Menyoal Ajaran “Hubbul Wathan Minal Iman”
Kalimat “hubbul wathan minal iman” akhir-akhir ini kembali digaungkan di telinga masyarakat. Kalimat ini berarti cinta tanah air bagian dari iman. Bersamaan dengan maraknya kalimat tersebut, ada sebagian umat Islam yang menganggapnya sebagai hadis. Sebagian yang lain tidak menerima pernyataan tersebut. Mereka secara ekstrem menyebutnya sebagai hadis maudhu’ alias palsu. Karena kepalsuannya, ia tidak dapat dijadikan dalil. Lebih jauh, mereka mengatakan, tidak ada dalil bagi cinta tanah air dan itu bukan bagian dari ajaran Islam. Kelompok ketiga, agaknya ingin mencari jalan tengah dengan mengatakan, “Kalimat itu bukan hadis, hanya perkataan ulama dan maknanya benar.”
Lalu benarkah kalimat “hubbul wathan minal iman” bukan hadis? Benarkah cinta tanah air bukan bagian dari ajaran Islam?
Syekh Abdurrahman as-Sakhawi dalam kitabnya, al-Maqasid al-Hasanah fi Bayani Katsirin Minal Ahadits al-Masyhurah fi Alsinah menjelaskan bahwa kalimat ini bukan hadis. Namun memiliki pengertian yang sesuai dengan syariat Nabi Muhammad ﷺ. Beliau mengatakan:
حَدِيث حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الإِيمَانِ، لَمْ أَقِفْ عَلَيْهِ، وَمَعْنَاهُ صَحِيْحٌ
“Saya belum menemukan sumber hadis hubbul wathan minal iman, tetapi makna pernyataan tersebut sahih1.”
Setelah Syekh Abdurrahman as-Sakhawi melakukan kajian terhadap hadis tersebut, beliau membuat kesimpulan yang sangat unik. Ketika beliau tidak menemukan teksnya dalam kitab-kitab hadis, beliau tidak langsung menghukuminya sebagai maudhu’. Sikap ini berbeda dengan sebagian pengkaji hadis modern, ketika tidak menemukan sumber hadis, mereka sering terburu-buru menghukuminya sebagai maudhu’. Selain tidak langsung menghukumi maudhu’, Syekh Abdurrahman as-Sakhawi juga menelaah kandungan matan atau isi hadis tersebut. Berdasarkan penelitiannya, Syekh Abdurrahman as-Sakhawi menyimpulkan bahwa kandungan hadis tersebut tidak bermasalah alias benar.
Syekh Jalaluddin as-Suyuthi menyebut kalimat “hubbul wathan minal iman” dalam kitabnya, ad-Durar al-Muntatsirah fil Ahadits al-Musytahirah. Beliau mengatakan:
-حديث حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الإِيمَانِ لَمْ أَقِفْ عَلَيْهِ
“Saya belum menemukan sumber hadis hubbul wathan minal iman2.”
Komentar Syekh Jalaluddin as-Suyuthi ini senada dengan komentar Syekh Abdurrahman as-Sakhawi yang sekedar menyatakan belum menemukan sumbernya. Beliau tidak menegaskan kepalsuan hadis tersebut, dengan menyatakan bahwa hadis tersebut maudhu’, misalnya.
Syekh Mulla Ali al-Qari dalam kitabnya, al-Asrar al-Marfu’ah fil-Akhbar al-Maudhu’ah menjelaskan status kalimat “hubbul wathan minal iman”. Beliau mengutip pendapat beberapa ulama. Pertama, pendapat az-Zarkasyi yang menyatakan belum menemukan sumbernya3. Kedua, pendapat Mu’inuddin as-Shafawi yang mennyatakan tidak punya sumber yang kuat. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa kalimat tersebut hanya ungkapan sebagian ulama salaf. Keempat, pendapat Syekh as-Sakhawi yang menyatakan bahwa kalimat tersebut adalah hadis yang belum ditemukan sumbernya, namun memiliki pengertian yang sahih.
Justifikasi cinta tanah air bagian dari ajaran Islam, bisa kita dapatkan dari kajian dua ulama hadis terkemuka. Mereka adalah Ibnu Hajar al-Asqallani dan Badruddin al-Aini. Keduanya adalah penulis syarah kitab Sahih al-Bukhari.
Kedua penulis kitab syarah tersebut menjelaskan hadis dalam Sahih al-Bukhari yang berbunyi;
عَن أنس: أَن النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَة أَوْضَعَ نَاقَتَهُ، وَإِن كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
“Dari Anas bahwa ketika Nabi ﷺ datang dari suatu perjalanan, lalu melihat tembok-tembok Madinah, beliau mempercepat untanya. Jika beliau menaiki hewan kendaraan, beliau menggerak-gerakkanya karena kecintaan beliau kepada kota Madinah4.”
Ibnu Hajar al-Asqallani dalam kitabnya, Fath al-Bari Syarah Sahih al-Bukhari mengatakan:
وَفِي الْحَدِيثِ دِلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِيْنُ إِلَيْهِ
“Dalam hadis ini terdapat dalil keutamaan kota Madinah dan disyariatkannya mencintai tanah air serta anjuran merindukannya5.”
Badruddin al-Aini dalam kitab Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari mengatakan hal yang senada dengan Ibnu Hajar:
وَفِيه دِلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالحِنَّةِ إِلَيْهِ
“Dalam hadis ini terdapat dalil keutamaan kota Madinah dan disyariatkannya mencintai tanah air serta anjuran merindukannya6.”
Kedua ulama penulis syarah Shahih al-Bukhari tersebut sepakat bahwa kita dianjurkan mencintai tanah air berdasarkan hadis di atas.
Sebagai penguat, dalam QS. al-Baqarah: 246, dikatakan bahwa kaum beriman berperang karena mereka diusir dari tanah airnya. Ayat inilah yang menjadi dasar pendapat para ulama yang menyatakan bahwa kalimat “hubbul wathan minal iman” memiliki pengertian yang sahih7. Bahkan semangat hubbul wathan mendapat perhatian khusuh dari Sayyidina ‘Umar. Beliu berkata:
لَوْلَا حُبُّ الْوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوْءِ، فَبِحُبِّ الْأَوْطَانِ عُمِرَتِ الْبُلْدَانِ
“Jika bukan karena cinta tanah air, negara yang buruk akan hancur. Maka dengan cinta tanah air, negara-negara akan makmur8.”
Kesimpulannya, kalimat “hubbul wathan minal iman”, sekalipun teksnya tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadis, namun pengertiannya tidak keluar dari ajaran Islam. Dalam istilah ilmu hadis, hubbul wathan minal iman termasuk shahihul matni (shahih secara matan). Secara substansi matan, kalimat “hubbul wathan minal iman” selaras dengan kepribadian Nabi yang mencintai tanah airnya, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis-hadis sahih9. Selain itu, tidak ada logika yang membenturkan antara semangat hubbul wathan dengan ukhuwwah islamiyyah.
Sebagai penutup, saya akhiri tulisan ini dengan ungkapan seorang A’rabi:
إِذَا أَردْتَ أَنْ تَعْرِفَ الرَّجُلَ فَانْظُرْ كَيْفَ تَحَنُّنُهُ إِلَى أَوْطَانِهِ، وَتَشَوُّقُهُ إِلَى إِخْوَانِهِ، وَبُكَاؤُهُ عَلىَ مَا مَضَى مِنْ زَمَانِهِ
“Jika engkau ingin mengetahui tentang seseorang, maka lihatlah bagaimana ia merindukan tanah kelahirannya, kecintaanya kepada saudaranya, dan tangisannya terhadap waktu yang ia lalui10.”
Oleh: M Usman
Refrensi:
- Al-Maqasid al-Hasanah fi Bayani Katsirin Minal Hadits al-Masyhurah fil Alsinah, hlm. 297
- Ad-Durar al-Muntatsirah fil Ahadits al-Musytahirah, 108
- Al-Asrar al-Marfu’ah fil Akhbar al-Maudhu’ah, 180
- Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari, 10/135
- Fathul Bari Syarah Sahih al-Bukhari 3/621
- Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari 10/135
- Kasyful Khafa, 1/346
- Tafsir Ruh al-Bayan, 10/213
- Tafsir Ruhul Bayan, 3/385
- Al-Maqasid al-Hasanah, 297
NKRI harga mati min
Betul kali