KHAIBAR DAN WANITA PERACUN
Khaibar merupakan kota besar yang terdapat banyak benteng dan perkebunan yang cukup luas di dalamnya. DR. Said Ramdhan Al-Buthi dalam fiqihus Sirah–nya menunuturkan, latar belakang yang menjadi pemicu perang Khaibar disebabkan adanya hubungan diplomatik antara Yahudi Khaibar dengan suku Ghathafan untuk memerangi orang-orang Islam. Suku Ghathafan mengirimkan bala bantuan kepada Yahudi Khaibar melalui daerah Raji’.
Gerakan ini tercium oleh Rasulullah, Beliau lantas mengumpulkan pasukan demi menghadang bala bantuan tersebut. Terdapat sekitar 1.400 pasukan muslimin yang terdiri dari pasukan infanteri dan kavaleri. Pasukan Ghathafan yang mengetahui hal tersebut, kembali dan tidak melanjutkan perjalanan, sehingga tidak terjadi peperangan.
Ibnu Hisyam meriwayatkan, “Saat Nabi hampir sampai di Khaibar, beliau berseru kepada para shahabat, “Berhentilah!” seraya berkata “Ya Allah, penguasa langit dan yang dinaunginya, penguasa bumi dan yang terdapat di dalamnya, penguasa seluruh syetan dan yang disesatkannya, penguasa angin dan yang dihembuskan olehnya, kami memohon pada engkau kebaikan kota ini, kebaikan penduduknya dan kebaikan apa yang ada di dalamnya, Kami meminta perlindungan-Mu dari keburukan kota ini, keburukan penduduknya dan keburukan apa yang ada di dalamnya, majulah dengan nama Allah!”.
Pasukan Islam tiba di Khaibar menjelang malam. Mereka menginap dan bersiap-siap untuk melakukan penyerangan besok pagi. Keesokan harinya, penduduk Khaibar keluar rumah membawa berbagai alat seperti sekop dan kapak, beraktivitas seperti biasanya. Saat mereka melihat Rasulullah, mereka berteriak “Muhammad dan pasukannya!” lalu lari terbirit-birit. Rasulullah berseru “Runtuhlah Khaibar, saat kami sampai pada suatu kaum, maka celakalah bagi orang-orang yang telah diperingati” Nabi pun membentuk beberapa kelompok militer, lantas menaklukkan satu persatu benteng-benteng Khaibar. Hingga akhirnya tersisa dua benteng terkuat, Wathih dan Sulalim. Kedua benteng ini dikepung oleh pasukan Islam sampai memakan waktu kurang lebih sepuluh hari, hingga mereka menyerah dengan memberikan semua harta yang mereka miliki.
Panglima Penakluk Khaibar
Beberapa riwayat menyebutkan, saat perang Khaibar, bendera panglima dipegang oleh Abu Bakar. Beliau berusaha menaklukkan Khaibar, tapi Khaibar tak kunjung takluk. Umar bin Khattab pun lantas menggantikan Abu Bakar, Lagi-lagi Khaibar masih berdiri tegak. Dalam kondisi tersebut, Rasulullah bersabda “Aku akan menyerahkan bendera panglima ini pada seorang yang mencintai Allah dan Rasulnya, Allah mentakdirkan Khaibar akan takluk ditangannya”. Malam harinya, para sahabat saling bertanya-tanya siapakah yang akan mendapatkan tugas mulia tersebut. Keesokan harinya, para sahabat mengharap bendera panglima diberikan pada mereka. “Di mana Ali?” tanya Rasulullah. “Dia sedang sakit mata” jawab para shahabat. “Bawa dia kemari”, perintah beliau, Rasulullah pun meludahi kedua mata Ali, hingga akhirnya sembuh dan tak pernah lagi sakit mata.
Sebelum menyerang Khaibar, Sayidina Ali bertanya kepada Nabi, “Apakah aku akan memerangi mereka sampai masuk Islam?” Nabi menjawab “Kirimkanlah beberapa utusan, temui mereka dan ajak masuk Islam, beri tahu kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah. Demi Allah, satu orang yang diberi hidayah masuk Islam jauh lebih baik bagimu daripada unta merah” Sayidina Ali pun berangkat hingga akhirnya Khaibar tertaklukkan di tangannya.
Wanita Peracun
Setelah tuntas penaklukan Khaibar dan keadaan tenang, istri Sallam bin Misykam yang bernama Zainab binti Haris menyajikan daging domba panggang untuk Rasulullah. Sebelumnya Zainab menanyakan daging bagian mana yang paling disukai oleh beliau. Ada yang memberitau bahwa Rasulullah menyukai bagian paha, dia pun meracuni daging domba tersebut dan memperbanyak racun di bagian paha. Ketika daging itu berada di hadapan Rasulullah, beliau pun memakannya. Namun, seketika itu beliau memuntahkannya dan berkata “Tulang ini memberitahuku bahwa daging ini mengandug racun”, seorang sahabat bernama Bisyr bin Barra’ yang juga ikut memakan daging tersebut telah menelannya dan akhirnya meninggal.
Rasulullah pun memanggil Zainab dan menanyakan apakah dia yang memberinya racun, dia pun mengaku dan mengatakan “Telah sampai padaku informasi tentangmu dari kaumku, aku berfikir bahwa jika kau hanya seorang raja, maka aku bisa menghabisimu (dengan racun itu) dan jika kau benar-benar seorang Nabi, pasti akan ada yang memberitahumu”. Setelah itu, Rasulullah pun melepaskannya dan dia masuk Islam. Namun, terdapat perbedaan riwayat mengenai kelanjutan nasib wanita ini. Salah satu riwayat menyebutkan bahwa Zainab dilepas begitu saja, sedangkan mayoritas ulama mengatakan, awalnya dia dilepas, namun setelah ada korban yaitu Bisyr bin Barra’, dia diqishas.
Menikah Dengan Shafiyah
Di antara tawanan perempuan Khaibar, terdapat Shafiyah binti Huyai yang merupakan salah satu keturunan bangsawan. Setelah suaminya mati, Kinanah bin Abul Huqaiq, muncul Dihyah bin Khalifah al-Kalbi menemui Rasulullah dan berkata “Wahai Rasulullah, berikan untukku seorang tawanan perempuan”. “Pergilah dan ambilah” jawab beliau. Dihyah pun mendatangi tawanan perempuan, dia lantas memilih Shafiyah. Seorang berkata kepada Rasulullah, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau memberikan Shafiyah binti Huyai kepada Dihyah, sedangkan dia adalah putri seorang pemimpin Bani Quraizhah dan Bani Nadhir. Dia tidak pantas kecuali hanya untuk engkau”. Rasulullah bersabda, “Panggilah dia bersamanya”. Tak lama kemudian datanglah Dihyah membawa Shafiyah. “Ambillah tawanan yang lain”, perintah Nabi. Rasulullah menawarkan Shafiyah untuk masuk Islam. Shafiyah pun masuk Islam. Beliau kemudian menikahinya dengan maskawin kemerdekaan yang diperolehnya.
oleh : Fahrurrosyi