BUDAK KONTEN
Akhir-akhir ini era digital menampilkan pertunjukan spektakuler di atas bumi. Manusia dihipnotis olehnya agar berlomba-lomba merebutkan kursi viral. Hal ini tidak bisa dihindari lagi ketika era digital berkuasa. Di samping mudahnya informasi tersebar, era digital juga menabur manipulasi-manipulasi di dalamnya. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa era digital juga membawa angin segar, berupa kemudahan-kemudahan dalam beberapa bidang yang ia tawarkan. Oleh karena itu, digital sangat cocok jika diibaratkan pisau, dapat digunakan bunuh diri juga bunuh musuh, tergantung pemakainya.
Cara paling efektif agar bisa cepat menguasai kursi viral ialah dengan meracik sebuah konten, lalu menebarnya ke dalam media-media massa. Sedangkan konten yang sangat melambung akhir-akhir ini adalah membuat video unik, komedi, atau hal-hal yang berbau kontroversi. Hal itu terjadi disebabkan oleh maraknya rasa bosan yang bersumber dari digital itu sendiri.
Secara ilmiah, seseorang yang kecanduan bermedsos tubuhnya akan terus menerus menghasilkan hormon dopamin. Padahal seharusnya, hormon yang melahirkan sensasi menyenangkan ini keluar sekali-kali saja. Akibatnya, orang tersebut akan mudah merasa bosan. Ketika bosan, dia akan mencari hiburan. Nah, di situlah video-video tersebut memainkan perannya.
Tren ‘kursi viral’ mengandung potensi nilai negatif yang sangat tinggi. Di antaranya, ego semakin melambung tinggi dan respek menurun drastis. Hal itu didasari oleh hipnotis yang dipawangi oleh digital. Salah satu bukti nyata yang telah terjadi adalah maraknya konten prank. Padahal prank sendiri dapat dikategorikan sebagai komedi gelap, artinya sebuah candaan yang mengandung unsur negatif. Di samping itu, prank juga memiliki potensi memunculkan hal-hal yang tidak menyenangkan, bahkan merugikan korbannya.
Hal yang mendasari mereka membuat konten-konten yang meresahkan memang karena konten seperti itu laku keras di pasar. Sedangkan pasar hanya merespons pada konten-konten yang unik, lucu, atau hal-hal yang mengandung unsur kontroversi. Terbukti, beberapa tahun lalu ada orang viral karena melecehkan kasta bawah dan mengubah kata enak dengan kata anjing. Bahkan akhir-akhir ini banyak orang yang viral karena menjadikan sombong sebagai batu loncatan.
Orang-orang yang berhasil menduduki kursi viral melalui tangga konten berhasil menginspirasi banyak kalangan. Di samping prosesnya tidak terlalu ribet, tangga konten juga tidak membutuhkan bakat yang muluk-muluk. Terbukti, banyak masyarakat kalangan bawah yang membebek kepada mereka. Meracik sebuah konten agar bisa sampai pada kursi viral.
Pada akhirnya, orang yang tergerus oleh arus digital akan diperbudak oleh konten karena seseorang adalah budak dari apa yang ia cintai[1]. Demi konten, ia rela melakukan segala hal, sekalipun menginjak-injak martabat diri sendiri. Detik-detik tidak akan dia lewati kecuali dengan memikirkan alur konten. Tujuannya satu, ingin menduduki kursi viral. Setelah viral, ujung-ujungnya adalah proses monetisasi (monetizing, atau mendapatkan uang). Na’udzu billahi min dzalik.
oleh : Hayatul Makki
Referensi :
[1] As Sya’rawi, Syekh Abdul Wahhab, Tanbihul Mugtarrin, Darul Kutub Islamiyah, 20