Penguburan Bayi Bukan Tradisi Arab

Hubungan Arab dengan nabi terakhir sangatlah erat. Karena dari bangsa itulah nabi terakhir terlahir. Pastinya, bangsa itu merupakan bangsa pilihan yang memiliki banyak keistimewaan, baik dari segi peradaban maupun kebudayaan. Nabi yang terpilih pula merupakan orang terbaik dari golongan mereka, sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Quran yang berbunyi:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ [التوبة: 128].

 

Imam Abdul Hamid dalam karyanya yang berjudul Tafsir Ibni Badis fi Majalisit-Tadzkir Min Kalamil-Hakim al-Kabir (1308 – 1359هـ) berkata setelah menyebutkan ayat di atas. Beliau mengatakan, “Di antara keistimewaan tabiat bangsa Arab adalah mereka tidak pernah tunduk kepada orang asing, baik dari segi bahasa maupun kekuatan”. Selanjutnya beliau memberikan arahan bahwa para nabi hanya akan diutus dari nasab mulia dan tempat yang menjadi pusat kekuatan serta sumber kemuliaan. Itulah salah satu di antara hikmah kenapa Allah memilih nabi dari bangsa Arab.

Kemuliaan nabi terakhir ini juga diperkuat deengan adanya hadits yang berbunyi:

إن الله اصطفى كنانة من ولد إسماعيل واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم [1]

Sesungguhnya Allah memilih Kinanah dari keturunan Ismail, memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan memilihku dari Bani Hasyim.

Keberadaan Rasulullah ﷺ berasal dari kabilah yang terhormat akan memberikan manfaat yang kembali kepada beliau, baik dalam bentuk perlindungan ataupun pembelaan. Hal itu terbukti ketika peristiwa pemboikotan. Pada masa itu, kabilah Nabi Muhammad ﷺ telah mengambil peranan penting dalam pembelaan terhadap beliau[2]. Ketika semua orang kafir mengupayakan pembunuhan terhadap Rasulullah ﷺ, maka kendala yang paling berarti bagi mereka adalah kabilah Rasulullah ﷺ, seperti sikap Abu Thalib dan peristiwa masuk Islamnya Hamzah ra. Di dalam berbagai kitab sejarah dijelaskan bahwa penyebab utama Hamzah memeluk agama Islam adalah untuk melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap sanak saudaranya. Dari sini, kita bisa membuktikan bahwa rasul terakhir itu terlahir dari klan terbaik dari pada yang lain.

Masalah muncul ketika segelintir golongan menuduh kebudayan Arab di era Jahiliah. Parahnya, golongan itu termasuk umat Islam sendiri. Mereka menganggap bahwa budaya Arab sangatlah kelam dan tidak ada sisi positifnya sama sekali.

Anggapan seperti ini memiliki dua sudut pandang. Ada kalanya itu ditujukan untuk menjelek-jelekkan bangsa Arab yang nantinya akan melahirkan cikal-bakal nabi terakhir, atau memang tujuannya menjunjung tinggi peran nabi dalam melakukan revolusi dari kegelapan menuju cahaya Islam, sehingga menusuk tajam kepada orang Arab Jahiliah. Dalam hal ini orang Arab sampai terlihat seakan akan merupakan golongan yang sangat tak beradab, bahkan tak pantas menjadi cikal-bakal nabi terakhir.

Paham seperti ini harus diluruskan agar masyarakat tidak terus menerus mengenyam pemahaman-pemahaman yang berbau kebohongan yang didasari dari ketidaktahuan akan kebenaran yang nyata. Tuduhan yang dilakukan oleh segelintir kelompok ini di antaranya ialah: tentang kebiasaan orang Arab mengubur bayi perempuan hidup-hidup, karena sifat gengsi mereka ketika dikaruniai bayi perempuan.

Secara global, pernyataan seperti ini sangat benar. Akan tetapi ketika tragedi ini dipukul rata, sehingga memberi asumsi bahwa semua penduduk Arab melakukannya atau menjadi tradisi mereka, maka pernyataan ini sangat fatal. Padahal kalau mau dikaji, peristiwa semacam ini tidak sampai menjadi tradisi turun-menurun. Melainkan hanya dilakukan oleh segelintir klan bangsa Arab yang notabenenya masih tingkat menengah ke bawah. Hanya saja peristiwa yang seperti ini disinggung dalam al-Quran, karena memang hal ini merupakan tindakan yang sangat tercela.

Paham di atas bisa terbantah dengan realita yang ada. Dalam hadis dijelaskan bahwa suatu hari ada seorang laki-laki yang memeluk agama Islam. Ketika itu, ia memiliki 10 istri. Akhirnya ia diperintahkan agar memilih empat istri saja, sedangkan sisanya dilepaskan. Berikut sabda Rasulullah ﷺ.

أَمْسِكْ أَرْبَعًا ، وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ.[3]

Tahanlah empat wanita dan pisahkan sisanya.”

Andaikan paham itu benar, niscaya populasi perempuan akan anjlok di masa Jahiliah. Tapi buktinya ketika itu masih ada laki-laki yang memiliki 10 istri. Hadis di atas cukup membuktikan bahwa pemendaman bayi perempuan itu bukanlah tradisi, melainkan tragedi kecil yang terjadi pada segelintir keluarga Arab.

Hali ini juga disinggung oleh Imam as-Syafii dalam tafsirnya. Beliau berkata ketika menafsiri ayat:

{وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ} [التكوير:8 و9]

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (Q.s. At-Takwir: 8-9)

Ada sebagian orang Arab yang membunuh anak perempuan mereka karena takut fakir dan hina[4]. Tragedi semacam itu dilakukan oleh Bani Khuza’ah dan yang paling parah adalah dari Bani Tamim[5]. Sedangkan untuk golongan Quraisy tidak ikut terlibat dalam peristiwa ini.[6] Ibnu Asyur juga menyebutkan dalam tafsirnya bahwa di masa Jahiliah memang ada sebagian orang Arab yang membunuh anak perempuannya, karena mereka takut kefakiran dan memandang nafkah yang diberikan pada mereka itu sia-sia. Sebab memang wanita tidak bisa diandalkan dalam perang dan pekerjaan. Dengan alasan itulah mereka melakukan hal yang demikian[7].

Di samping itu, banyak dari pemimipin kalangan orang Arab yang menjadi tim penyelamat bayi perempuan yang hendak dikubur hidup-hidup. Di antaranya adalah Zaid bin Nufail, ayah dari Said bin Zaid, salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Ada juga Sha’sha’ah bin Najiah at-Taimi, kakek dari Farazdak yang rela memberikan seekor unta hanya untuk meyelamatkan seorang bayi [8].

Dalam kitab at-Tahrir Wat-Tanwir yang lebih dikenal dengan nama Tafsir Ibnu Asyur karya Muhammad at-Tahir bin Muhammad bin Muhammad at-Tahir bin Asyur at-Tunisi (wafat 1393هـ) juga ada penjelasan bahwa perbuatan keji ini tidak dilakukan oleh semua golongan Arab, melainkan hanya sebagian saja. Kejadian itu pun karena terpaksa. Dan ini tidak pernah dilakukan oleh klan Quraisy yang merupakan klan munculnya nabi terakhir.

Dengan beberapa perincian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa tuduhan pemendaman bayi perempuan itu sebagai tradisi bangsa Arab di masa Jahiliah secara keseluruhan sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik secara dalil maupun penalaran.


Referensi:

  1. Sirah Nabawiyah libni Katsir
  2. Fiqhus-Sirah Sa’id Ramadan al-Buti
  3. Syarh Jam’ul-Jawami’ Lil-Mahalli/2/ 235.
  4. أحكام القرآن للشافعي (ص: 181)
  5. تفسير القرطبي (10/ 104)
  6. تفسير التنوير والتحرير لابن عاشور (31/ 43)
  7. تفسير التنوير والتحرير لابن عاشور (31/ 43)
  8. تفسير القرطبي (10/ 104)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *