MENYIKAPI SALAM PANJI GUMILANG HAVEENU SHALOM ALAECHEM

Pada acara peringatan 1 Muharram 1444 H. di Pondok Pesantren Al-Zaytun, umat Islam Indonesia digegerkan dengan ucapan Panji Gumilang  yang mengajak tamu undangan mengucapkan salam yang diketahui identik dengan Yahudi. Di samping itu, Panji juga meminta hadirin mengucapkan salam tersebut sambil berdiri dan bernyanyi. Panji menuturkan bahwa salam ini bukanlah salam yang lazim diucapkan umat muslim Indonesia. Pemimpin yang dikenal dengan panggilan Syaikh Al Zaytun tersebut mengucapkan Hevenu Shalom Alechem, Salam ini diucapkan beberapa kali yang diikuti oleh para tamu undangan.

Dilansir dari laman Pastorroisipahelutshalom atau syalom dalam bahasa Indonesia merupakan sapaan yang digunakan oleh bangsa Yahudi saat menyapa satu sama lainnya. Shalom Alechem ini juga sering  digunakan oleh pemeluk Kristen Orthodox Timur Tengah, terutama oleh komunitas di kawasan Israel, Palestina, Suriah, Libanon, Yordania, Turki, Mesir, Maroko dan Rusia. Shalom Alechem juga digunakan untuk ucapan salam saat beribadah, lagu rohani untuk umat kristiani dan ketika memulai khutbah serta salam[1].

Lalu bagaiamana Fikih madzahibul arba’ah menanggapi tindakan Panji Gumilang mengucapkan salam  Hevenu Shalom Alechem dan tindakan Panji mengajak hadarin mengucapkan kalimat tersebut serta bagaimana sikap kita?

Pertama. Dengan mempertimbangkan bahwa kalimat tersebut adalah salam serta lagu rohani umat Kristiani. Hal ini menyimpulkan bahwa kalimat tersebut adalah bagian dari syiar orang-orang kafir, maka meniru ciri khas orang kafir hukumnya haram selagi tidak ada unsur kecondongan pada agama non Islam dan tidak ada unsur takzim pada mereka. Namun, apabila terdapat salah satu dua unsur tersebut maka hukumnya adalah murtad (keluar dari Islam), hukum ini sebagaimana yang dikutip oleh Syekh Abdurrahman bin Muhammad bin Husain Al-Masyhur dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin.

مسألة ي : حاصل ما ذكره العلماء في التزيي بزي الكفار أنه إما أن يتزيا بزيهم ميلاً إلى دينهم وقاصداً التشبه بهم في شعائر الكفر ، أو يمشي معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما ، وإما أن لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم في شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم ، وإما أن يتفق له من غير قصد فيكره كشد الرداء في الصلاة.[2]

Selain ucapan tersebut sudah haram dari segi diksinya, ucapan tersebut juga haram karena dapat memantik kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Terbukti sampai saat ini masyarakat masih pro-kontra dengan bahkan pemerintah pun belum bisa mengambil tindakan tegas dalam hal ini, Al-Imam Muhammad Al-Khadimiy dalam kitab Bariqah Mahmudiyah fii Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyah menjelaskan tentang fitnah, yang diantaranya adalah membuat kegaduhan dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat.

( الثامن والأربعون الفتنة وهي إيقاع الناس في الاضطراب أو الاختلال والاختلاف والمحنة والبلاء بلا فائدة دينية ) وهو حرام لأنه فساد في الأرض وإضرار بالمسلمين وزيغ وإلحاد في الدين.[3]

Kedua. Ajakan yang dilakukan oleh Panji kepada segenap orang-orang yang hadir waktu itu juga berhukum haram karena ajakan tersebut menjurus pada sesuatu yang diharamkan, sedangkan mengajak pada keharaman adalah haram bahkan termasuk dosa yang paling tidak dibenci oleh Allah, sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Muhammad bin Salim Ba Bashil dalam kitab Is’adur Rafiq.

وسيأتى أن ترك الأمر بالمعروف من الكبائر فكيف بالنهى عن المعروف والأمر بالممنكر فإنه أقبح وأشنع لما فيه من الإعانة على سخط الله وهو مذموم سواء كان فيه رضا الناس أم لا.[4]

          Ketiga. Yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam adalah mengingatkan sesama muslim bahwa tindakan tersebut sangat dilarang oleh agama, agar tidak ditiru oleh orang banyak atau dikenal dengan istilah Tahdzirul Muslimin serta mendorong atau melapor pada pemerintah sebagai bentuk Amar Makruf Nahi Munkar. Demikian ini adalah kewajiban masyarakat umum. Sedangkan kewajiban pemerintah adalah memberi peringatan tegas atau tindakan kepada pimpinan ponpes Al-Zaitun, sebagaimana komentar Imam Al- Mawardi dalam Al-Ahkam as-Sulthaniyah:

وَاَلَّذِي يَلْزَمُهُ الإمام مِنَ الْأُمُورِ الْعَامَّةِ عَشَرَةُ أَشْيَاءَ: أَحَدُهَا: حِفْظُ الدِّينِ عَلَى أُصُولِهِ الْمُسْتَقِرَّةِ، وَمَا أَجْمَعَ عَلَيْهِ سَلَفُ الْأُمَّةِ، فَإِنْ نَجَمَ مُبْتَدِعٌ أَوْ زَاغَ ذُو شُبْهَةٍ عَنْهُ، أَوْضَحَ لَهُ الْحُجَّةَ، وَبَيَّنَ لَهُ الصَّوَابَ، وَأَخَذَهُ بِمَا يَلْزَمُهُ مِنَ الْحُقُوقِ وَالْحُدُودِ؛ لِيَكُونَ الدِّينُ مَحْرُوسًا مِنْ خَلَلٍ، وَالْأُمَّةُ مَمْنُوعَةً مِنْ زَلَلٍ[5].

          Dalam beberapa uraian ini, bisa kita simpulkan bahwa salam yang dilakukan oleh Panji Gumilang tersebut tidak diperbolehkan bahkan bisa menyebabkan dirinya keluar dari Islam apabila diprakasarai oleh Takzim atau ada kecondongan pada agama non islam, dalam hal ini pemerintah harus segera memberikan peringatan bahkan tutup paksa. Dan bagi seluruh masyarakat harus menyampaikan bahwa salam dengan cara tersebut tidak diperbolehkan dan mendorong pemerintah agar menindak lanjuti Al-Zaitun. Wassalam

Oleh: Muhammad Lutfi Maulana


Referensi :

[1] Pastorroisipahelut.com

[2] Abdurrahman bin Muhammad bin Husain Bughyatul Mustarsyidin  Hal 528 Daar Kutub Ilmiya, Beirut Lebanon

[3]Al-Imam Muhammad Al-Khadimi, Bariqah Mahmudiyah fii Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyah- II/ 43.

[4] Sayyid Muhammad bin Salim Ba Bashil, Is’adur Rofiq , hal 93-94 Haramain.

[5] Al- Mawardi dalam kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah I/ 54

3 komentar pada “MENYIKAPI SALAM PANJI GUMILANG HAVEENU SHALOM ALAECHEM

  • 8 September 2023 pada 5:57 pm
    Permalink

    Alhamdulillah, setelah membaca artikel ini sy sudah tau tindakan itu benar atau tidak, terima kasih Istinbat.co yg telah memberikan ilmu seluas luasnya kepada kami semua.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *