghafalkan hadis saat aku masih di bangku sekolah, Aku bertanya, Berapa usiamu ketika itu? Dia menjawab Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Jadi Imam Bukhari sudah menghafal banyak hadis, jauh sebelum mengarang kitab Shahih Bukhari.
Bahkan saat berumur 18 tahun beliau sudah mengarang kitab yang berjudul at-Tarikh al-Kabir, sebuah kitab yang mendapatkan pujian dari Ishaq bin Rahawaih “Maukah aku perlihatkan sihir kepadamu?” ucapnya kepada Amir Abdullah bin Tahir Al-Khurasani. Dan banyak lagi riwayat dari ulama-ulama besar yang mengakui kejeniusan Imam Bukhari. Salah satunya adalah perkataan Ibnu Khuzaimah yang dicantumkan oleh Syamsuddin adz-Dzahabi dalam kitabnya Tadzkiratul-Huffadz
وَقَالَ مُحَمّدُ بْنِ إسْحَاقِ بْنِ خُزَيْمَةَ : مَا تَحْتَ أَدِيْمَ السَّمَاءِ أَعْلَمُ بِالحَدِيْثِ مِنْ مُحَمّدِ بْنِ إسْمَاعِيْل
“Tidak ada di kolong langit ini yang lebih tahu tentang hadis daripada al-Bukhari”.
Akhiran, sebetulnya dari pertama kali saya menonton video itu, sudah bisa menebak bahwa apa yang dipaparkan oleh tokoh tersebut bukanlah murni menyampaikan kritik ilmiah untuk memperkaya khazanah keilmuan. Sebab sangat kentara kesalahan penjelasan tokoh itu yang hanya mengkritik hal yang sebenarnya sudah sangat jelas, tanpa ada bukti kongkret dan argumen yang dapat dipertanggungjawabkan serta tanpa mempedulikan pujian-pujian yang banyak dari para ulama besar. Jadi apalagi kalau bukan hanya mengandai-andai dan menabur benih keraguan.
Orang-orang seperti beliau ini bukanlah yang pertama saya temui di antara para tokoh, karena memang hampir semua tokoh liberal sering melakukan hal-hal yang kontroversial. Fenomena ini bukan hal yang mengherankan sebab hal tersebut merupakan bagian dari agenda paham liberal, yaitu mereka akan menyerang, mengacaukan pakem-pakem yang sudah tertata rapi (sumber dan hukum syariat) dengan cara mencari bagian-bagian yang dianggap terjadi kontradiksi, dan tidak logis menurut mereka. Lalu membiarkan makna bagian itu tidak terputuskan.Setelah itu, mereka akan memberikan makna baru dan menyusun konsep baru yang sesuai dengan keadaan yang relevan menurut mereka, inilah yang disebut dekonstruksi syariah. Mereka menganggap hukum syariat yang dijelaskan oleh ulama salaf sudah tidak relevan dengan kehidupan sosial di zaman modern ini.
Maka tidak heran jika kita sering melihat pemandangan dari orang-orang liberal yang gemar mengkritik para ulama besar sekaliber Imam Syafii sekalipun dengan berdalih kebebasan berpendapat. Na’udzubillah.
Baca Juga: Mengumbar Maksiat dalam Sorotan Hadis
Fathur Rosi/Istinbat