FITNAH KUBUR DAN AZAB KUBUR

Islam sebagai satu-satunya agama yang benar saat ini menekankan kepercayaan akan kehidupan setelah kematian. Dalam konteks ini, dua konsep penting yang sering diperbincangkan adalah fitnah kubur dan azab kubur. Keduanya memainkan peran sentral dalam keyakinan umat Islam. Namun, tahukah Anda bahwa keduanya memiliki perbedaan mendasar yang perlu dipahami dengan baik. Yuk simak penjelasnnya!

Dalam kitab I’anatuth Thalibin Juz II, fitnah kubur digambarkan sebagai ujian yang dihadapi oleh orang mati berupa pertanyaan malaikat dalam kubur. Ujian ini berbentuk pertanyaan-pertanyaan Munkar dan Nakir yang menguji keimanan dan amal perbuatan seseorang. Di sisi lain, azab kubur adalah siksaan umum yang dialami oleh orang mati, termasuk penghimpitan tanah, kesengsaraan, dan kegelapan dalam kubur. Syekh Abu Bakr ‘Utsman bin Muhammad Syaththa ad-Dimyathi al-Bakri berkata:

وَالْفَرْقُ بَيْنَ فِتْنَةِ القَبْرِ وَعَذَابِهِ، أَنَّ الأُولَى تَكُوْنُ بِامْتِحَانِ الْمَيِّتِ بِالسُّؤَالِ . وَأَمَّا الْعَذَابُ فَعَامٌ يَكُوْنُ نَاشِئًا عَنْ عَدَمِ جَوَابِ السُّؤَالِ، وَيَكُوْنُ عَنْ غَيْرِ ذَلِكَ .[1] (إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ١٦٣/٢)

Selain itu, pebedaan ini juga disinggung oleh Ibnu Asir al-Jazari  dalam An-Nihayah Fii Ghariibil-Atsar. Beliau berpendapat:


وَفِي حَدِيْثِ الكُسُوْفِ [ وإنَّكم تُفْتَنُونَ فِي القُبُوْرِ ] يُرِيْدُ مَسْألةَ مُنكَرٍ ونَكِيرٍ مِنَ الفِتْنة

Dan dalam haditsul-Kusuuf disebutkan ‘Dan sesungguhnya kalian mendapatkan fitnah di dalam kubur’ yang dikehendaki adalah pertanyaan Munkar dan Nakir bagian dari fitnah.[2]

Walhasil, dalam Islam, fitnah kubur dan azab kubur adalah dua konsep yang penting tapi berbeda. Fitnah kubur adalah ujian intelektual dan spiritual yang menguji keimanan dan pengetahuan seseorang, sementara azab kubur adalah penderitaan fisik dan mental akibat dari ketidakmampuan menjawab pertanyaan Malaikat dengan benar. Pemahaman yang mendalam tentang perbedaan ini tidak hanya memperdalam keyakinan, tetapi juga mendorong umat Islam untuk terus memperbaiki diri agar dapat menghadapi ujian di akhirat dengan percaya diri dan tenang. Wallahu a’lam.

Oleh : Zainul Umam


[1] Al-Bakri, Abu Bakr ‘Utsman bin Muhammad Syatha, I’anatuth Thalibin II/163

[2] Al-Jazari, Ibnu Atsir, An-Nihayah Fi Gharibil Atsar, III/777

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *